LOGINBianca mendengus kasar. Bertambah lagi cacat Taylor di matanya.
Gadis itu lantas menjatuhkan bokong di sofa dan menutup wajahnya dengan kedua tangan.
Selama ini ia begitu bodoh karena percaya pada Taylor. Menyangka lelaki itu benar-benar jatuh cinta padanya adalah kesalahan besar. Bisa-bisanya ia percaya pada seorang penipu!
‘Aku akan menggagalkan apa pun rencanamu, Taylor. Untuk itulah aku menikahi Geo agar bisa balas dendam padamu.’ Bianca bertekad dalam hati. Dia tidak akan diam saja dan membiarkan Taylor mempermainkannya seperti boneka yang bodoh.
Sore harinya, pelayan bertubuh subur itu kembali masuk. Dengan ramah ia tersenyum dan menunduk santun pada Bianca.
“Saya mau mengajari Nyonya cara memandikan Tuan Geo.” Pelayan itu berkata sambil mondar-mandir menyiapkan perlengkapan mandi.
“Memandikan? Aku? Bukankah ada perawat?” tanya Bianca beruntun, tampak enggan.
“Kami sudah tidak menggunakan perawat sejak tiga bulan lalu,” kata pelayan itu menjawab. “Saya Madam Ana, pengasuh Tuan Geo sejak beliau berusia lima tahun.”
“Salam kenal, Madam Ana.” Bianca menunduk sedikit untuk menghormati wanita yang usianya mungkin sudah menjelang enam puluh tahun itu.
Bianca mengamati Madam Ana membuka seluruh pakaian Geo. Ia menutupi pangkal paha dengan handuk lalu membilas tubuh majikannya perlahan.
Persis seperti yang dilakukan Bianca pada Billy. Tapi masalahnya, ini orang lain yang tiba-tiba menjadi suaminya! Jadi, wajar saja dia risih, bukan?
Saat tubuh Geo dimiringkan, Bianca melihat ruam kemerahan di bagian punggung. Ia tahu ruam itu akibat berbaring terlalu lama. Madam Ana membilas bagian itu dengan sangat hati-hati.
“Sudah berapa lama ruam itu, Madam?”
“Berbulan-bulan. Aku sudah lapor Tuan Taylor, tetapi beliau bilang memang seperti itu akibatnya jika tidak bangun-bangun dari ranjang.” Madam Ana terdengar mengeluh. “Kasihan sekali Tuan Geo.”
“Apa ada salep untuk ruam itu?” tanya Bianca.
“Tidak. Tuan Taylor bilang tidak perlu.”
Taylor benar-benar keterlaluan!
Dia pasti sengaja tidak memberi pengobatan yang maksimal untuk Geo supaya pria itu tidak pernah sembuh. Sebab, ruam yang sama juga ada di punggung Billy, dan itu bisa diobati!
“Apa semua urusan Geo ditangani Taylor?” Bianca bertanya lagi. Ia harus mulai menyusun rencana untuk menggagalkan niat ‘kekasihnya’ itu.
“Sejak Tuan Geo sakit, perusahaan, mansion dan pengobatan Tuan Geo dipegang langsung oleh Tuan Taylor,” kata Madam Ana membenarkan.
“Oh, berarti Taylor sangat dipercaya oleh keluarga Willson, ya?” Bianca pura-pura bertanya dengan nada manis.
Madam Ana terlihat mengembuskan napas panjang. “Iya, begitulah. Siapa lagi di sini yang akan menjalankan semuanya jika tidak ada Tuan Geo? Tuan Atrick dan Nyonya Marissa sudah lama sekali tidak mengurus perusahaan, aset, dan segala printilan mansion.”
Bianca mengangguk mengerti. Mereka telah selesai membilas Geo dan memberinya pakaian yang nyaman.
Di mata Bianca, meski Geo sangat tampan, tetapi lebih terlihat seperti mayat hidup saking pucat kulitnya.
