Share

BAB 8 : Kilatan Masa Lalu

Flashback

Sejak pertemuannya dengan Shinta, Erina semakin memikirkan perihal keadaan putrinya. Semakin hari semakin terasa jika dirinya benar-benar sangat merindukan Viola. Keinginannya untuk bertemu sang anak bukan lagi hanya sebatas angan atau khayalan tapi sudah menjadi prioritas yang setiap hari membuatnya tidak bisa hanya menunggu dan berdiam diri. Karena memang tujuannya pulang untuk menemui putrinya, Elviola atau yang kini menyandang marga Han dibelakangnya menjadi Elviola Han.

Erina mencoba mencari tahu apapun tentang putrinya sebisa mungkin. Dan beruntung pencariannya membuahkan hasil, sehingga kini dia tahu dimana putrinya itu tinggal dan sekolah.

Hampir setiap hari Erina menguntit Viola. Entah itu di sekolah, tempat les, tempat bermain dan bahkan sampai ke kediaman pribadinya. Menyaksikan secara diam-diam bagaimana Viola berbicara, bermain, tertawa bahkan menangis sekalipun. Tidak hanya itu, Erina juga mengabadikan setiap momen dirinya melihat Viola dengan mengambil foto secara diam-diam, dan memastikan bahwa anaknya selalu dalam keadaan baik-baik saja.

"Vio, lama tidak bertemu sayang," Erina bergumam lirih seraya menatap anak itu begitu lekat dari kejauhan.

Hari ini Viola tampak sedang duduk di bangku taman dekat sekolah dan asik dengan kegiatannya mengambil gambarnya sendiri. Sepertinya anak itu sedang bosan karena menunggu terlalu lama. Terhitung sudah setengah jam dia duduk semenjak jam sekolah berakhir.

Erina yang melihat itu pun merasa bersalah dan juga kasihan. Ingin rasanya dia bergegas menghampiri sang putri dan menemaninya. Namun ketidak berani-an membuatnya lagi-lagi harus mengurungkan niat tersebut. Semakin lama Viola terlihat semakin bosan dan raut wajahnya juga berubah menjadi sedih, hal itu sontak membuat Erina kembali mengumpulkan keberanian dan memutuskan untuk menemuinya. Namun begitu Erina mulai melangkah mendekat, tiba-tiba sebuah mobil mewah berwarna hitam menepi tidak jauh darinya dan juga tempat Viola duduk.

Erina sempat mengernyit bingung dan juga sedikit takut karena bisa saja pemilik mobil adalah orang jahat yang berniat mencelakai putrinya. Namun semua asumsinya segera terbantahkan begitu netranya menangkap siluet seorang pria bertubuh tegap yang turun dari mobil. Dari siluet nya saja Erina sudah tahu siapa pria tersebut.

Dada Erina seketika bergemuruh hebat. Dengan cepat dirinya segera bersembunyi di balik pohon yang secara kebetulan berdiri tak jauh darinya. Tangannya sedikit mengepal dengan bibir yang digigit kuat untuk menetralisir kegugupan.

"Tengah Na, tenang. Kumohon," bisik Erina pada dirinya sendiri sebagai bentuk penguatan. Sementara pria yang sebelumnya keluar dari mobil kini tengah melangkah lebih dekat menghampiri Viola.

"Princess daddy sedang apa hmm?" Phillip tersenyum lembut dan ikut duduk di samping putrinya.

"Aisshh daddy kenapa mengagetkan Vio?" protes Viola sambil memajukan bibirnya.

Phillip terkekeh pelan. "Kamu asik sekali, sampai-sampai tidak menyadari kedatangan daddy." Phillip sedikit cemberut untuk menggoda anaknya.

"Bukan begitu dad, Vio kan tadi sedang berfoto." Viola menunjukkan layar handphone nya kepada sang ayah.

"Ya ampun, kamu cantik sekali sayang," puji Phillip saat melihat wajah putrinya yang ada di layar handphone.

"Habisnya daddy lama."

Phillip menghela nafas pelan dan merasa bersalah karena telah membuat putrinya menunggu lebih dari 1 jam lamanya. Phillip bisa saja menyuruh supir untuk menjemput anaknya, namun Viola sudah pasti menolak. "Maafkan daddy sayang karena telat menjemputmu," ucap Phillip tulus dan membawa sang putri kedalam rangkulan tangan kekarnya.

"Sangat." Viola memperingatkan dengan nada gemas yang membuat Phillip melayangkan banyak kecupan di kepala putrinya.

"Kalau begitu ayo kita pulang." Phillip melepaskan pelukannya dan segera berdiri. Namun Viola tidak ikut berdiri, dia justru merentangkan kedua tangannya.

"Dad, gendong," ucap Viola enteng tanpa dosa yang mengundang kekehan sang ayah.

