Marissa dan beberapa orang langsung mendekati ranjang hidrolik. Matanya membulat sempurna. Marissa mengelus dada sang putra dengan tangan bergetar.
“Geo! Nak? Kamu sudah sadar?”
Geo tampak hanya memandang dengan tatapan kosong. Wajahnya pun tetap datar, seolah jiawanya tidak benar-benar ada di sana.
“Taylor!” panggil Marissa. “Cepat panggil dokter!”
Bianca melihat Taylor beranjak ke pojok ruangan dengan ponsel di telinga. Tak lama kemudian, Taylor kembali ke sisi Marissa.
“Dokter Rein akan segera datang.”
Mereka menunggu dengan risau. Geo masih membuka mata dengan sesekali menutup kelopaknya perlahan.
“Jangan-jangan Geo bangun karena mendengar kita menikahkannya dengan seorang wanita.” Atrick—ayah Geo menggumam pada istrinya.
“Apa Geo akan murka jika sadar ia dinikahkan dengan Bianca?” Marissa membalas pelan. Wajahnya tampak cemas.
Tidak ada komentar lagi dari Atrick. Kedua orang tua itu menatap putra mereka yang hanya mengedip-ngedipkan matanya pelan.
Dokter yang ditunggu akhirnya datang. Ia memeriksa kesehatan rutin, mengecek respon dan mengajak Geo berbincang.
Lalu, dokter menggeleng lemah. “Belum ada respon selain otot matanya. Tidak ada pengaruh sama sekali pada tingkat kesadaran. Meski, kita tetap harus bersyukur akhirnya ada sedikit perkembangan.”
Dokter mengusap mata Geo yang langsung menutup kembali. Satu per satu anggota keluarga yang tadi berkumpul mulai meninggalkan ruangan.
Bianca melirik Taylor yang sedang mengamati Geo. Entah apa yang ada di pikiran lelaki itu. Bianca menebak pasti bukan rencana yang baik.
“Kalau matanya terbuka lagi, tutup saja.” Taylor berbisik padanya, lalu keluar dari kamar tanpa menunggu jawaban dari Bianca.
Kini, Bianca hanya sendirian di ruangan bersama Geo. Perasaan aneh menyelimuti dirinya. Tetapi, ia segera menepis rasa itu dan pergi ke kamar mandi untuk berganti pakaian.
Gaun pengantinnya hanyalah terusan putih gading selutut dengan lengan pendek. Tanpa aksesoris dan rambut yang hanya disisir rapi. Tetap saja Bianca tidak nyaman dengan pakaian tersebut.
Keluar dari kamar mandi, Bianca melirik ranjang. Yakin lelaki di ranjang itu kembali tertidur, Bianca membaca buku di pojok ruangan.
Menjelang siang, pintu kamar diketuk dan dibuka. Bianca menatap seorang pelayan wanita bertubuh subur masuk dengan kereta dorong berisi makanan.
“Makan siang Anda, Nyonya Bianca,” ucap pelayan dengan ramah.
“Ini semua?” Bianca menatap heran pada berbagai hidangan lezat tersedia.
“Anda harus makan makanan bergizi tinggi karena akan melahirkan seorang penerus keluarga Willson.”
Setelah merapikan makanan di meja, pelayan keluar. Bianca duduk dan menatap makanan di depannya. Perlahan ia menyuapi dirinya dan memejamkan mata menikmati kelezatan makanan orang kaya.
Bianca Arsenio adalah yatim piatu, putri bungsu dari dua bersaudara. Kakak lelaki Bianca—Billy—adalah supir keluarga Willson yang membawa kendaraan bersama Geo. Mobil yang dikendarai Billy mengalami rem blong di jalanan bersalju hingga tergelincir dan jungkir balik.
Berita tentang kecelakaan tersebut sangat ramai kala itu. Tetapi, pengacara keluarga Willson dapat meredam berita itu hingga tidak berlarut-larut menjadi trending topic.
Hingga saat ini keadaan kakak Bianca tidak jauh berbeda dengan keadaan Geo. Mereka sama-sama hanya berbaring di ranjang.
