Share

Bab 53

Author: Mutiara Sukma
last update Last Updated: 2025-01-26 21:23:51

"Maaf Mas, kita tunda dulu, ya. Aku harus pulang." aku menyambar tas yang ada di atas meja.

"Ta-tapi ... Tari ..."

Aku menoleh sekilas.

"Next time, aku pasti datang." Wajah itu tampak kecewa. Tapi, aku tak bisa berbuat apa-apa. Anak-anak adalah prioritas utama.

Aku menghela napas lega. Setidaknya untuk saat ini aku terbebas dari perasaan tertekan. Aku benar-benar belum siap untuk memulai hubungan baru. Dalam benak, hanya kebahagiaan tiga buah hati dan ibu saja yang akan aku perjuangkan.

"Kemana, Dek?" Mas Fatan yang tak sengaja berpapasan menatap penuh tanya.

"Syukurlah ada Mas. Tadi ibu bilang Ammar melihat Mas Arsen. Jangan-jangan dia mengetahui jika Ammar belum meninggal, Mas."

"Kurang aj*r, masih berani dia mengusik hidup kita."

Tangan Mas Fatan mengepal.

"Mas masih ada kerjaan? Kalau engga, kita pulang dulu, yuk."

"Oke, sebentar. Mas bilang Rahma dulu, biar dia ga nyariin." Aku mengangguk. Mas Fatan sudah berlari ke arah toko mencari istrinya.

Ting.

[Nduk, kamu bisa pulang, Kan?]
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Tamat

    Tari menyiapkan makanan kesukaan mendiang Nadhif—sop buntut dan sambal terasi. Ia memasak sambil tersenyum, ditemani Aleeya dan Alisa di dapur. Sesekali terdengar suara tawa ringan saat mereka mengingat kebiasaan aneh ayah mereka.“Kalau Ayah makan sop buntut, pasti ditiup dulu lima kali sebelum disendok, ingat gak?” celetuk Aleeya.“Iya, dan suka nyalahin AC kalau sambalnya kurang pedes,” tambah Alisa sambil tertawa.Tari hanya mengangguk pelan, matanya berkaca. “Dia selalu punya cara bikin kita ketawa, bahkan di saat sedih.”Di ruang tamu, Ammar sedang ngobrol serius dengan Abrar soal rencana membuka usaha kecil bersama. Dulu, mereka tak pernah akur. Tapi sejak kehilangan Ayah, mereka jadi lebih saling menjaga.“Kalau Ayah masih ada, dia pasti nyuruh kita jangan ribut soal uang,” kata Ammar.“Dan dia pasti bilang, ‘harta paling berharga tuh kebersamaan,’” jawab Abrar, suaranya serak.Tak jauh dari mereka, Naira duduk bersama Wildan, menggendong Gio yang sudah makin besar. Hubungan m

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Season 3 bab 31

    Divo tidak banyak bicara, tapi setiap tindakannya menunjukkan hormat. Ia membantu Ammar memperbaiki motor, membantu Tari menata taman belakang, bahkan sesekali membantu Alisa membelikan kebutuhan sekolah Nayara. Tak ada tuntutan, tak ada sikap seperti “anak yang ingin diakui.”Namun tetap saja, keberadaannya seperti mengingatkan Tari pada betapa ia tidak benar-benar mengenal seluruh sisi suaminya. Kadang, saat malam tiba, Tari masih termenung di depan kamar Nadhif, membayangkan betapa banyak yang tak sempat mereka bicarakan sebelum ajal menjemput.“Mas… kamu harusnya bicara sejak dulu…”---Sementara itu, Nayara mulai dekat dengan Divo secara alami. Tidak ada nuansa romantis. Hanya dua orang yang sama-sama kehilangan sosok ayah, saling menyembuhkan dengan cara sederhana. Duduk di beranda, ngobrol soal masa kecil, hingga berbagi kenangan tentang almarhum Nadhif dari dua sisi kehidupan yang sangat berbeda.“Dia suka kopi hitam. Pahit banget,” kata Nayara sambil tersenyum kecil.“Waktu a

