Share

KETIKA UCAPAN SUAMIKU BERUBAH JADI DOA
KETIKA UCAPAN SUAMIKU BERUBAH JADI DOA
Author: Anna Sahara

Hati Yang Hancur

Author: Anna Sahara
last update Last Updated: 2024-07-19 19:37:16

Siang itu, langit terlihat cerah, namun terangnya cahaya matahari seakan tidak mampu menyinari hati dan pikiran Jihan. Dia tampak rapuh setelah mengetahui kabar yang baru didapatkannya.

Jihan yang hanya memegang map berisi setumpuk foto itu seakan sedang memikul puluhan kilo beban yang teramat berat. Setelah pandangannya mulai meredup, perlahan tubuh Jihan pun tumbang.

Bruuuk.

Jihan terjatuh di lantai halte, tempat dia berdiri selama beberapa menit itu.

"Jihan ...!"

Seorang pria berteriak sambil berlari mendekati Jihan. Dia adalah Samuel, pria yang sedari tadi mengikuti Jihan dan juga memantau pergerakan wanita itu dari jarak yang tidak terlalu jauh.

Setelah mendapat pengobatan seadanya, Jihan tersadar dan mendapati dirinya berada di sebuah bilik. Entah rumah milik siapa, dia tidak mengenalnya sama sekali.

Ruangan itu cukup mewah dan Jihan tidak dapat mengenali tempat tersebut.

"Di mana aku?" Sambil memijit kepalanya, Jihan berusaha mengangkat tubuhnya. "Siapa yang membawaku ke sini?"

Karena tidak ada siapapun di sana, Jihan pun berniat untuk meninggalkan tempat itu. Tepat ketika Jihan mengenakan sendalnya, dia mendengar suara pintu berderit.

Detik kemudian, seorang pria sudah memasuki ruangan tersebut.

"Sam ...!" Jihan kaget karena pria itu adalah salah satu orang yang pernah mengincarnya.

"Kamu sudah bangun?" Sam berbasa-basi.

Merasa buruk berduaan di dalam kamar, Jihan yang sudah bersuami langsung berdiri. "Apa yang kamu lakukan, kenapa aku bisa ada di sini?"

Dengan santainya, Samuel yang membawa sebotol minuman masuk ke dalam ruangan itu. Sembari melebarkan senyum terbaiknya, dia juga menyerahkan air mineral itu pada Jihan. "Minum dulu!" tawarnya.

Jihan tidak menerimanya. Dia memang haus, tapi dia hanya memandangi botol minuman itu, lalu bertanya lagi. "Kenapa kamu membawaku ke sini?"

"Kamu pingsan, dan aku tahu ibumu tidak menyukai aku, jadi aku tidak berani membawamu pulang ke rumah orang tuamu." Beberapa tahun sebelumnya, Sam pernah melamar Jihan, tapi ditolak mentah-mentah karena saat itu, orang tua Jihan lebih memilih lamaran pria tajir daripada Sam yang belum memiliki penghasilan fantastis.

Namun demikian, Samuel masih memperlakukan Jihan dengan baik. Dia juga yang mengenalkan Jihan pada teman-temannya yang berasal dari kota.

"Aku tahu Bram sedang ada pekerjaan penting, jadi aku juga tidak berani langsung membawamu ke kontrakan kalian, ini adalah tempat terdekat dan aku lihat kamu butuh penanganan cepat," Sam menambahkan lagi.

"Kalau begitu aku harus segera pulang." Jihan tidak ingin larut dalam prasangka buruk. Dia pun berbalik untuk mencari barangnya.

Ketika Jihan meraih tasnya dari atas meja nakas, dia melihat kembali setumpuk foto yang diberikan oleh seorang wanita padanya.

Hati Jihan kembali hancur. Beberapa lembar foto itu sudah cukup melukai perasaannya hingga dia harus jatuh tak sadarkan diri.

Bagi Jihan, suami yang dicintainya telah berkhianat. Tidak hanya dengan satu wanita saja, tumpukan foto di depannya telah membuktikan jika suami yang dicintainya itu telah tidur dengan banyak wanita.

Meski merasa sakit hati, Jihan masih saja memungut foto itu. Dengan bukti itu, dia akan meminta penjelasan dari suaminya.

"Setelah mengetahui semua kelakuan buruknya, apa kamu masih akan bertahan dengan Bram?" Sam bertanya dengan lembut seakan-akan pertanyaan itu adalah sebuah bentuk perhatian.

"Jadi kamu sudah melihat semua foto ini?" Jihan balik bertanya.