“Apa kamar ini memang selalu tertutup tirainya? Lampu kamar ini juga selalu remang-remang,” kata Bianca sambil memandang sekitar.
“Tuan Taylor bilang, nanti Tuan Geo silau pada cahaya lampu dan matahari. Lampu kamar hanya akan diterangkan jika dokter datang.”
Omong kosong apalagi itu?!
Bianca hanya bisa mendengus kesal dalam hati.
Madam Ana lantas keluar dari kamar Geo setelah membereskan perlengkapan mandi dan membersihkan kamar.
Setelah makan malam, Bianca mencari Madam Ana. Ia menemukan wanita itu di dapur sendirian.
“Madam, aku mau keluar sebentar.” Bianca bicara perlahan, takut ada yang mendengar.
Madam Ana menggeleng. “Jangan, Nyonya. Anda dilarang keluar dari mansion.”
“Aku mau mengunjungi kakakku dan beli obat. Tolong, ya. Aku tahu tidak ada orang di mansion ini. Jadi, Taylor dan orang tua Geo tidak akan tahu aku pergi,” ujar Bianca menjelaskan.
“Kamu mau mengunjungi Billy?”
Bianca mengangkat kedua alisnya, terkejut. “Madam kenal kakakku?”
“Hei, kami sama-sama bekerja dengan Tuan Geo. Kursi yang kamu duduki sekarang itu tempat Billy biasa duduk dan minta makan padaku.”
Spontan kepala Bianca menunduk menatap kursi yang didudukinya. Ia lalu tersenyum miris.
“Bagaimana keadaan Billy? Aku dilarang menjenguknya oleh Tuan Taylor.”
Bianca menghela napas panjang. “Keadaan Billy sebenarnya masih lebih baik dari Geo, meski awalnya luka-luka Billy lebih parah. Kenapa Madam dilarang menjenguk kakakku?” tanyanya bingung.
“Kata Tuan Taylor, Billy ditempatkan di ruang isolasi yang tidak diperbolehkan dikunjungi.”
Cih! Manusia satu itu benar-benar berhati busuk!
Pantas saja selama dirawat, tidak ada satupun teman-teman Billy yang menjenguk. Ternyata semuanya karena Taylor!
“Aku minta nomor telepon Madam. Nanti sampai di rumah sakit, aku akan video call supaya Madam bisa lihat sendiri aku benar-benar mengunjungi kakakku.”
Ragu-ragu, Madam Ana menyebut nomor ponselnya.
Tanpa mencatat, Bianca mengangguk. “Aku pergi lewat pintu pelayan, ya. Supaya penjaga gerbang nggak curiga.”
Bianca segera menyisip keluar sebelum Madam Ana kembali mencegahnya. Di pinggir jalan, Bianca menyetop taksi dan meminta supir melajukan kendaraan menuju rumah sakit.
“Hai, Bil-Bil.” Dengan riang, Bianca menyapa kakaknya dengan panggilan kesayangan.
Kepala Billy hanya menggeleng, lalu menunjuk tubuh Bianca. Billy memang belum bisa bicara akibat trauma kecelakaan.
Bianca mengangguk mengerti. “Iya, aku nggak pakai baju kerja hari ini. Soalnya ada sesuatu yang terjadi yang mau aku ceritakan.”
Bianca duduk di pinggir ranjang. Ia merebahkan kepalanya di dada sang kakak dengan rasa haru hingga matanya berair. Tetapi, cepat ia menguasai diri karena tidak pernah mau terlihat lemah di depan sang kakak.
Jari manis yang terselip cincin emas polos ditunjukkan Bianca di depan wajah Billy. Kakaknya itu menatap benda di jari sang adik dengan kening berkerut.
“Aku sudah menikah.”
Billy menggeleng lalu menggeram keras. Jelas, lelaki itu terkejut. Matanya terlihat tajam menatap Bianca.
Dengan santai, Bianca memainkan cincin tersebut dan bercerita. “Bil-Bil lama sih sembuhnya, jadi nggak ada lelaki yang menjagaku. Adiknya ini cantik dan sangat pintar lho. Perlu pengawal.”
