"Kamu yakin Nduk, mau kerja ke kota?" tanya Pak Ramli sambil terbatuk-batuk, karena penyakitnya yang tak kunjung sembuh.
"Mau bagaimana lagi Pak? kalau bukan Sekar yang kerja, terus siapa?" jawab gadis berusia 18 tahun itu, menatap wajah Bapaknya, yang terlihat sedih."Bapak masih bisa kerja Nduk.." ucap lelaki paruh baya itu, tampak tak setuju. Apalagi Sekar, anaknya itu baru saja lulus dari sekolah menengah atas nya."Tapi kita butuh biaya cepat, untuk berobat Ibu Pak, kata dokter penyakit Ibu harus segera di operasi." jawab gadis yang terkenal sebagai bunga desa di kampungnya itu, tetap ngotot untuk berangkat kerja, di kota."Bapak khawatir Nduk.." ucap Pak Ramli dengan wajah sendu. Usianya yang baru 45 tahun itu, terlihat jauh lebih tua dari usia aslinya, karena beratnya pekerjaan, yang selama ini ia lakoni."Bapak ndak usah khawatir ya, kemarin Mbak Novi sudah menghubungi Sekar, katanya di rumah tempat dia bekerja, lagi butuh dua orang pembantu lagi." ucap Sekar, mencoba menenangkan Bapaknya."Novi anaknya Pak Giman?" tanya Pak Ramli, memastikan."Iya Pak, Mbak Novi di sana kerjanya sudah enak, gajinya juga cukup besar. Bapak doakan Sekar ya, supaya bisa segera dapat uang, untuk berobat Ibu." ucap gadis itu lagi, kemudian memeluk Bapaknya."Ya sudah, kalau memang itu sudah jadi keputusanmu, Bapak bisa apa??" ucap lelaki yang berpostur tubuh sedang itu, mengelus puncak kepala putrinya, sedih.*****Hari keberangkatan Sekar telah tiba, pagi-pagi sekali, Pak Ramli mengantarkannya sampai terminal, untuk menuju Jakarta.."Bapak ndak usah sedih gitu, doakan saja semoga Sekar kerasan, di tempat kerja Sekar." ucap gadis berkulit kuning langsat itu, mencium punggung tangan Bapaknya."Pasti Nduk, doa Bapak dan Ibu, selalu ter panjatkan buat kamu." ucap Pak Ramli, mencium kening putrinya, dan melepasnya untuk segera naik ke bus.****Perjalanan dari desa menuju Ibukota cukup jauh, membutuhkan waktu sekitar 4 jam perjalanan. "Nggih Mbak Novi.!" Sekar mengangkat telepon dari tetangganya itu, yang tiba-tiba menelepon."Oh, jadi nanti ada yang jemput Sekar di terminal?" jawabnya."Baik Mbak, baik..terimakasih ya Mbak.." jawab gadis yang mengenakan kerudung coklat itu, mengangguk-angguk, mendengarkan instruksi dari Novi, perempuan yang sudah lama, bekerja di kota.Berkat Novi lah, dia bisa mendapatkan pekerjaan sebagai seorang pembantu.Sekar yang terlahir di tengah keluarga sederhana, menjadikan gadis jelita itu sudah mandiri semenjak kecil.Di kampungnya ia menjadi idola, karena kecantikan nya.Namun pemuda-pemuda kaya, tak dapat meminangnya, karena tentu saja kesenjangan sosial, dan ekonomi yang mencolok tajam, diantara mereka.Kasta dalam Islam memang sudah tak ada, namun nyatanya masih begitu banyak lapisan masyarakat, yang mempermasalahkan hal itu.Seperti kejadian beberapa bulan lalu, anak seorang juragan kaya, ingin meminangnya, karena jatuh hati dengan kecantikan yang dimiliki oleh Sekar.Namun orang tuanya langsung melabrak keluarga Sekar, dan menyuruh Sekar untuk menjauhi putra mereka.Sepenting itu kadang status sosial seseorang, sehingga walau memiliki wajah yang rupawan, membuat Sekar tak jarang hanya di pandang sebelah mata.Sekar yang duduk di dekat jendela bus, berkali-kali harus merapikan pucuk kerudungnya, yang miring kanan, kadang miring kiri, diterpa angin. Ia tak dapat memejamkan matanya, karena rasa mual yang melanda nya. Mabuk kendaraan, itu salah satu yang membuatnya lebih suka melakukan perjalanan, dengan mengendarai motor. Tapi karena perjalanannya kali ini cukup jauh, jadi tidak mungkin dia melakukan perjalanan, dengan naik motor.Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, kini gadis itu telah berdiri di terminal, tempat di mana ia akan di jemput, oleh anak sang majikan.Tadi Novi telah memberitahunya, jika anak majikannya itu masih muda, sekitar berumur 30an, dan membawa mobil berwarna hitam.Berkali-kali, Sekar celingak-celinguk, mencari sosok yang akan menjemputnya di dalam terminal."Mana ya? kok gak ada ya yang pakai mobil hitam." gumam nya, sambil memegangi tas besar berisi pakaiannya, dengan waspada. Beberapa calo bis dan angkutan, sempat menanyainya, ingin pergi kemana.Namun Sekar segera memberitahu, bahwa dia sudah ada orang, yang akan menjemput."Apa aku telpon saja ya Mbak Novi nya??" gumamnya lagi, kemudian segera mengeluarkan ponsel second, yang berhasil ia beli dengan lumayan murah, ketika belanja ke pasar, hasil ia menabung selama ini.Belum sempat panggilannya di jawab, tiba-tiba seseorang merampas ponselnya begitu saja, dan berlari menjauhi nya.Tentu saja Sekar histeris dan segera berteriak, sambil mengejar copet itu. "Tolong copet!!!!" serunya berlari mengejar copet, dengan berlari cukup kencang sambil memeluk tas bawaannya.Sudah terbiasa berjalan kaki, dan berlarian di kampung, membuat Sekar tak kesulitan untuk mengejar copet itu, sambil berteriak-teriak. Banyak orang-orang yang ikut berlari, untuk membantu mengejar si copet.Sesampainya di luar terminal, copet yang panik, segera memberikan ponsel pada seorang laki-laki yang tengah berdiri di pinggir jalan, di samping mobilnya.Warga yang melihat itu, segera menghampiri lelaki tadi, dan menuduhnya sebagai komplotan copet tadi."Sabar Pak sabar!!! saya ini bukan copet! saya hanya sedang menunggu orang untuk saya jemput!" jelas pemuda itu, menahan warga yang ingin memukuli nya.Namun warga tak percaya, "Alah!!!! mana ada maling ngaku! kalau sampai maling pada ngaku, ya pasti bakalan penuh tuh, penjara!!" sahut salah satu warga tadi, dan segera melayangkan pukulannya secara bertubi-tubi. "Stop!!! Stop!!! jangan main hakim sendiri bapak-bapak! ! sekarang yang penting hp saya sudah ketemu!" jerit Sekar, mencoba melindungi pemuda itu, dan menghalangi warga yang ingin memukul.Mendengar itu, pemuda tadi tampak marah.."Oh! jadi ini hp lo!??" serunya, segera memberikan ponsel itu, ke tangan Sekar."Gara-gara lo, gue hampir mati di pukuli sama warga!" serunya kesal. "Ya makanya Mas, jangan suka nyopet kalau gak mau di pukuli sama warga! yang ada jadi bonyok kan?" Sekar menjawab, dan menyalahkan pemuda itu."Aku bukan copet woi!! aku lagi nungguin orang, buat aku jemput!!" jawab pemuda itu marah.."Sek sek Mas, aku lagi ada sms ini!" jawab Sekar segera membuka ponselnya yang berbunyi.Bersambung"Aku bukan copet woi!! aku lagi nungguin orang, buat aku jemput!!" jawab pemuda itu marah.."Sek sek Mas, aku lagi ada sms ini!" jawab Sekar segera membuka ponselnya yang berbunyi.["Ini nomor hp Mas Niko, yang jemput kamu ya Sekar."] tulis pesan itu, yang ternyata dari Novi.Sekar segera menghubungi nomor itu dengan terburu-buru. Tapi ternyata, ponsel pemuda di depannya berbunyi, dan ia segera menjawab."Ya hallo..!!" jawab pemuda itu ketus."Hhhhallo... " Sekar menjawab, dan segera melihat pemuda itu, dengan wajah ketakutan.Aduh! !! mati aku!' gumam nya, saat melihat mata pemuda itu melotot kepadanya tak percaya, jika ternyata orang yang sedang di tunggunya dari tadi, adalah gadis yang ada di depan nya saat ini, yang hampir saja membuatnya mati konyol di pukuli oleh warga."Kamu!!!!" seru pemuda yang bernama Niko itu, melotot dan menunjuk wajah Sekar, dengan sangat kesal.Warga yang masih berkerumun dan melihat hal itu, seketika bubar dengan ketakutan.Mereka takut, kalau sampai p
