Share

BAB 7 : Ingatan

"Kak ... Kak Phillip."

Kalimat yang terdengar begitu lemah dan lirih namun cukup jelas. Satu nama terucap dari bibir yang sudah terkatup rapat selama dua tahun terakhir. Matanya mengerjap untuk beberapa saat sampai akhirnya si pemilik suara kembali menutup mata.

✿✿✿✿✿

Phillip menatap sendu tubuh putrinya yang sudah tertidur pulas. Dia duduk di samping ranjang dan membenarkan letak selimut yang menutupi sebagian tubuh Viola. Dengan lembut dan hati-hati, Phillip mengusap wajah Viola penuh perasaan hingga tanpa terasa ada setetes air mata yang jatuh dari sudut matanya. Phillip menyayangi Elviola, teramat sayang.

"Maafkan daddy." bisiknya lemah.

"Daddy benar-benar bersalah. Daddy adalah ayah yang buruk."

Phillip kembali berkata dengan begitu lirih. Ada rasa sesak dari setiap kata di ucapkan dengan penyesalan tersebut. Phillip tidak pernah menangis, tapi untuk Viola dan Erina adalah pengecualian.

"Jika bukan karena daddy, mommy pasti sekarang ada disini bersama kita. Memeluk dan menemani Vio tidur." Phillip mencium jari-jari tangan mungil milik putrinya.

"Daddy sudah menyakiti mommy, daddy jahat Vio."

Phillip merasa dadanya semakin sesak. Ingatannya tentang Erina memaksa aliran air dari matanya berebut untuk meninggalkan jejak di pipi. Seumur hidupnya, Phillip tidak pernah memiliki penyesalan yang teramat besar, tidak sebelum Erina pergi dari hidupnya.

"Kak Phillip, menikahlah denganku."

Kalimat yang selalu phillip sesali seumur hidupnya. Kalimat yang seharusnya dia ucapkan. Dan kalimat yang membuat dia kehilangan Erina di hidupnya.

Phillip menangis dalam diam, menahan sesak yang hampir meledak. Setiap kali ingatan tentang Erina muncul, maka setiap itu pula lah ribuan jarum tak kasat mata serentak menusuk ulu hatinya.

Phillip menyesali kebodohannya di masa lalu, kebodohan yang membuat putrinya harus bertanya-tanya siapa ibunya? Dimana ibunya berada? Dan kenapa ibunya tidak bersamanya? Semua pertanyaan-pertanyaan itu selalu menghantui Phillip di bangun dan tidurnya.

✿✿✿✿✿

2 tahun yang lalu....

Siang itu Shinta menggerutu sepanjang jalan. Dia sedang kesal karena semua pekerjaannya berantakan. Untuk sekedar menenangkan diri dia memilih menikmati kopi di sebuah cafe kecil tak jauh dari kantornya.

"Hah, kalau begini ceritanya aku benar-benar harus kembali ke LA." Shinta menghela nafas kasar. Ingin rasanya dia berteriak dan memaki siapa saja yang ada dihadapannya. Tuntutan pekerjaan membuatnya hampir hilang akal, namun atensinya tiba-tiba teralihkan ketika pintu cafe terbuka.

"Selamat datang," sapa seorang pelayan dengan ramah kepada pelanggan yang baru saja datang tersebut.

Seorang wanita muda yang hampir sebaya dengannya itu tersenyum manis menanggapi si pelayan. Dia melangkahkan kaki jenjangnya menuju salah satu meja yang kosong yang ditunjukkan pelayan tersebut.

Shinta masih menatap dan memperhatikan wanita tadi, bahkan saking fokusnya Shinta sepertinya lupa untuk berkedip. Setelah merasa cukup yakin dengan apa yang dilihatnya, Shinta mengalihkan pandangannya dari sosok wanita tersebut.

"Erina. Benar dia Erina Claretta," ucapnya yakin. "Aku yakin tidak akan salah. Tapi kenapa dia ada di disini? Erina ada di sini, dan dia tidak menghubungi Phillip sama sekali? Wahh aku tidak percaya ini." Shinta heboh sendiri dengan pemikiran dan spekulasi nya.

Karena penasaran, Shinta pun memilih untuk segera berdiri dari tempat duduknya dan menghampiri wanita yang dia yakini adalah Erina.

"Erina?" tanya Shinta memastikan.

Erina yang merasa namanya dipanggil, langsung melihat si pemilik suara.

"Kau Erina Claretta kan? Wah kau benar-benar Erina!" Shinta membekap mulutnya terkejut.

Erina sendiri tidak kalah terkejut dari Shinta. Dia tidak percaya dengan apa yang dia lihat dihadapannya sekarang.

"S-shinta, kak Shinta?" bisiknya lemah sambil menggigit bibir bawahnya.

"Iya, aku Shinta."

Tidak ingin membuang waktu lebih lama lagi, Shinta segera mendudukkan dirinya di hadapan Erina.

"Ya Tuhan Na, lama tidak bertemu. Kamu benar-benar menghilang setelah kelulusan."

Erina sedikit kikuk mendengar penuturan Shinta, dan hanya bisa tersenyum untuk menanggapi perkataannya.

"Aku sibuk mencari pekerjaan," jawab Erina seadanya.

"Dimana kamu tinggal sekarang?"

"Aku tinggal cukup jauh. Aku kembali untuk suatu urusan. Dan mungkin akan menetap untuk sementara." lagi-lagi Erina hanya kembali tersenyum.