Billy kembali menggeleng. Tubuhnya terlihat bergerak tak tentu seperti hendak berontak.
“Jangan marah.” Bianca menenangkan Billy. “Dia lelaki baik-baik. Tampan dan kaya. Nggak banyak tingkah seperti Bil-Bil. Makanya kamu harus cepat pulih ya, supaya bisa kenalan sama suamiku. Oke?!”
Bianca tersenyum pias. Beberapa jam ke depan, ia tetap di sana menemani sampai Billy tertidur.
Ia membenahi selimut sang kakak sebelum menyelinap keluar dan kembali ke mansion.
Sampai di kamar, Bianca mengganti pakaiannya dengan piyama. Ia sama sekali tidak sadar, mata Geo terbuka dan terus mengamatinya ….
Atrick meliriknya kalem.“Setelah melamar, tugasmu hanya dua hal: bayar pesta dan hadir. Sisanya biar keluarga yang urus.”Geo mengangkat tangan. “Aku setuju.”Taylor menatap Bianca seperti mencari pertolongan. “Bi—tolong hentikan mereka.”Tapi Bianca malah menahan tawa. “Maaf, aku tidak bisa membantu. Saat aku menikah dengan Geo pun sama keadaannya seperti ini.”Dini menggeleng, masih bingung. “Saya… kami belum merencanakan sampai sejauh itu.”Marissa menepuk tangan Dini. “Tenang, Dini. Kamu hanya perlu memutuskan satu hal.”Dini menatapnya, bingung. “Apa itu, Auntie?”Marissa tersenyum lebar. “Lebih suka dekorasi putih-emas atau hijau-rustic?”Taylor hampir tersedak ludah sendiri.Dari meja anak-anak, Blue dan Grey yang mengerti apa yang terjadi bertepuk tangan. Lalu, Grey mengumumkan bahwa Alika sebentar
Siang ini, Bianca mengundang Dini dan Alika ke mansion untuk makan siang bersama. Taylor menjemput mereka. Dalam perjalanan, ia menjelaskan sedikit tentang keponakan-keponakannya.“Santai saja, ya.” Taylor membukakan pintu untuk Dini dan Alika begitu mobil telah terparkir di depan pintu masuk mansionDini tersenyum dan mengangguk pelan. Sebagai seorang guru, ia terbiasa berinteraksi dengan banyak orang. Apalagi sebelumnya ia pernah bertemu dan mengobrol dengan Bianca.Bahkan Dini merasa sebenarnya Taylor yang terlihat sedikit tegang.Tubuh Alika rapat pada Dini. Kepalanya mendongak ke atas menatap bangunan megah di depannya.“Ini apartemen Om Taylor?”Taylor membungkus menatap wajah Alika. “Ini rumah milik orang tua Om Taylor.”“Hah? Ini rumah? Gede banget.” Alika terlihat bingung.Taylor hanya mengusap sayang kepala Alika. Mereka masuk ke mansion dan mendapat sambutan dari pelayan yang langsung mengarahkan bertemu keluarga Willson.Ruang makan besar di mansion sudah ditata lebih hang
Taylor baru saja turun dari mobil ketika melihat Geo keluar dari mobil lain dengan koper kecil. Wajah Geo tampak segar—jelas ia baru kembali dari liburan singkat. Bianca dan anak-anak langsung masuk ke kamar.“Aku tau Kak Geo baru pulang dan mungkin lelah, tetapi.... ““Ada apa? Kamu kelihatan tegang,” tanya Geo menatap mata Taylor. “Josh bilang kerjamu bagus kok di perusahaan.”“Bukan masalah perusahaan,” jawab Taylor cepat. “Ada hal penting yang harus kalian tahu.”Nada suaranya jarang sekali serius begitu, hingga membuat Geo mengangguk dan mengikuti. Geo akhirnya juga mengabari Bianca.“Aku mau kalian mendengar sesuatu,” katanya perlahan, lalu menatap Bianca. “Tentang Dini… dan Alika.”Ruangan langsung sunyi. Bahkan suara pendingin ruangan terdengar jelas. Taylor menarik napas dalam-dalam.“Dini akhirnya jujur padaku tentang masa