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Season 3 bab 30

    Setelah kepergian Rina pagi itu, rumah terasa seperti kuburan. Sunyi. Sesekali terdengar tangisan kecil dari kamar Aleeya. Alisa diam seribu bahasa. Bahkan Ammar pun memilih duduk sendiri di beranda, memandangi langit mendung seakan mencari penjelasan dari semesta.Di dalam kamar, Tari terduduk di tepi ranjang. Di tangannya tergenggam surat tulisan tangan Selia yang tadi dibacakan Rina. Setiap baris kata terasa seperti paku yang menancap satu per satu di jantungnya. Bukan karena dia cemburu, bukan juga karena dia marah… tapi karena ia merasa seperti orang asing di kehidupan suaminya sendiri."Mas, kamu ternyata menyimpan terlalu banyak rahasia…," bisiknya.Tari merasa tidak berdaya. Ia sudah kehilangan suaminya. Tapi lebih menyakitkan lagi adalah kenyataan bahwa sosok yang ia cintai dengan sepenuh hati ternyata pernah mencintai orang lain secara diam-diam.Dan lebih dari itu: seorang anak laki-laki bernama Divo, anak dari perempuan lain, mungkin akan hadir dalam hidup mereka.---Bebe

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Season 3 bab 29

    Tari nyaris roboh, jika saja Alif tak sigap memegang bahunya. Air mata yang sedari tadi ia tahan, akhirnya tumpah. Namun bukan karena cemburu. Bukan karena dendam. Tapi karena kenyataan bahwa lelaki yang ia cintai, menyimpan luka dan rahasia begitu dalam hingga ia sendiri tak pernah diberi kesempatan untuk tahu dan mengobatinya.Malam itu, setelah semua tamu pergi, Tari duduk berhadapan dengan Dara di ruang tamu. Nayara tertidur di pelukan Aleeya—anehnya, dua gadis itu langsung akrab, seakan darah mereka memang memanggil satu sama lain.Tari menatap Dara. “Apa kamu mencintainya?”“Ya. Tapi aku tahu tempatku di mana. Aku nggak pernah menuntut apa-apa. Mas Nadhif hanya bilang, hidupnya sudah rumit. Dia ingin membesarkan anak-anaknya tanpa drama. Maka aku menjauh.”Tari terdiam. Lalu berkata pelan, “Kalau dia masih hidup, mungkin aku akan marah. Tapi sekarang, aku cuma ingin memastikan Nayara tidak kehilangan arah. Kalau dia memang darah daging Mas Nadhif… maka dia juga keluargaku.”Dara

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Season 3 bab 28

    Tujuh Hari Setelah Kepergian NadhifTari berdiri mematung di depan makam suaminya. Angin sore membawa harum tanah basah dan bunga tabur yang mulai layu. Ia belum pernah merasa sesepi ini. Meskipun rumah selalu ramai oleh anak-anak, tapi kehangatan yang biasa ia rasakan... telah menguap bersama napas terakhir suaminya.Alif mendekat dan menggandeng tangan Tari. “Bun , Ayah titip semua ke Bunda. Kami bakal bantu jagain bunda juga.”Tari tersenyum lemah. Tapi air matanya menetes lagi.“Dulu waktu bunda nikah sama Ayah kalian... Bunda pikir perjalanannya akan mulus. Tapi hidup ternyata lebih rumit. Tapi Ayah kalian... dia tetap bertahan. Walau bunda sering salah paham, marah, bahkan sempat ingin pergi... dia tetap bertahan. Dan hari ini, dia pergi dengan tetap menggenggam tanganku..."Wildan mendekat. "Bun, aku tahu bunda bukan ibu kandungku. Tapi ibu satu-satunya ibu yang pernah aku punya. Aku janji bakal terus di sini buat bunda, buat semuanya."Tari menoleh pada Wildan, lalu memeluknya

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Season 3 bab 27

    Naira duduk sambil memangku Gio yang masih polos.“Mama, kenapa semua nangis?”Naira mencium dahi putranya. “Karena Eyang pergi, Nak. Pergi ke tempat yang jauh…”**Di pemakaman, tanah merah basah oleh hujan. Langit seperti ikut berduka. Satu demi satu tangan anak-anak Nadhif menaburkan bunga, sambil menahan tangis. Tak ada yang siap kehilangan, tak ada yang pernah siap ditBaik, kita lanjutkan ke Bab 15 – Kepergian yang Tak Pernah Siap Ditinggal dari Ketika IB Mengeluh Season 3. Bab ini akan fokus pada detik-detik terakhir kehidupan Nadhif, dengan nuansa haru, penyesalan, dan perpisahan yang menyayat. Cerita akan panjang dan mengaduk emosi.---BAB 15 – Kepergian yang Tak Pernah Siap DitinggalLangit mendung sejak pagi. Awan gelap bergelayut rendah seolah tahu bahwa hari itu takkan seperti hari-hari biasanya.Di kamar belakang, suara mesin oksigen mendesing pelan. Nadhif terbaring lemah di tempat tidur. Wajahnya pucat, matanya tampak cekung, dan napasnya makin berat.Tari duduk di sa

