Masuk“Kamu ngobrol apa sama Nina, Sayang? Kayanya tegang banget?” Geo bertanya kala mereka sudah berada di mobil.“Ngomongin Taylor.”“Terus? Apa ada kemungkinan mereka berbaikan?”Bianca menggeleng. “Mungkin selama ini, Nina itu hidupnya lurus banget kali, ya. Tidak pernah ada masalah berat hingga mendengar kisah Taylor, dia jadi shock berat.”Geo mendengus. “Gimana kalo dia dengar kisahmu? Bisa pingsan kali. Tapi, aku yakin setiap orang yang memiliki masa kecil berat, saat dewasa bisa lebih matang pemikirannya.”Mereka terdiam sejenak. Bianca memainkan cincin pemberian Geo di jari manisnya. Geo benar, kalau dipikir-pikir, masa lalunya sangat berat dan ia ternyata bisa melewatinya.“Oh ya, terus Nina kaya kaget gitu pas aku bilang keluarga Willson mau jodohin Taylor sama seseorang.”Geo tergelak. “Gimana sih Nina itu. Jelas masih suka tapi baperan banget.”“Iya. Ribet sih kalau diterusin.”Selama perjalanan pulang, Geo sering kali menoleh menatap Bianca dan tersenyum. Sesekali, tangannya
Bianca menutup berkas di mejanya. Ia mengangguk puas pada tim yang bekerja. Matanya berkaca-kaca terharu melihat perkembangan perusahaannya sendiri.“Teman-teman,” ucapnya sambil menatap seluruh ruangan. “Tahun ini kita berhasil menutup kontrak dengan tiga perusahaan besar, termasuk salah satu jaringan ritel internasional.”Tepuk tangan langsung menggema. Beberapa karyawan saling melakukan tos, yang lain bersorak pelan dengan raut bangga.Bianca melanjutkan dengan suara bergetar lembut. “Usaha ini awalnya aku lakukan sendiri. Tidak kusangka bisa berkembang seperti sekarang. Semua karena kerja keras kalian juga. Terima kasih, ya.”Ia lalu mengambil beberapa amplop putih dari meja. “Mulai bulan ini, seluruh tim akan menerima bonus performa — dan ini bukan yang terakhir. Aku ingin Blue and Grey Consultant jadi tempat di mana kerja dan prestasi setiap orang dihargai.”Sorakan semakin riuh. Salah satu karyawan, bahkan meneteskan air mata.Bianca tersenyum, matanya ikut berkaca. “Selamat me
Di ruang kerja mansion yang menghadap ke taman belakang, Geo tampak tengah memeriksa beberapa berkas ketika suara notifikasi panggilan video masuk dari Taylor. Ia langsung tersenyum dan mengangkat panggilan itu.“Ya, Taylor,” sapa Geo sambil bersandar santai di kursinya.“Masih kerja, Kak?”“Tidak juga. Bianca yang belum selesai. Kalau istriku sudah keluar ruang kerjanya, baru aku juga selesai.”“Oh, begitu cara kalian bersama.”“Mau tak mau, aku yang menyesuaikan. Perusahaan Bianca masih baru, jadi ia masih terus membimbing pegawai-pegawainya.”“Betul juga.”“Ada apa menelepon?”“Aku cuma mau cerita,” katanya ringan. “Kemarin ada kunjungan anak-anak TK ke perkebunan. Seru banget, Kak. Mereka menanam, siram air seenaknya, ada yang malah nyiram temannya.”“Hem... kunjungan edukasi untuk anak-anak TK itu baru p
Beberapa hari setelah pertemuan di hypermart itu, Taylor datang berkunjung ke mansion keluarga Willson untuk mengantar persediaan buah dan sayuran. Mommy Marissa hanya mau menerima hasil kebun jika Taylor yang mengantar. Alasannya agar Taylor mengunjungi mereka secara berkala.Seperti biasa, Blue dan Grey langsung menyambutnya di halaman dengan semangat berlebihan.“Uncleee!” seru Grey sambil berlari kecil. “Kami dengar kamu ketemu Miss Dini!”Taylor yang baru saja turun dari mobil hanya bisa menatap dua keponakan itu dengan ekspresi tidak percaya.“Dari mana kalian tahu?” tanyanya sambil mengangkat alis.Blue menepuk dada bangga. “Miss Dini cerita di sekolah! Katanya dia ketemu uncle di Hypermart.”Taylor menghela napas. “Hmmm... lalu? Apa katanya lagi?”Grey menyengir lebar. “Hanya bilang ketemu dan saling menyapa.”Bianca datang membawa nampan jus buah.
Bianca langsung menoleh dengan alis terangkat. “Apa?” tanyanya setengah tertawa, menatap Grey yang tengah mengunyah roti.Blue menambahkan cepat, “Iya, nanti kalau berhasil, Mommy jangan kaget, ya. Soalnya Miss Dini orangnya cantik dan baik banget.”Geo berhenti di tengah langkah, menatap dua anaknya dengan ekspresi geli. “Miss Dini... siapa lagi ini?”Blue menjawab tanpa ragu, “Guru baru kami di sekolah. Uncle Taylor cocok banget sama dia.”Bianca memegang pinggangnya, mendesah kesal mendengar pernyataan si kembar sulung. “Kalian berdua… kalian menjodohkan Uncle Taylor?”Grey mengangguk polos. “Iya. Soalnya Uncle Taylor kelihatan kesepian. Waktu di kebun aja dia cuma ngobrol sama tanaman.”“Iya.” Blue menyetujui ucapan adik kembarnya. “Masa katanya tanaman itu memang harus diajak ngomong, dipuji-puji biar daunnya bagus dan buahnya banyak. Aneh,
Taylor mengabaikan ucapan Blue. Ia menggiring keponakan-keponakannya ke mobil. Segera, Taylor mengarahkan kendaraannya ke perkebunan.“Kalau kalian lelah, tidur saja.” Taylor mengusak kepala Grey yang duduk di sampingnya.“Aku mau lihat jalanan. Lebih seru daripada tidur.” Grey menyahut.Taylor mengangguk. Ia melirik spion atas dan melihat Blue yang terlihat mengantuk meski matanya masih menatap keluar jendela.Sengaja, Taylor memutar lagu klasik agar keponakan-keponakannya tenang. Ia ingat di kamar si kembar Sky dan Blue selalu terdengar musik klasik untuk membuat mereka relax.Dan benar saja, setengah jam kemudian Blue dan Grey tertidur. Taylor menepi sebentar untuk menyelimuti tubuh keponakan-keponakannya. Lalu, ia kembali menyetir.Sorenya, udara di perkebunan milik Taylor terasa segar dan menenangkan. Kabut tipis membuat suasana syahdu, sementara suara gemericik air dari saluran irigasi kecil di samping rumah kaca menambah kesejukan suasana.Rumah besar bergaya tropis yang kini m