Dini terdiam mendengar cerita masa lalu Taylor. Padahal, hanya sebagian saja. Dia juga tidak berani secara detail bercerita karena berhubungan dengan kehormatan keluarga Willson.“Kamu... memanfaatkan kepintaran Bianca, korupsi, bahkan membuat Bianca dan Geo sempat berpisah?”“Memang jahat banget aku.”“Wow!” Dini menggeleng tak percaya. “Dan sekarang kalian bisa saling memaafkan?”“Well... sebelumnya ada proses aku diasingkan di perkebunan dulu. Lalu, aku menyesal banget dan tobat hingga akhirnya dimaafkan.”“Ternyata keluarga Willson luar biasa baik.”“Memang, aku bangga menjadi salah satu bagian dari mereka.”Hening seketika. Sebenarnya, Taylor mengira setelah mendengar cerita tentang kisah hidupnya yang sempat berantakan, Dini pun akan mengungkapkan tentang hidupnya. Namun, Dini hanya mengembuskan napas panjang.Mungkin memang sangat berat bagi Dini untuk sekedar mengingat masa lalu itu.“Umm... Kalau kamu butuh bantuan mencari papa Alika, bilang saja. Aku bisa membantu.”Dini men
Geo mengajak Bianca bepergian. Namun, karena masih menyusui, Sky dan Luna juga ikut serta.Sementara Geo dan Bianca pergi, Taylor yang mengurus perusahaan. Awalnya, Taylor agak canggung. Namun, hari berikutnya ia mulai terbiasa.“Anda masih hebat dalam pendekatan dengan klien, Tuan Taylor.”Taylor mendengus pelan mendengar pujian Josh. “Baru kali ini kamu memujiku.”“Memang. Kala itu saya setuju pada Tuan Geo bahwa anda menyebalkan.”Taylor tergelak. Ia membereskan berkas di meja lalu menyerahkan pada Josh. “Terima kasih untuk hari ini.”Josh mengangguk. “Terima kasih juga, Tuan Taylor. Senang melihat anda kembali ke perusahaan.”Mata Taylor memicing. Kerutan di dahi tampak jelas mendengar pernyataan asisten setia Geo itu.“Kalian bersekongkol untuk mengembalikanku ke perusahaan, ya?” tebaknya.“Hanya memberi anda kesempatan, Tuan. Lagipula, duduk di kursi kebesaran pemimpin lebih baik daripada duduk di kursi restoran dan berhadapan dengan berbagai jenis wanita setiap minggu.”“Sial k
Taylor mengerjap beberapa kali mendengar pernyataan Geo. Tetapi, lelaki itu sudah membalik tubuh dan berjalan cepat ke ruang kerja. Mereka memang akan rapat bersama.Sambil mengekori Geo, Taylor berpikir tentang apa yang baru saja diucapkan Geo. Apa maksud kakaknya itu, ia harus berpacaran dengan Dini?Ternyata di dalam ruang kerja hanya ada mereka berdua. Padahal Taylor berpikir keluarga Willson akan berkumpul semua di sini.“Kita rapat berdua saja?” Penasaran, Taylor bertanya.“Iya.” Geo mengangguk, lalu duduk di sofa.Taylor mengikuti. Ia mengamati Geo yang sedang membuka laptopnya lalu mengucapkan terima kasih pada pelayan yang membawakan minuman dan pergi meninggalkan mereka.“Willson Corporation baik-baik saja, kan? Namamu juga masih ada pada daftar sepuluh bilioner berpengaruh di negara kita.” Taylor membuka percakapan.Geo tertawa kecil. “Sesungguhnya, aku sudah tidak peduli dengan daftar itu.” Ia menutup map di depannya dan menghela napas panjang. “Begini, Tay. Aku butuh bant