"Jadi ini, pembantu yang akan mengurus Tania?" tanya bu Raya, ibu dari Niko memandangi Sekar, dari atas sampai bawah."Iya Nyonya." jawab Novi."Tapi apa dia sudah berpengalaman? kelihatannya masih muda banget, berapa usia kamu?" tanya bu Raya, memandang Sekar."Saya baru mau 19 tahun Nyonya." jawab Sekar."19 tahun?? masih muda sekali. Terus kamu berani melamar kerja di rumahku ini, sudah punya keahlian apa?" tanya perempuan paruh baya, yang masih terlihat begitu cantik dan modis di usianya yang sudah tak muda lagi itu, menatap tajam Sekar."Banyak Nyonya, saya bisa bersih-bersih, bisa masak, nyuci.." jawab Sekar."Kalau ngurus balita berkebutuhan khusus bisa?" tanya Bu Raya lagi, masih menatap Sekar."Balita??" tanya gadis belia itu, kemudian menoleh ke arah Novi, karena sebelumnya, Novi tak pernah menyebut balita, dalam pekerjaannya.Tapi kemudian, dengan mantap Sekar segera mengangguk."Bisa Nyonya." jawabnya, tanpa ragu."Oke, baiklah. Tapi sebelum kamu benar-benar di terima di r
"Kenalin Mbak, namaku Sekar." Sekar mencoba berkenalan dengan Sisil, yang terlihat angkuh itu.Sisil hanya menatap tangan Sekar sekilas, saat mengajaknya untuk bersalaman.Merasa di abaikan, Sekar akhirnya menyibukkan diri, untuk menata baju-baju nya, ke dalam lemari pakaian."Perlu aku garis bawahi ke kamu, gak usah sok dekat deh sama aku. Status kita itu berbeda, karena sebentar lagi, aku akan menjadi bagian dari keluarga ini, sedangkan kamu, akan tetap menjadi babu!!" ucap Sisil sinis."Mendengar ucapan Sisil barusan, tahulah Sekar, jika gadis yang sekarang menjadi teman satu kamarnya itu, tak menyukai dirinya."Satu lagi, kamu jangan pernah kegenitan atau godain Mas Denis! karena Mas Denis itu pacar aku!!" ucap gadis berambut pendek itu, bersedekap, dan menatap wajah cantik Sekar, yang sepertinya bisa menjadi sebuah ancaman baginya.Sekar sedikit terkejut mendengar itu, ia tak menyangka, kalau ternyata pelayan sepertinya, bisa berpacaran dengan anak majikan."Saya disini cuma mau
"Syukurlah Tania mau membuka diri pada gadis itu, Raya." ucap Oma, yang juga tampak bahagia, melihat cicit nya mulai terlihat ceria lagi.Ketika Mama Tania meninggal, waktu itu Tania baru berusia 4 tahun.Hampir 3 bulan lamanya, semenjak Mamanya pergi, gadis kecil itu setiap hari menangis mencari Mamanya, dan selalu berlari kesana kemari, mencari sang Mama.Tak ada yang tak menangis, melihat gadis kecil itu, begitu kehilangan sosok sang Mama.Setiap pengasuh yang datang, tak ada satupun yang bisa merebut kembali hati bocah itu.Bu Raya menyusut air matanya, karena bahagia, akhirnya cucunya bisa tersenyum lagi.Niko hanya diam saja menyaksikan itu, walau dalam hati kecilnya, dia sungguh merasa sangat bersyukur, akhirnya ada orang yang bisa mengasuh Putri semata wayangnya itu.Sisil yang menyaksikan itu semua, merasa sangat kesal, apalagi saat di lihatnya, Denis kekasihnya juga menatap kagum ke arah Sekar."Adududuhhhh..jangan keras-keras donk pijitnya, kan sakit !" seru Oma, memecah ke
