Share

Bab 3

Author: Vyra Fame
last update Last Updated: 2022-10-14 16:55:36

SI MISKIN YANG MENDADAK KAYA

(KETIKA SI MISKIN YANG DIHINA MENJADI JUTAWAN)

bab 3

"Tapi Ri....

"Ooo bagus ya kalian, sekarang sudah berani secara terang-terangan ketemuan disini!" Tiba-tiba saja sebuah suara yang lantang dan cempreng membuat tanganku yang tengah memegang lembaran uang sontak melepaskan uang itu lantaran terkejut.

Kupalingkan wajah melihat siapakah orang dengan suara cemprengnya itu.

"Mbak Meri, " ucapku lirih sembari terbelalak melihat Mbak Meri sudah berdiri di hadapanku.

Mbak Meri adalah Kakak perempuanku yang nomor dua, sedangkan Kakak sulungku laki-laki bernama Mas Tio.

"Jadi benar apa yang dikatakan orang tentangmu kalau kamu ada main sama laki beristri. "

"Mbak, jangan salah paham, itu semua gak benar, demi Allah aku gak seperti itu, Mbak. "

"Iya, Mbak, kami gak melakukan apa pun dan tidak memiliki hubungan apa pun," sanggah Mas Haris.

"Halah, gak usah ngelak, kalau gak ada hubungan ngapain kalian tadi pegang-pegangan tangan?"

"Bukan begitu, Mbak, ini aku cuma mau kembalikan uang Mas Haris tempo hari, aku gak mau terus dipojokkan karena merusak rumahtangga orang lain."

"Alah, Ri, kalau iya pun gak papa, daripada kamu sama si Anam terus bukannya makin enak hidupmu tapi makin blangsak, " cebik Mbak Meri.

"Maksud, Mbak? "

"Ya lebih baik kamu cerai dari Amar, udah jelek, miskin lagi, anak istri ditinggal merantau eh tiap bulannya cuman dikasih uang 500, udah gitu mesti dibayarkan buat nyicil rumah lagi, kalau aku sih ogah, tapi untuk apa kamu setia toh belum tentu di sana dia juga setia. "

"Aku yakin Mas Anam gak seperti yang Mbak katakan, aku yakin dia setia Mbak, dan aku juga akan menjaga hati dan cinta ini untuk suamiku, aku permisi dulu Mbak, Mas, " ucapku pada akhirnya karena aku tidak sanggup jika harus mendengar ocehan dari Mbak Meri, aku sangat tahu watak Mbak Meri itu seperti apa.

"Riri tunggu!" pekik Mas Haris mencoba menghentikan langkahku juga Zahra, tapi aku tak menghiraukannya, aku tetap melanjutkan langkahku menuju rumah.

***

"Riri, buka Ri!" Lagi dan lagi sebuah suara yang memekakkan telinga kembali terdengar.

"Huh, siapa lagi sih, kenapa sih orang-orang itu suka sekali mengusik hidup si miskin ini, " batinku menggerutu. Dan dengan sangat terpaksa aku membukakan pintu karena aku tak mau gedorannya membuat pintu rumahku jebol.

"Heh Riri! Apa benar yang dikatakan orang tentangmu! Berani kamu menghianati Mas Anam!" Kini yang datang adalah Lintang, adik tiri dari Mas Anam.

Oh iya aku belum ngasih tau kalau Mas Anam adalah anak tunggal dari almarhumah Ibu mertua, sedangkan Lintang adalah anak bawaan dari Bapak sambung Mas Anam. Sementara Bapak kandung Mas Anam entah dimana keberadaannya, dari cerita Mas Anam katanya semenjak usianya tiga tahun. Bapak mertuaku pamit pergi merantau, dan awalnya komunikasi mereka masih lancar. Bahkan, masih mengirimi almarhum Ibu mertua uang, tapi tiga bulan kemudian Bapak mertuaku hilang bak ditelan bumi. Sama sekali tidak bisa dihubungi dan entah di mana keberadaannya tidak ada yang tahu. Hingga akhirnya Mas Anam sudah menganggap kalau dirinya adalah anak yatim, baru setelah usia Mas Anam menginjak sepuluh tahun almarhum Ibu mertua menikah lagi dengan Bapak sambung Mas Anam dengan membawa seorang anak perempuan yang kini berdiri dengan tatapan garang di depan rumahku ini.