Awalnya, keluarga Willson membiayai pengobatan Billy. Namun setelah enam bulan, Taylor mengatakan bahwa pihak asuransi perusahaan yang akan bertanggung jawab. Ternyata tidak semua biaya pengobatan didapat Billy.
Bianca harus bekerja keras menjadi pegawai di perusahaan yang dipimpin Taylor untuk membiayai rumah sakit sang kakak. Ia bahkan mengundurkan diri sebagai mahasiswi penerima beasiswa demi merawat Billy.
Sambil makan, Bianca melirik ponselnya yang berdenting satu. Ia membuka notifikasi dari mobile banking dan langsung tersedak makanan.
“Uhuk, uhuk!” Bianca menelan ludah melihat sejumlah uang besar telah ditransfer ke rekeningnya.
Beberapa detik kemudian, muncul pesan dari Taylor.
“Uang hadiah karena menikahi Geo sudah ditransfer. Sisanya akan kamu dapatkan setelah melahirkan keturunan Geo.”
Bianca mengerjap-ngerjapkan mata. Seumur hidup, belum pernah ia memiliki uang sebanyak lima ratus juta di rekeningnya.
Meski masih sangat murka pada Taylor, Bianca membalas pesan itu dengan kalimat singkat.
“Terima kasih.”
Terus- terang saja, ia tidak senang mendapat uang tersebut dengan cara seperti ini. Bianca mengembuskan napas beratnya sambil menatap saldo rekening yang ia miliki saat ini.
Paling tidak, sekarang Bianca dapat membiayai perawatan Billy di rumah sakit. Selama hampir satu tahun, Bianca memang memutuskan Billy tetap dirawat di rumah sakit khusus pasien lumpuh karena berbagai pertimbangan, seperti lebih cepat tertangani dan ada yang menjaga selama ia bekerja.
Dengan uang yang didapat, Bianca akan mendaftarkan sang kakak untuk mengikuti berbagai terapi agar otot sarafnya terstimulasi.
Bianca melirik ranjang hidrolik. Seandainya Geo bukan putra tunggal, mungkin keluarga Willson tidak akan mengangkat seorang putra lagi untuk membantu keluarga mengurus perusahaan mereka yang sangat banyak.
Taylor adalah anak satu-satunya dari sahabat Atrick. Orang tuanya meninggal karena wabah penyakit menular saat Taylor masih remaja.
Atrick dan Marissa akhirnya memutuskan mengangkat Taylor sebagai anak angkat mereka. Keduanya berpikir akan baik bagi Geo untuk memiliki seorang adik. Meski begitu, Geo dan Taylor tidak pernah bisa akrab karena sifat mereka bertolak belakang.
Pintu kamar kembali terbuka. Marissa masuk dan menatap meja, lalu mengangguk-angguk mengetahui Bianca telah makan.
“Mulai malam ini, kamu akan tidur bersama Geo. Jaga putraku baik-baik. Pahami segala kebutuhannya.”
Meski bingung, Bianca hanya bisa mengangguk.
Sungguh, ia sangat sungkan pada Marissa.
“Selain itu, kamu juga harus pandai merawat diri. Makan dengan gizi yang baik, minum vitamin, olahraga dan istirahat yang cukup.”
Marissa menjulurkan satu botol vitamin pada Bianca. “Ini vitamin herbal untuk menyehatkan kandungan. Sebelum inseminasi, kita harus menyiapkan dirimu lebih dulu.”
“Terima kasih.” Bianca mengangguk mengerti.
Marissa menatap Geo, lalu mengembuskan napas panjang. “Meski lemah, organ reproduksi Geo masih berfungsi. Setelah kamu siap, kita akan mengambil benih Geo dan menanamkannya di rahimmu.”
“Baik, Auntie.” Bianca kembali mengangguk.
Marissa menghampiri ranjang Geo. Tangannya mengelus lalu mencium dahi sang putra satu-satunya dengan mata berair. “Mama masih berharap kamu bangun, Geo.”