"Tanpa melihatnya pun aku sudah tahu," jawab Sam dengan santai. "Aku jauh lebih mengenalnya dengan baik. Bram memang seorang casanova, dia sudah terbiasa bermain dengan banyak perempuan. Bahkan kamu harus tahu sesuatu, mendapatkan hatimu, itu artinya Bram telah memenangkan sebuah pertandingan."

Tubuh Jihan seketika bergetar mendengarkan penjelasan Sam, tapi dia menahan diri agar tetap bisa terlihat kuat. "Apa maksudmu?" tanyanya pelan.

"Jihan, kamu tahu alasannya kenapa Bram belum meresmikan pernikahan kalian, kenapa dia belum juga mengenalkanmu pada keluarganya, dia sengaja menunda-nunda semuanya, padahal pernikahan kalian sudah memasuki minggu ketiga, itu sudah cukup membuktikan jika dia tidak pernah serius menjalin hubungan denganmu, dia hanya ingin bermain-main denganmu," Sam memberikan penjelasan lagi agar Jihan segera mengambil keputusan.

"Apa kamu juga ikut?" Jihan bertanya canggung.

Mulut Sam seketika terkatup. Dia terdiam cukup lama. Tidak bisa dipungkiri, jika Sam juga turut serta dalam perlombaan merebut hati Jihan.

Siapa yang tidak jatuh hati dengan pesona seorang Jihan yang terkenal cantik, polos dan bersahaja itu?

Jihan adalah bunga desa, primadona kampung yang membuat banyak pria tergila-gila padanya.

Bersama dengan Bram, Farouk dan beberapa teman lainnya, Sam berlomba untuk meluluhkan gadis desa nan cantik itu. Sebagai seorang playboy yang paham dalam urusan wanita, Bram menjadi pemenangnya.

Namun saat ini, bagi Sam sendiri, sulit rasanya untuk berkata jujur. Itu hanya akan menyakiti perasaan Jihan dan membuat wanita itu ikut membencinya.

Diamnya Sam sudah cukup memberi jawaban untuk Jihan. "Aku membenci kalian semua," ucapnya sedih. Dengan membawa rasa sakit hatinya, Jihan meninggalkan tempat itu.

"Jihan ... tunggu ...!" Sam berusaha mengejar, tapi Jihan telah berlari meninggalkannya.

***

Di dalam rumah kontrakannya, Jihan duduk termenung seorang diri. Ingatan tentang Bram yang paling mendominasi, di mana hari-hari yang mereka lalui sangat indah beberapa minggu terakhir ini.

Setelah yakin dengan perasaannya, Jihan yang sudah terpikat dengan pesona Bram setuju untuk menikah diam-diam dengan pria tampan yang penuh dengan kharisma itu. Mereka kemudian tinggal di sebuah rumah kontrakan, lokasinya cukup jauh dari tempat tinggal orang tua Jihan.

"Aku akan membawamu terlebih dulu pada orangtuaku, setelah itu kami akan datang bersama untuk menemui orang tuamu. Di situ orang tuaku akan mengajukan lamaran resmi, dan kita akan segera melakukan pesta pernikahan yang meriah." Itu adalah janji Bram yang masih dipegang Jihan dengan erat.

Bram berdalih jika orang tuanya sedang sibuk dengan bisnis baru keluarga, jadi harus menunggu beberapa minggu untuk mempublikasikan hubungan mereka.

Selain ketulusan dan keseriusan yang ditunjukkan Bram, Jihan yang polos pun begitu mudah dibutakan oleh cinta. Pada kedua orang tuanya, dia bahkan rela menutupi hubungan mereka untuk sementara waktu.

Tepat di hari yang dijanjikan Bram, Jihan justru didatangi oleh seorang wanita asing.

Seorang wanita berpenampilan anggun mengajak Jihan untuk berbicara empat mata. Wanita bernama Nafa itu membeberkan tingkah laku Bram yang sebenarnya dan juga memberikan bukti-bukti yang lengkap.

Jihan menatap sedih layar ponselnya. Barang bermerk itu adalah salah satu pemberian Bram. Di atas layarnya juga terpampang foto mesra mereka berdua. Dia kembali menitikkan air mata, mengingat pengkhianatan Bram yang menyakitkan hati.

Kenapa Bram harus berbohong?

Sebelumnya, Jihan sudah menghubungi Bram, dia masih berharap besar agar pria itu segera pulang dan menjelaskan semuanya.

Tit.

Bunyi pesan masuk.

[Jihan, cepat pulang, ayahmu masuk rumah sakit.]

Hati Jihan semakin tidak tenang. Dia menunggu kabar dari suaminya, tapi yang datang adalah kabar buruk dari ibunya.