Mas Anam juga sudah merantau ke jakarta satu tahun setengah lamanya, selama itu juga kami menjalani hubungan jarak jauh. Semisal rindu, hanya video call yang bisa mengobatinya, karena kalau Mas Anam harus pulang kesini tentu akan memakan biaya yang tak sedikit. Sementara jarak dari rumahku ke jakarta akan memakan waktu semalaman. Ah, semoga Allah masih memberikan kesempatan untuk keluarga kecilku berkumpul lagi seperti dahulu, betapa aku merindukan sosok suamiku itu.

"Apa kamu ada bukti menuduhku seperti orang-orang itu? Kalau tidak tahu ceritanya seperti apa jangan sok tahu." Aku terbuyar dari lamunanku, dan akhirnya aku memberanikan diri untuk membela diri. Sudah cukup diri ini dihina dina oleh orang-orang tak berperasaan seperti mereka, kini saatnya aku membela harga diri keluarga ku agar mereka tak seenaknya menginjak-nginjak si miskin ini.

"Berani kamu melawan aku! Atau jangan-jangan benar apa yang dikatakan orang-orang itu tentangmu, dasar pel**ur! "

"Cukup Lintang! Tidak capek kah kalian semua menghina keluarga ku ha! Apa salahku pada kalian, aku tidak pernah mengusik hidup kalian! Dan jangan pernah kau bangunkan macan tidur, selama ini aku diam bukan karena aku lemah tapi aku masih menghargai kalian, tapi jika kalian memintaku untuk bertindak kasar maka akan aku layani!" ucapku dengan tatapan yang tak kalah nyalang dari Lintang.

"Pantas saja hidupmu selalu miskin, mungkin Tuhan memang tidak mau melihat orang sepertimu sukses! "

"Tau apa kau tentang takdir Tuhan? Apa kau kaki tangan Tuhan? Jangan sombong Lintang! Mungkin saat ini kami yang miskin, tapi siapa bisa jamin jika kekayaan suamimu itu akan bertahan lama!" sentakku pada Lintang.

"Cih, dasar perempuan su**al, akan aku adukan tingkahmu ini pada Mas Anam, biar kau diceraikannya dan menjadi ja*da gatal!" ucap Lintang sembari meludahi mukaku.

Cukup sudah, kesabaranku sudah habis, ini betul-betul penghinaan namanya. Aku berjalan mendekati Lintang dengan dada bergemuruh, mungkin saja wajahku memerah lantaran begitu banyak api amarah yang membuat wajahku panas. Tidk pakai aba-aba, aku pun menampar wajah putih mulus Lintang tapi dengan kondisi leher yang coklat atau istilahnya belang, bagaimana tidak jika yang dirawat hanya sebatas wajah saja.

"Kurang ajar! Berani kau menamparku! " hardik Lintang dengan sudut bibir yang sedikit mengeluarkan darah.

"Itu pantas untuk manusia bermulut tajam sepertimu, dan aku peringatkan padamu, berhenti mengusik hidupku karena aku juga tak pernah mengusik hidup kalian. Jangan jumawa jika diatas langit masih ada langit, maka tak menutup kemungkinan suatu saat nanti aku yang berada di atasmu, " ujarku sembari menatap tajam Lintang.

"Jangan mimpi kamu Riri, orang miskin sepertimu tak akan pernah bisa menyaingiku hahahahaha, dan ingat aku tak terima kau perlakukan begini, lihat saja akan kuadukan kau pada Mas Anam biar kau dicerai sama dia," ucap Lintang yang kemudian berlalu meninggalkan rumahku.

***

"Riri sini!" panggil Citra padaku.

Selain Bu Ajeng, Citra juga salah satu manusia yang masih memiliki hati nurani,  dan sejauh ini Citra lah yang menjadi teman terdekatku, hanya dia yang masih sudi berteman denganku yang miskin ini. Ibu dari sahabatku itu juga baik padaku,  Bu Tiar namanya. Namun sayang,  di usianya yang sudah matang, yakni 25 tahun,  Citra juga belum mau menikah,  entah apa alasannya. 

"Ada apa sih Cit,  heboh bener?" tanyaku sembari menghampiri Citra di teras rumahnya. 