Sebelum keluar dari kamar, Marissa menatap Bianca kembali. “Uang hadiah pernikahanmu sebesar satu milyar sudah kami transfer. Kamu tidak perlu lagi bekerja di perusahaan Taylor. Mulai saat ini tugasmu hanya mendampingi putraku!”
Bianca tertegun menatap pintu yang ditutup Marissa.
“Satu milyar? Taylor keparat itu hanya memberiku lima ratus juta!”
Spontan, Bianca mendongak. Josh menatapnya dengan dahi berkerut."Kerja." Bianca membalas singkat.Tapi, kemudian matanya melirik seorang pelayan di belakang Josh. Pelayan itu membawa tongkat dan kursi roda."Maksudku, kenapa kerjanya di sini?""Geo lagi tidur. Di dalam gelap.""Hmm."Bianca melihat Josh menatap jam tangannya lalu meminta pelayan meletakkan tongkat dan kursi roda di samping pintu kamar Geo.Lelaki itu lalu ikut duduk di lantai di samping Bianca. "Aku tunggu Tuan Geo bangun saja."Bianca mengangguk. Kepalanya mengendik pada benda-benda yang dibawa Josh."Aku kaget tiba-tiba Geo bisa bicara. Lebih kaget lagi tadi pagi ia minta dipapah ke kamar mandi.""Tuan Geo sudah bisa melakukan itu sebelum pernikahan kalian."Bianca mendengus pelan. "Jadi selama ini kamu yang membantu pemulihannya? Kenapa dokter bisa tidak tau?"Josh tidak berkomentar membuat Bianca menggeleng samar. "Dia pintar sekali berpura-pura koma sampai semuamya nggak tau.""Kamu salah!" Josh meralat. "Dia m
Bianca kembali menatap layar tablet. Tanda tangan dan tulisan tangan di lembar peminjaman memang milik Billy.Tetap saja Bianca menggeleng tak percaya."Kenapa perusahaan membolehkan kakakku meminjam uang sebanyak ini? Aku tidak percaya. Data bisa direkayasa, bukan?""Kakakmu meminjam secara berkala." Geo menjawab santai. "Jumlah itu total peminjamannya.""Tapi, kenapa dikasih??" Bianca masih berusaha menyangkal."Aku hanya menerima laporan."Setiap kali Bianca bertanya, Geo hanya menjawab singkat. Tidak tau. Bianca jadi semakin kesal."Kakakku pinjam satu milyar dan kamu sebagai CEO perusahaan nggak tau? Gimana, sih?"Bianca menatap Geo yang memicing padanya. Sepertinya lelaki itu juga mulai kesal."Tanya sendiri pada Billy.""Oke. Aku pergi sekarang."Bianca membalik tubuh dan segera pergi. Namun belum ada lima menit, wanita itu masuk kembali dengan wajah memberengut."Sekuriti bilang aku tidak boleh keluar dari mansion ini.""Betul.""Kamu mau mengurungku di sini?""Kamu sendiri ya
Bianca mengerjapkan mata mendengar pertanyaan Geo. Netranya berputar ke sekitar ruangan. Apa ia tidak salah dengar? Apa benar Geo yang bicara dengannya barusan?“Kamu – Kamu bicara denganku?” terbata, Bianca menatap Geo dengan wajah tegang. “Sejak kapan kamu bisa bicara?”“A ... Aku tidak perlu menjelaskan apa pun padamu.” Masih dengan ekspresi masamnya, Geo lantas mendengus kasar. “Ke – Kenapa menikah denganku? Mau uang?”“Uang?” ulang Bianca.Belum hilang keterkejutan Bianca karena mendengar Geo bicara, sekarang ia lebih terkejut lagi mendengar tuduhan Geo.Boro-boro bertanya bagaimana Geo bisa bicara, Bianca kini malah panjang lebar menjelaskan bahwa ia hanya bermaksud membantu keluarga Willson.“Aku tidak per ... caya padamu.”Pernyataan Geo membuat Bianca melorotkan bahu. Ia sangat ingin bercerita tentang kebusukan Taylor yang berniat menipu keluarga Willson. Tetapi, ia masih perlu mengumpulkan banyak bukti.“Terserah. Tapi, semua sudah terlanjur. Orang tuamu sudah menikahkan kit