Shinta mengangguk paham meski tidak sepenuhnya percaya. "Syukurlah kau baik-baik saja. Aku benar-benar khawatir karena kau menghilang begitu saja."

"Aku minta maaf karena sudah menyebabkan keributan," sesal Erina.

"Tidak masalah. Melihat kau ada disini saja sudah membuatku cukup senang."

Shinta mengamati Erina cukup lama kemudian dia terdiam untuk beberapa saat. Dia sedang menimbang-nimbang apakah harus bertanya atau tidak pada Erina perihal Phillip dan juga Elviola.

"Na."

"Iya?"

"Kenapa kau meninggalkan mereka?" Shinta men-jeda kalimatnya.

Erina menatap Shinta bingung.

"Maksudku Phillip dan Elviola."

Deg,

Seketika tubuh Erina membeku, bahunya menegang dan bibirnya kelu. Pertanyaan tiba-tiba Shinta terlalu dalam mengenai hatinya.

Erina menggigit bibirnya gusar, dia tidak tahu harus memberikan jawaban atau reaksi seperti apa terhadap Shinta. Bagaimana pun Erina tidak siap dengan pertanyaan tersebut, atau bahkan tidak akan pernah siap.

"Aku tahu semuanya Na," sambung Shinta untuk menjawab kebingungan Erina.

"K-kak-------- kak aku-------- " Erina menunduk, dia tak mampu mengatakan apapun.

"Aku tahu kau pasti punya alasan Na. Tapi apapun itu tidakkah kau merindukan Viola?" tanya Shinta dengan tatapan serius.

"Vio sekarang sudah besar Na. Sedikit demi sedikit dia mulai memahami semua yang terjadi disekitarnya. Dan aku yakin cepat atau lambat dia juga akan menanyakan keberadaan ibunya."

Shinta mengambil handphone miliknya dan menunjukkan foto Elviola yang sedang duduk di pangkuan Shinta.

"Kau bisa lihat ini kan?" tanya Shinta saat memperlihatkan foto tersebut.

"Ini Vio?" Erina bertanya kembali. Tangannya gemetar saat menyentuh screen handphone tersebut.

"Ya dia Vio, anak yang sudah kamu lahir kan dan kamu beri nama Elviola," Shinta mendesah pelan.

"V-vio," suara Erina bergetar, kembali dia mengusap wajah putrinya dari balik layar handphone tersebut dan kali ini disertai oleh air mata yang ikut mengalir melalui pipinya.

Shinta hanya diam memperhatikan.

"Dia sangat manis dan cantik." Erina kembali meneteskan air matanya untuk kesekian kali.

"Dia memang sangat menggemaskan Na. Phillip membesarkannya dengan sangat baik. Dia benar-benar menyayangi Vio."

"Benarkah? Ku kira dia tak ingin mengakuinya." Erina bergumam pelan.

"Eh? Maksudmu?" Shinta cukup terkejut dengan penuturan Erina.

"Tidak kak." Erina menggelengkan kepalanya.

"Apa terjadi sesuatu denganmu dan Phillip?"

"Tidak ada, itu hanya masa lalu," jawab Erina cepat.

"Maaf Na, bukannya aku mau ikut campur. Tapi aku sebenarnya tahu apa yang membuatmu sempet menghilang dulu. Tapi aku tidak tahu apa yang terjadi setelahnya sehingga Vio bisa ada pada Phillip."

"Aku yang memberikannya."

"Maksudmu?" Shinta masih belum mengerti.

Erina segera berdiri dan merapihkan dirinya bersiap untuk pergi.

"Kak, tolong rahasiakan pertemuan  kita. Jangan katakan apapun pada kak Phillip jika kita pernah bertemu disini."

"Tapi Na--"

"Kumohon," ucapan Shinta langsung di potong oleh Erina.

Shinta akhirnya hanya mengangguk. Dia sebenarnya ingin menahan Erina lebih lama lagi dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi dia tahu diri kalau ini bukan tempatnya untuk ikut campur lebih jauh lagi. Terlebih Erina terlihat tidak senang saat dirinya mulai membicarakan tentang masa lalu.

"Baiklah. Kalau ada yang ingin kamu ketahui lagi, kamu bisa menghubungiku Na." Shinta memberikan kartu namanya kepada Erina.

"Terimakasih," ucap Erina dengan tulus.

"Na, maafkan aku."

"Maaf untuk apa?" Erina menatap Shinta bingung.

"Aku merasa bertanggung jawab untuk semua yang sudah terjadi padamu karena aku lah yang sudah memperkenalkan kalian berdua," sesal Shinta.

Erina tersenyum dan menggeleng lemah. "Tidak. Ini bukan salah siapapun, semua sudah takdir. Tapi kalau aku boleh minta tolong sekali lagi, aku titip Vio. Aku janji suatu hari nanti aku akan kembali."

Permintaan Erina sekaligus mengakhiri pertemuan mereka. Erina benar-benar pergi.

Setelahnya Erina pergi meninggalkan cafe itu dengan jejak air mata yang masih sangat kentara.

Shinta menghela nafas panjang. Hari ini benar-benar menjadi hari yang cukup berat untuknya.

Phillip kenapa hidupmu selalu membuat orang penasaran. - Shinta

*

*

*

- T B C -

With Love : Nhana

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status