"Kamu udah tau belum, kalau di desa ini akan dibangun sebuah pabrik gula?" 

"Belum,  memangnya kenapa?  Kan malah bagus, bisa membuat desa kita semakin maju,  lagian disini kan memang banyak tumbuhan tebu dan kurasa memang cocok jika di bangun pabrik gula. 

"Iya sih,  tapi kamu tau gak kalau pabrik gula yang akan dibangun itu akan mempekerjakan sebagian warga sini juga,  jadi rencananya aku juga mau melamar di pabrik itu,  kamu juga ikut ya?  Ijazahmu kan SMA,  sayang kan kalau gak digunakan."

"Iya sih,  tapi jika aku kerja bagaimana dengan Zahra,  selama ini aku gak cari kerja selain jadi pembantu karena bingung mau nitipin Zahra ke siapa,  karena cuma jadi pembantu  yang kerjanya bisa bawa anak,  itu pun gak semua majikan mau. "

"Iya juga sih,  tapi yah dicoba aja dulu masukin lamarannya,  mana tau kan keterima,  masalah pengasuh nanti kita pikirkan lagi,  nanti aku bantu carikan yang mau mengasuh anakmu. "

"Kamu serius Cit?" tanyaku pada Citra,  dan dijawab anggukan mantap oleh Citra. 

"Terimakasih ya Cit, hanya kamu yang mau berteman denganku yang miskin dan jelek ini," ucapku memeluk Citra. 

"Kamu ngomong apa sih Ri,  kita ini kan sahabat,  jadi sudah seharusnya saling tolong menolong kan. "

"Sekali lagi terimakasih ya Cit, aku janji jika jadi sukses tak akan melupakan jasamu padaku."

"Sama-sama Ri," ujar Citra sembari membalas pelukanku. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KETIKA SI MISKIN YANG DIHINA MENJADI JUTAWAN   Bab 90

    "Sudahlah Kartika. Kita baru satu hari di sini. Bersabar saja dulu. Setelah nanti kita laksanakan rencana kita dan berhasil maka kita akan tendang mereka semua dari sini, lagian bukankah kamu tertarik sama Amar waktu papa kasih lihat ftonya padamu? Apa kamu gak mau menyingkirkan Aliyah dari kehidupan Amar?" ucap papa yang membutku sedikit terbellak. Rupanya ada bibit pelakor kecil dalam rumah tanggakuYah, meskipun aku sudah menduganya hanya saja aku tidak sangka jika keluargaku akan dihinggapi benalu seperti mereka. Bergegas kumatikan mode rekam di ponselku. Kurasa ini semua sudah cukup sedikit bukti. Nanti akan kucari tahu apa rencana mereka tentang ini.***"Assalamualaikum!"Suara Mas Amar terdengar dari balik pintu. Be

  • KETIKA SI MISKIN YANG DIHINA MENJADI JUTAWAN   Bab 89

    "Kau pikir kau siapa mau menyamakan posisimu dengan suami dan anak-anakku? Apa perlu kuingatkan lagi kalau posisimu dan Papamu itu di sini hanya menumpang? Jadi, sadarlah diri sedikit karena tidak selamanya seorang tuan rumah itu harus welcome pada tamunya," desisku sembari menatap tajam wajah Kartika yang memuakkan itu."Kalau aku tidak mau lalu kau mau apa?" tantang Tika yang juga membalas tatapan mataku tajam."Dengan senang hati aku akan mempersilahkanmu dan Papamu untuk angkat kaki dari rumahku ini," ucapku penuh penekanan. Perlu Kartika ketahui jika seorang Aliyah tidak pernah main-main dalam perkataannya."Memangnya ini rumahmu? Ini rumah Mas Amar, Mas Amar itu kakakku, jadi aku dan Papa juga berhak dong tinggal di sini."