Bianca mundur beberapa langkah saat Taylor mendekat. Jelas, lelaki itu ingin memeluknya.Bianca menggeleng pelan. “Aku sekarang adalah kakak iparmu. Jangan sampai ada yang melihat kita terlalu akrab.”Mendengar itu, Taylor mendengus pelan. “Pernikahanmu dirahasiakan, Sayang. Setelah melahirkan anak Geo, kalian akan bercerai dan kita bisa menikah.”Perut Bianca rasanya bergejolak aneh mendengar pernyataan Taylor. yang telah ia dengar berulang kali. Namun, ia memaksakan senyum dan mengangguk pelan.“Aku pulang dulu. Tadi hanya pamit sebentar pada Auntie Marissa.”Setelah mengatakan itu, Bianca segera meninggalkan Taylor sebelum benar-benar muntah di depan lelaki itu.Saat melewati meja karyawan, ia mendengar obrolan yang menarik. Bianca sengaja memelankan langkah dengan fokus pada ponselnya.“Taylor baru saja mentransfer uang sebesar seratus juta padaku.”“Wah, kamu beruntung! Tuan Taylor benar-benar sudah bertekuk lutut padamu.”Bianca mendesah dalam hati, lalu bergegas keluar dari ged
“Astaga!”Bianca memegangi dadanya yang berdebar kencang melihat Geo menatapnya tajam.Setelah menetralkan debar jantungnya, Bianca berjalan menghampiri ranjang. Ia berdiri di sisi Geo dan saling berbalas tatapan dengannya.“Kamu butuh sesuatu?”Tentu saja Geo tidak bisa menjawab pertanyaan Bianca. Matanya hanya mengerjap-ngerjap dengan wajah datar.“Begini. Kedip satu kali kalau iya, kedip dua kali kalau tidak.” Bianca memberi perintah. “Sekarang jawab aku. Kamu butuh sesuatu?”Mata Geo berkedip-kedip dengan sering membuat Bianca mendengus kasar.“Kenapa nggak ngerti instruksiku barusan? Katanya kamu lulusan terbaik universitas terkenal. Bilioner termuda dan ....” Bianca berhenti mengoceh karena mendengar Geo menggeram pelan.“Wah... sudah bisa menggeram?” Bianca bertepuk tangan. “Kemajuan. Aku harus laporkan ini.”Lalu, Bianca melihat Geo mengedip dua kali. Kepala Bianca menggeleng. “Tidak? Kamu tidak mau orang lain tau kamu mengerti instruksi dan menggeram?”Geo mengedip satu kali.
Bianca mendengus kasar. Bertambah lagi cacat Taylor di matanya.Gadis itu lantas menjatuhkan bokong di sofa dan menutup wajahnya dengan kedua tangan.Selama ini ia begitu bodoh karena percaya pada Taylor. Menyangka lelaki itu benar-benar jatuh cinta padanya adalah kesalahan besar. Bisa-bisanya ia percaya pada seorang penipu!‘Aku akan menggagalkan apa pun rencanamu, Taylor. Untuk itulah aku menikahi Geo agar bisa balas dendam padamu.’ Bianca bertekad dalam hati. Dia tidak akan diam saja dan membiarkan Taylor mempermainkannya seperti boneka yang bodoh.Sore harinya, pelayan bertubuh subur itu kembali masuk. Dengan ramah ia tersenyum dan menunduk santun pada Bianca.“Saya mau mengajari Nyonya cara memandikan Tuan Geo.” Pelayan itu berkata sambil mondar-mandir menyiapkan perlengkapan mandi.“Memandikan? Aku? Bukankah ada perawat?” tanya Bianca beruntun, tampak enggan.“Kami sudah tidak menggunakan perawat sejak tiga bulan lalu,” kata pelayan itu menjawab. “Saya Madam Ana, pengasuh Tuan G