" Aw sakit ... " jeritku.
Aku akui sejak aku hamil banyak sekali perubahanku, dari leher yang menghitam, muka jerawatan, kaki bengkak, dan berat badan yang naik sampai 20 KG bahkan mukaku semakin bulat, mungkin karena aku hamil kembar. Tapi bukannya aku begini karena hamil anaknya. " Mana dompet lu, lebih baik gw pergi daripada lihat muka jelek lu. " sambil marah marah mas Adi kekamar mencari dompetku, mengambil isinya dan pergi dengan motornya. Sedangkan aku hanya bisa menangis mendapatkan perlakuan seperti itu darinya. Mas Adi memang seperti itu kadang baik, kadang kasar apalagi kalau sudah kena alcohol maka tidak bisa dibantah., melawan sedikit maka tangannya akan melayang. Kalau sudah seperti ini, aku suka menyesal kenapa tak menuruti nasehat Bapak. Bapak yang tidak pernah setuju akan hubungan ku dengan mas Adi. Tidak satu level katanya. Bukan level ekonomi karena orang tua mas Adi termasuk mampu, Bapaknya pensiunan tentara dengan jabatan cukup tinggi dan Ibunya perawat, aset nya di daerah dimana-mana. Tapi lebih ke pola fikir dan cita-cita, tidak satu frekuensi bahasa kerennya. Ditambah mas Adi anak bontot yang selalu dituruti kemauannya, MANJA sedangkan aku anak pertama yang terbiasa MANDIRI. Bapak juga bilang kalau aku ANEH mau nikah sama mas Adi yg notabane suka minum alcohol, padahal aku tidak suka bau alcohol. Dulu setiap tahun baru, saat Ibu masih ada, kita sering party, bakar jagung, makan daging Burung atau daging ayam-ayam an istilah di daerahku, ditemenin minuman soda dan bir untuk Bapak. Setahun sekali katanya. Setelah agak besar, aku suka marah sama Bapak , kalau Bapak minum BIR nga suka bau nya, lah kok sekarang bisa punya suami suka minum alcohol katanya. Bapak bilang kalau aku kena PELET. Tapi perkataan Bapak tak aku hiraukan karena aku marah pada Bapak saat dia terpicut janda pengeretan setelah Ibu meninggal, bikin harta habis habisan bahkan adik adikku pun tidak terurus sekolahnya. Bapakku Kontraktor yang cukup sukses punya perusahaan sendiri, bahkan sempat dipercaya merenovasi rumah dinas presiden tapi ya itu harta habis sampai rumah terakhir terjual karena terlibat rentenir. Marah dan Kecewa dengan Bapak, aku memilih menikah cepat dengan Wali Hakim. Hal ini aku lakukan agar aku tak sendiri dalam mengurus adik adikku. Aku terbuai dengan sosok mas Adi karena saat itu dia yg paling perduli dan sayang kepada adik adikku. Bunyi suara motor terdengar hampir jam 1 dini hari, tak terasa waktu berjalan aku menangis dan melamun tadi. Bunyi suara pintu terbuka, mas Adi pulang ... Tanpa ganti baju dan cuci kaki, dia langsung naik ke tempat tidur sambil berusaha memelukku yang dari tadi belagak tidur .. " Ma, maafin Papa .. Papa nga bermaksud nyakitin Mama.. " dengan suara lirih tapi santreng tercium aroma alkohol dari mulutnya. " Papa cuma mau kamu nurut, itu aja .." " Apalagi kita uda mau punya anak .. Sakit nga tadi tangannya, maafin ya sayang " sambil mengusap lembut wajah dan tangan yang tadi biru terkena cengkramannya. " Maaf ya sayang tadi aku kasar sama kamu .." ucapnya sambil menangis dan mencium lembut wajahku. Mas Adi kadang seperti punya kepribadian ganda kadang lembut baik tapi kadang kasar dan bicaranya penuh dengan ancaman. Tapi entah kenapa apabila mulut manisnya sudah bicara, aku langsung luluh dan iba. Aku bangun, ku usap air matanya dan ku peluk tubuh suamiku, saat ini ,, semua rasa marah, sedih, kecewa tergantikan oleh rasa sayang dan cinta yg luar biasa kepadanya .Tapi kemesraan mereka terusik oleh suara dering telpon, Ines yang paham itu bukan ringtone suara handphonenya melihat ke Hadi. Dilihatnya Hadi gugup saat membaca nama si penelepon. Melihat mimik bersalah Hadi, Ines serasa tertampar. " Siapa mas ? Kok ngga diangkat.. " tanya Ines basa-basi. Melihat wajah Hadi, Ines rasanya bisa menebak siapa yang menelepon. Bunyi suara telpon terdengar kembali setelah sempat berhenti. Hadi semakin salah tingkah, diperhatikan Ines. " Angkat mas, bunyi terus itu.. " Hadi menggelengkan kepalanya seraya berkata " Biarin saja mba. " Lagi-lagi bunyi telepon terdengar. " yang langsung dengan cepat dimatikan Hadi. " Hp