  • KETIKA SI MISKIN YANG DIHINA MENJADI JUTAWAN   Bab 88

    "Ini sarapannya, Yah, kalian juga cepat dimakan sarapannya, ini sudah jam enam lebih lima belas menit sebentar lagi masuk sekolah nanti telat," ucapku pada mas Amar dan ketiga anakku yang masing-masing sudah duduk di kursi makan.Tiba-tiba saja papa dan Kartika datang. Tampak sekali kalau mereka baru bangun tidur. Hal itu bisa terlihat dari wajah papa dan Kartika yang terlihat kusut serta papa yang masih menggunakan piyama dan Kartika yang masih menggunakan daster sebatas lutut.Astaghfirullah … bukankah mas Amar kemarin suda mewanti-wanti Kartika untuk memakai baju lebih sopan jika ingin tinggal di sini? Tapi lihatlah penampilan dia saat ini, daster yang dikenakannya selain hanya sebatas di atas lutut juga tidak memiliki lengan dengan bentuk kerah yang rendah ke arah dada."Wah, udah pada sarapan aja, kok gak bangunin kita?" ucap papa membuka percakapan sembari sesekali ngelap iler di sudut bibi

  • KETIKA SI MISKIN YANG DIHINA MENJADI JUTAWAN   Bab 87

    "Apa kamu gak mau gitu memberikan dukungan moril sama aku?" ucapku sembari tersenyum penuh arti. Aliyah yang seolah mengerti maksudku pun turut tersenyum serta. Ah, sungguh indah ciptaanMU Tuhan. Beruntungnya aku memiliki istri sepertinya."Tadi 'kan sudah diberi dukungan moril.""Itu 'kan moril pada umumnya. Kalau yang aku maksud moril yang jalur khusus, ah masa Bunda gak paham maksud Ayah sih?""Hahaha, kamu ada-ada sih, Yah, udah kayak kendaraan saja ada jalur khususnya," ucap Aliyah sembari tergelak memperlihatkan lesung pipinya yang membuat tambah manis wajah istriku itu.Tiba-tiba saja ada yang berdesir dalam dada ini. Ah, aku jatuh cinta untuk yang kesekian kalinya pada istriku sendiri. Akhirnya aku dan Aliyah pun memadu kasih dalam balutan hubungan halal ini.Pov AliyahAku mengusap keringat di dahi mas Amar, suamiku. Kami baru

  • KETIKA SI MISKIN YANG DIHINA MENJADI JUTAWAN   Bab 86

    "Oh iya, mulai besok baik itu di rumah maupun di kedai jangan lagi berpakaian seperti ini. Terutama di rumah ini, sakit mataku lihat kancing bajumu yang sedari tadi seperti tersiksa karena dipaksa menahan tubuhmu yang besar itu. Pakailah pakaian yang sopan, atau kalau tidak dengan senang hati aku akan memintamu angkat kaki dari rumah ini!" ucapku pada Kartika sembari berdiri berniat ingin meninggalkan ruang tamu yang terasa panas."Iya-iya, Mar, kamu tenang saja, Kartika setelah ini akan memakai baju tertutup kok," ucap Papa cepat."Baguslah kalau begitu, oh iya, Bun, tolong bilang sama Ibu dan Bapak, kita ke rumah mereka besok saja, ini sudah sore takut kemalaman di jalan," ucapku pada Aliyah sebelum benar-benar meninggalkan ruang tamu dan masuk ke dalam kamarku.***"Yah, kamu kenapa?" tanya Aliyah sembari mengusap-usap dadaku yang kata orang bidang akibat dulu setiap hari selalu mendorong gerobak mie ayam

  • KETIKA SI MISKIN YANG DIHINA MENJADI JUTAWAN   Bab 85

    Mungkin dulu aku akan menasehati mati-matian jika istriku Aliyah bertindak barbar dan berbicara frontal pada kakak, almarhum adiknya juga pada Bapak mertuaku. Tapi, kini aku merasakan sendiri bagaimana rasa sakit itu muncul dari dasar hati. Sungguh kali ini aku menyesal kenapa dulu berbuat terlalu baik sama orang-orang yang sudah menyakiti istriku."Huft ... "Kuhembuskan napasku demi menghilangkan sesak yang tiba-tiba menghantam dada."Mas, jangan begitu, biar gimana pun beliau orang tua kamu. Bukankah Mas sendiri yang menyuruhku agar selalu menebar kebaikan dan kesabaran dalam menghadapi sesuatu?"Suara merdu Aliyah mampu menghipnotis pikiranku. Yah, aku lupa jika aku pernah menasehatinya seperti itu. Aku seperti seorang pecundang yang pandai menasehati tapi tidak pandai mengerjakan nasehat yang kubuat."Baiklah, mau berapa lama kalian numpang di sini?"&

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status