Secepat kilat, Jihan menekan nomor ibunya.

Panggilan itu langsung tersambung.

"Ibu, apa yang terjadi dengan ayah?" tanya Jihan dengan cepat.

[Ayahmu ....]

Percakapan itu terjeda untuk beberapa saat. Sona, sang ibu terasa berat untuk berkata jujur jika suaminya terlanjur mengambil sejumlah uang dari seorang pria tajir dan menjadikan Jihan sebagai jaminan.

Malangnya, orang tua Jihan tidak mampu menepati janji. Ayah Jihan pun dikeroyok oleh preman dan nyaris mati saat dilarikan ke rumah sakit.

"Aku akan segera pulang, Bu." Jihan menutup panggilan.

Ketika hendak keluar rumah, Jihan mendengar bunyi sebuah mobil berhenti. Dia buru-buru membukakan pintu dan melangkah keluar dengan cepat.

"Bram ...."

Meski perasaannya tidak menentu saat ini, tapi Jihan merasa sedikit tenang setelah melihat Bram turun dari sebuah mobil mewah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KETIKA UCAPAN SUAMIKU BERUBAH JADI DOA   Aku Memanggil

    Jihan tidak berharap masa seperti ini terulang lagi. Kembali duduk berduaan bersama Sam, itu adalah sebuah malapetaka bagi Jihan."Ayo minum tehnya!" sambil mengangkat gelas minumannya, Sam berkata pada Jihan. "Teh di sini sangat enak, sayang jika kamu lewatkan," lanjutnya dengan polos. Seperti tidak mengenal lelah, Sam masih saja bersikap sama pada Jihan. Penuh ambisi untuk mendapatkan perhatian wanita itu.Sudah tentu Jihan mengabaikan ucapan Sam. Alih-alih minum bersama, dia langsung bertanya pada intinya. "Malam itu, bukankah kamu yang mengantarkan aku ke rumah sakit?" tanya Jihan dengan penuh selidik. Jihan ingat bagaimana perjuangan Sam yang masih datang membujuknya meski kondisinya dalam keadaan hamil. Dalam kondisi kurang fit juga Jihan terpaksa dilarikan ke rumah sakit hingga harus melahirkan secara prematur.Seperti biasa, Sam selalu terlihat tenang. Tidak ada perasaan bersalah dalam dirinya. Setelah meletakkan gelas di atas meja, dia berkata pelan, "Ya, aku lah yang memb

  • KETIKA UCAPAN SUAMIKU BERUBAH JADI DOA   Pertemuan Yang Ingin Dihindari

    Jihan sontak menghentikan langkahnya. Suara pria di depan sana terdengar familiar baginya. Dan sejujurnya, dia sudah tidak ingin bertatap muka lagi dengan pria yang sangat dibencinya itu. Akan tetapi, ketika ingatan Jihan tertuju pada anaknya, sesuatu yang mengganjal dalam dirinya kembali berkecamuk. Ada satu hal yang membuat Jihan harus bertemu kembali dengan pria itu. "Ada apa, Jihan?" bibi Mary menegur saat melihat Jihan mematung. "Bagaimana kalau aku tunggu di luar saja, Bibi?" Jihan beralasan, lalu berpura-pura sibuk memandangi ponselnya. "Kenapa?" Tidak ingin membuat kegaduhan di depan bibi Mary, Jihan kembali membuat alasan yang baru. "Aku lupa, ternyata ada banyak pesan yang harus segera aku balas. Biarlah bibi sendiri yang masuk ke dalam, aku akan menunggumu di luar." "Kamu tidak bohong kan?" bibi Mary mulai terlihat curiga dengan gelagat Jihan. "Kamu tidak sedang menghindar dari tamu itu?" "Tentu saja tidak, Bibi." Jihan melebarkan senyumnya yang lembut, lalu

  • KETIKA UCAPAN SUAMIKU BERUBAH JADI DOA   Dari Kota Yang Sama

    "Aku salut melihat kesetiaanmu, begitu banyak datang tawaran padamu, tapi kamu masih saja bertahan dengan Alex," kata Ariel yang sudah berulang kali mempengaruhi Jihan. "Aku tidak tertarik," hanya itu yang diucapkan Jihan. Dia berjalan cepat menuju mobil. "What ...?" Ariel tercengang dengan pengakuan singkat itu. "Dihadiahkan pulau dan uang ratusan milyar masih tidak membuatmu tertarik." Karena Jihan telah meninggalkannya, Ariel pun mengejar. Baik Jihan dan Ariel sama-sama duduk di bangku penumpang. Seorang sopir mengemudikan mobil setelah Ariel memberi perintah. Jihan dengan pikirannya sendiri membuang muka ke samping. Dia terlalu bosan untuk membicarakan masalah kesetiaan mereka pada Alex. Jika bukan karena ibunya berada di tangan Velove yang merupakan anak buah Alex, mana mungkin Jihan bertahan dan mengabdikan hidupnya untuk seorang kriminal seperti Alex. Masih penasaran, Ariel menggoda lagi. "Mengingat bisnis Alex yang tidak seluruhnya bergerak secara legal, apa kamu