Bunyi suara pesan masuk mengganggu percakapan mereka. Ines mengambil handphonenya lalu membaca pesan yang masuk .. [ Mba, aku bungkusin ayam kalasan 3 porsi. Sudah aku titip office boy mu. Aku tunggu kamu dimobil ya mba Genduk-ku. ] Tak lama, Ucup datang membawa bungkusan makanan " Mba, ade titipan dari tamu mba nih. Enak neh kayenye hehe. " ucapnya sambil memberikan kantong makanan ke Ines. " Wuih, mantul nih " seloroh Lukman bangkit dari kursinya menghampiri Ines. Ines memeriksa kantong makanan tsb, ada tiga dus paket ayam didalamnya dan satu bungkus sayur asem plus extra sambal. " C
" Aku ikut prihatin mas, tapi itu pilihan mu kan ? Hidup itu pilihan, dan kamu sudah memilihnya. Ibarat nasi sudah jadi bubur tidak usah disesali tinggal kasih kaldu, kecap, tambahin cakwe, tambahin ayam plus sambel trus, nikmati, atau kalau tetap tidak bisa dimakan ya buang. Tapi apapun pilihan kamu, jangan libatkan aku didalam kisruh rumah tangga mu. " tegas Ines. " Trus, aku harus bagaimana mba ? " " Loh, kok nanya aku. Kamu mau nya gimana ? Yang pasti kumpulin bukti dulu perselingkuhan istrimu kalau memang dia selingkuh. Kedua tanya ke diri kamu sendiri mau mu apa ? Bahagiamu gimana ? Kalau kata ustadku hidup ini cuma sekali, sayang kalau waktu yang singkat ini dihabiskan bukan dengan orang yang tepat. Tapi jangan bawa-bawa aku dalam rumah tangga kalian ! " Ines menegakan punggung lalu melanjutkan kata-katanya.
" Setelah menikah, istriku pernah bertanya, selain dia apa ada perempuan lain yang aku sayang. Kamu mau tau apa jawabanku ? " " Apa.. ? " ujar Ines penasaran. " Aku bilang, ya kamu tahu lah jawabannya." ucap Hadi menghela napas kemudian melanjutkan " Dia bilang Ines ? Aku jawab iyaa. Lalu dia ngambek trus bilang, kenapa nga nikah sama dia saja. Ya orangnya menghilang .. " Hadi membetulkan posisi gengaman tangan mereka, walaupun sudah mulai risih karena keringat tapi jemari tangan Ines tetap tidak mau dilepasnya. Kemudian melanjutkan.. " Lalu Lia tanya kalau orangnya ada, trus kamu mau balik sama dia ? Aku ngga jawab, tapi bilang pasti kamu juga udah punya keluargalah. "
" Aku bukan ninggalin kamu mas. Aku ngga tahan lihat Bapak, saat itu rumah sudah digadai ke rentenir, uang habis-habisan, tapi Bapak seperti membiarkan semua itu. Makanya aku pergi.. " lirih Ines dengan mata berkaca-kaca. " Lalu kenapa kamu ngga hubungi aku, kenapa kamu ngga cerita sama aku masalah kamu ! Kenapa mba ? " " Dih, ngapain sorry ya.. " Ucap Ines sambil berusaha mengurai jemarinya, tapi Hadi tidak membiarkan hal itu terjadi, jemari Ines terus digenggamnya. " Maksud kamuu ?? " " Ya iyalah, ngapain aku harus hubungi kamu wong kamu saja ngga anggap aku. Cowok kok murahan, nerima saja didatangin perempuan malam-malam. Hargai aku ngga kamu.." sarkas Ines lalu memalingkan wajahnya. Hadi menarik napas pan
[ Sebenarnya ada masalah dirumah tanggaku mba. Yang jujur akhir-akhir ini aku mulai sudah tidak bisa mentolerir. Lagipula aku tidak bisa membohongi perasaanku lagi. ] [ Mas, yang namanya rumah tangga itu memang tidak selalu indah, dan orang hidup tidak luput dari masalah. Sudah lah, jangan main api, mau dibawa kemana situasi seperti ini. Kalau memang buat kamu berat, lebih baik seperti dulu, tidak perlu ada komunikasi diantara kita, apa perlu aku blokir nomormu ? ] [ Jangan mba. Aku mohon. Kalau kamu nekat blokir, jangan salahkan kalau aku datangi rumah atau kantor mu. ] # OK, tapi jangan seperti ini ya mas. Kalau mas memang perduli sama aku, tolong jangan jadikan aku sebagai orang jahat disini. Katanya kamu sayang aku ... ketik Ines yang kemudian buru-buru dihapusnya kembali kalimat terakhir #