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Season 3 bab 26

    Langit mendung sejak pagi. Awan gelap bergelayut rendah seolah tahu bahwa hari itu takkan seperti hari-hari biasanya.Di kamar belakang, suara mesin oksigen mendesing pelan. Sejak pulang dari rumah sakit perawatan Nadhif dilakukan dirumah. Laki-laki itu terbaring lemah di tempat tidur. Wajahnya pucat, matanya tampak cekung, dan napasnya makin berat.Tari duduk di sampingnya, menggenggam tangan suaminya yang dingin. Ada luka yang belum kering, tapi ada pula cinta yang terlalu dalam untuk diabaikan. Matanya sembab, tapi ia tak mau menangis lagi. Ia ingin kuat, setidaknya untuk hari ini."Mas...” bisiknya pelan, mengusap ubun-ubun suaminya. “Kamu janji bakal sembuh... Tapi kenapa makin lemah begini?”Nadhif membuka matanya perlahan. Suaranya nyaris tak terdengar. “Aku… capek, Dik…”Tari menahan tangisnya. “Aku tahu… Tapi jangan pergi dulu… kamu harus berjuang untuk aku, untuk anak anak kita."**Alif, Ammar, Abrar, Wildan, dan Aleeya berkumpul di luar kamar. Alisa juga datang pagi itu se

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Season 3 bab 25

    “Wildan… maaf… bunda.. salah... Bunda... terlalu keras… padamu juga Naira.”Tangis Naira meledak. Ia memeluk ibunya.Pelukan itu... akhirnya terjadi. Setelah bertahun-tahun saling menghindar, dua hati itu akhirnya bertemu.Namun di balik kehangatan itu, satu bayangan menanti: waktu Nadhif yang makin menipis… dan konflik baru yang mulai mengintai.**Di luar rumah, seseorang berdiri di balik pagar.Seorang wanita muda, mengenakan topi dan masker, menatap rumah itu tajam.Di tangannya, sebuah foto robek—foto lama Nadhif bersama seorang perempuan yang bukan Tari.Perempuan itu mengepalkan tangan. “Kamu pikir bisa hidup tenang setelah semua ini, Pak Nadhif? Kamu pikir aku akan diam?”Dia berbalik, masuk ke dalam mobil hitam yang menunggu tak jauh dari sana. Senyumnya tipis. Penuh dendam.***Keesokan harinya Nadhif diperbolehkan pulang, sembari menunggu proses transplantasi yang akan segera dilakukan.Udara pagi itu terasa ganjil. Rumah yang semalam penuh haru, kini kembali diliputi sunyi.

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Season 3 bab 24

    Malam itu terasa panjang.Gio sudah tertidur di kamar belakang bersama Wildan, tapi Naira tak bisa memejamkan mata. Ia duduk di tepi tempat tidur yang dulu ia tinggalkan dalam keadaan penuh luka. Matanya menatap langit-langit kamar yang belum pernah benar-benar berubah.Perabotan masih sama. Bau kayu tua itu pun masih ada. Yang beda hanya perasaan dalam dadanya—semuanya campur aduk. Antara lelah, bingung, dan takut.Tiba-tiba pintu kamar diketuk pelan. Naira menoleh.“Naira…” suara Tari dari balik pintu.Dengan enggan, Naira membuka. Mertuanya itu berdiri di sana, mengenakan mukena lusuh. Wajahnya pucat, seperti kurang tidur.“Ada yang mau bunda bicarakan,” ucapnya, suara datar.Naira hanya mengangguk. Mereka duduk di kursi dekat jendela, diam beberapa saat sebelum akhirnya Tari membuka suara.“bunda tahu kamu nggak senang tinggal di sini. Tapi tolong, jangan buat bunda merasa seperti orang asing di rumah ini…”Naira menghela napas. “Aku nggak berniat bikin bunda merasa seperti itu.”

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status