  • KETIKA UCAPAN SUAMIKU BERUBAH JADI DOA   Sang Pemikat

    "Segera bawa Jihan keluar dari negara itu!" Melalui panggilan telepon, Alex memberi perintah pada Simon."Kenapa begitu, Lex?" Simon protes. Masih ada tugas yang harus mereka kerjakan dan sebagai salah satu pelatih Jihan, dia rasa wanita itu adalah orang yang pantas untuk menjalankan misi berikutnya."Turuti saja perintah dariku, tidak usah banyak tanya!" Setelah mengatakan itu, Alex memutuskan panggilan secara sepihak. Dia sangat mengenal perangai Bram yang dulu. Pria itu sangat berambisi untuk mendapatkan wanita yang diinginkannya. Karena sejak awal hubungan mereka terjalin dengan baik, Alex pun tidak ingin bermasalah dengan temannya itu.Pada sore hari, Bram dan Mikha tiba di kota Bangaria. Keduanya disambut oleh anggota keluarga dengan sukacita."Akhirnya kamu pulang juga." Freya memeluk putri bungsunya itu. "Mama sangat mengkhawatirkanmu selama setahun ini, kamu bahkan melarang kami untuk mengunjungimu, entah apa maksudmu melakukan hal bodoh itu," lanjutnya dengan sedikit kesal

  • KETIKA UCAPAN SUAMIKU BERUBAH JADI DOA   Tidak Ada Satu Orang Pun Yang Boleh Merebut Jihan

    "Untuk apa kamu melihatnya?" Jihan menegur dengan kesal. "Apa kamu tidak pernah melihat orang yang berciuman?" "Aku hanya memastikan saja." Ariel tersenyum hambar melihat ekspresi Jihan."Memastikan apa maksudmu?" Jihan semakin geram dengan sikap rekannya itu."Aku kira pria itu sungguh-sungguh menyukaimu tadi, tapi ternyata perasaannya sangat cepat berubah." Ariel menghidupkan mesin mobil dan bersiap meluncur.Sedangkan Jihan bersandar santai sambil melipat kedua tangan di dada. "Kurang kerjaan saja." Seperti apapun perasaan Jihan saat ini, dia berusaha menekan emosinya di hadapan Ariel.Ketika hendak mendaratkan sebuah ciuman, tiba-tiba bayangan Jihan muncul dalam pikiran Bram. Segera dia menarik dirinya untuk menjauh."Maaf ...!" ucap Bram dengan suara yang lirih."Kenapa ...?" Mikha merasa kecewa.Lagi-lagi Bram merasa sangat buruk. Berkali-kali sudah dia ingin melakukan hal yang sama, tapi selalu saja gagal. Sebuah peringatan akan selalu muncul bahwa dia tidak boleh melakukan

  • KETIKA UCAPAN SUAMIKU BERUBAH JADI DOA   Kecurigaan

    "Bukankah itu Jihan?" Mikha begitu yakin. Sebelum Bram menjawab pertanyaannya, dia sudah lebih dulu mengambil keputusan. "Tolong ambil obatku, aku mau ketemu Jihan dulu.""Ah ... baiklah." Bram tampak pasrah walau sebenarnya ingin melarang pertemuan di antara kedua wanita itu.Mikha segera berjalan mendekati Jihan. Antusias gadis itu begitu tinggi. Sebelum meninggalkan negara itu, dia ingin bertukar telepon dan juga meminta alamat Jihan di tanah air. Dengan begitu, mereka masih bisa menjalin pertemanan di lain waktu.Akan tetapi, angan itu seketika buyar tatkala Mikha melihat jaket yang dikenakan oleh Jihan. Itu sama persis dengan milik Bram saat mereka memasuki rumah sakit tersebut."Kenapa Jihan memakai jaket Kak Bram? Bukannya tadi Kak Bram bilang sedang dilaundry?" Sembari berpikir, langkah Mikha terhenti sesaat. Dia ingat Bram menggunakan jaket, sedangkan Jihan hanya menggunakan kemeja berwarna abu-abu. Dia juga ingat Bram menghilangkan diri tepat ketika mereka akan memasuki ru

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status