"Kata Oma buburnya gak enak Nyonya." jelas Novi, yang hendak mengambilkan makanan baru untuk Oma."Kok bisa??" Bu Raya segera menatap ke arah Sisil, yang hendak membuang bubur ke tempat sampah."Tunggu, jangan di buang dulu, tadi sudah kamu icipi belum? terus kamu bikinnya sesuai dengan resepnya kan??" tanya bu Raya, menatap tajam, ke arah gadis yang memanyunkan bibirnya itu."Sudah kok." jawab Sisil, tampak sedikit gugup."Coba sekarang kamu cicipi bubur itu!" perintah bu Raya tegas."Tapi tadi sudah saya icip kok Nyah!" Sisil tampak tidak mau, untuk mencicipi bubur buatannya sendiri."Sudah, sekarang coba kamu icip lagi!" Dengan berat hati, akhirnya Sisil menyuap satu sendok kecil, bubur yang dia buat tadi."Huekkk! " dengan langkah tergesa, dia segera berlari menuju kamar mandi belakang, ingin muntah.Bu Raya tampak geram melihat itu."Bagaimana rasanya??" tanya perempuan paruh baya itu, begitu Sisil telah keluar dari kamar mandi. "Eng..gak enak Nyonya." jawab Sisil, nyengir tan
"Gak mau ke Kafe Bang? sekarang pesanan via online sedang rame-rame nya," ujar Denis, yang melihat Kakaknya masih asik memainkan ponselnya di ruang tengah. "Iya, gue mandi deh." jawab Niko, yang mulai remaja sudah turun langsung, ke dunia bisnis orang tuanya dan membantu usaha kuliner, milik keluarga nya itu.Niko kemudian segera beranjak, dan naik ke lantai lima, menggunakan lift yang memang tersedia di rumah yang memiliki ruangan, hingga 5 lantai itu."Sekar, setelah buburnya matang, kamu langsung antarkan ke kamar Oma ya?" perintah bu Raya, karena kebetulan Tania masih tidur."Emm tapi kamar Oma yang mana ya, Nya? saya tidak tahu." jawab Sekar bingung."Biar saya aja, yang antar kan Nyah..!" Sisil yang tengah mengepel lantai, menawarkan diri, karena merasa jenuh harus memegang gagang pel terus mulai tadi. "Gak usah, biar Sekar aja! lagian Oma juga sudah tidak mau di urusin sama kamu!" cetus bu Raya, dengan tegas menolak.Sisil memberengut kesal, dan langsung pergi sambil menghent
"Kenapa kakinya Bang?" Denis menata heran, kaki Kakaknya yang berbalut kain kasa."Iya, kamu kenapa Niko?" bu Raya juga tampak penasaran. "Ini nih, ulah pembantu kesayangan Mama!" cetus pemuda berambut cepak itu, melirik kesal ke arah Sekar, yang sedang membuang sisa pecahan gelas, ke tempat sampah."Maksud kamu siapa sih?" tanya bu Raya, pura-pura tak tahu."Tuh!" Niko memonyongkan bibirnya, menunjuk Sekar."Ohh, jadi gara-gara Sekar lagi ya? kok bisa sih?" tanya bu Raya, merasa penasaran. "Dia jalan gak hati-hati, main tabrak orang saja, jadi pecah deh gelas yang di bawanya, beling nya kena kaki Niko nih!" jawab Niko, menunjukkan lukanya."Ya ampun. tapi sudah di obati kan?" tanya bu Raya, sambil sibuk meletakkan bunga-bunga baru ke dalam vas, yang ia letakkan di meja."Sudah. Pokoknya jangan dekatkan dia ke Niko Mah, bisa sial hidup Niko, kalau kayak gini terus. Kemarin muka di bonyokin, sekarang kaki hhuh!" gerutunya, tak selesai selesai."Jangan gitu Bang, entar Abang jatuh cin
Sepanjang perjalanan, Tania tampak menikmati perjalanan dengan terus menatap ke arah luar jendela. Tapi tiba-tiba Tania menangis, sambil terus menarik-menarik tangan Sekar. Sekar jadi bingung dibuatnya, karena gadis kecil itu sama sekali tak mau mengungkapkan dengan kata_kata-kata, hanya tangannya saja, yang terus menarik-menarik tangan Sekar, sambil menangis."Tania kenapa?" tanya Niko, menatap melalui kaca depan. "Tidak tahu Mas, sepertinya ada sesuatu yang di inginkan sama Non Tania." jawab Sekar, tampak sedikit kewalahan menghadapi Tania yang menangis.Niko segera minggir, dan menghentikan mobilnya.Lelaki dengan postur tinggi tegap itu, segera turun dari mobil, padahal perjalanan menuju restonya, tinggal sebentar lagi."Ada apa?" Niko segera membuka pintu belakang, dan mengambil Tania dalam gendongannya."Tidak tahu Mas, sepertinya ada sesuatu yang Non Tania inginkan.." jawab Sekar, segera ikut turun."Apa ya?" gumam Niko, sambil melihat ke sekeliling.Tiba-tiba Niko teringat,