"Ya ampun, baby girl kenapa manja sekali hari ini hmm?" Phillip merendahkan tubuhnya dan membiarkan Viola naik ke atas punggungnya.

Viola hanya tertawa dan mengecup pipi Phillip sangat lama. Keduanya pun tertawa dan meninggalkan taman menuju mobil.

Erina yang sedari tadi memperhatikan interaksi mereka hanya bisa meneteskan air mata. Dia tidak menyangka jika Phillip yang dulu dia kenal sangat dingin dan cuek kini ternyata sudah berubah menjadi sosok yang lebih hangat dan penuh perhatian.

"Terima kasih kak. Setidaknya kau bisa mengurangi rasa bersalahku karena  meninggalkan Vio padamu."

✿✿✿✿✿

"Kak Arya, aku menemukannya. Aku menemukan anakku," ucap Erina penuh kebahagian dengan binar dikedua matanya.

"Benarkah?" tanya Arya yang sebenernya sedikit terkejut namun tetap ikut senang mendengar kabar tersebut.

"Iya, dan sepertinya mulai sekarang aku akan menetap di sini," ucap Erina mantap disertai senyuman manis yang menampakkan kedua dimple nya.

"Kenapa? Bukankah kamu hanya ingin melihatnya saja Na? Lalu kenapa harus tinggal disini lagi?" Ada nada tidak suka dari perkataan Arya barusan.

"Aku ingin melihatnya setiap hari."

"Elviola? Ataukah Phillip?" Arya tersenyum getir.

Deg.

Erina terkejut dengan pertanyaan dari Arya. Bagaimana bisa Arya berpikir demikian? Erina bersumpah, tujuannya tinggal kembali disini benar-benar hanya untuk putrinya.

Erina kemudian memutar bola matanya. "Kak Arya," lirih Erina.

"Aku menyesal membiarkanmu datang ke sini." Arya mendorong kursinya kasar dan berjalan cepat keluar tanpa meminta penjelasan ataupun mendengar pembelaan dari Erina.

Erina masih diam ditempat duduknya dan mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Selang beberapa saat kemudian, akhirnya Erina ikut berlari keluar untuk mengejar Arya.

"Kak Arya, aku mohon jangan seperti ini." Erina mencoba meraih tangan Arya. Namun Arya tetap berjalan dan menghiraukan ucapan Erina. "Kita bisa bicarakan ini baik-baik. Ayo kita bicara." Erina sedikit meninggikan suaranya agar Arya mau berhenti. Tapi bukannya berhenti, Arya malah terlihat tidak peduli sama sekali.

"Aku ke sini untuk anakku. Kau jelas tahu itu," teriak Erina mengabaikan orang-orang disekitarnya yang mulai menatap mereka.

Arya menghentikan langkah kakinya dan berbalik menatap Erina. "Aku tahu Erina. Tapi kalau kamu tinggal di sini dia mungkin akan menyakitimu lagi." Arya membentak Erina. "Dan berurusan dengan anakmu itu berarti kau juga akan berurusan dengannya," jelas Arya penuh penekanan.

Arya tak pernah seperti ini sebelumnya, dia selalu memperlakukan Erina dengan lembut. Selalu menatap perempuan kecil itu dengan tatapan hangat, menjaga setiap tutur katanya. Karena Arya tahu Erina sangat rapuh, dan alasan selama ini Erina tetap menjalani hidupnya adalah anaknya. Sejak 5 tahun lalu Arya sudah kehilangan Erina yang ceria dengan tingkah tak terduga nya. Erina yang sekarang hanya raga yang di beri nyawa, tak ada lagi rasa kecuali hanya untuk anaknya.

Erina menangis dan berlari menjauhi Arya. Dia menghiraukan teriakan Arya yang memanggil namanya. Dia terus berlalu tanpa melihat apapun yang ada dihadapannya. Pikirannya sekarang benar-benar berantakan. Satu-satunya hal yang ingin dia lakukan sekarang adalah menemui Viola dan memeluknya.

Sebelum akhirnya suara jeritan orang-orang disekitar menyadarkannya bersamaan dengan terbenturnya tubuh itu pada pembatas jalan.

Arya yang masih berdiri di tempatnya dengan kedua mata yang membola sontak berlari menuju tubuh Erina yang tergeletak di jalan. Dia mendekap tubuh penuh luka itu dengan air mata yang terus mengalir tanpa henti. Arya terus menggelengkan kepalanya dan mengatakan tidak tidak tidak berulang kali.

"Na bangun Na, kumohon Na dengarkan aku, Na maafkan aku." Arya terus menggoyangkan pipi Erina namun tak ada respon apapun. Erina sudah menutup matanya namun nafasnya masih terasa menandakan bahwa dia masih memiliki nyawa.

"Vio, mommy disini." satu kalimat yang sempat di ucapkan Erina sebelum tidur panjangnya.

*

*

*

- T B C -

With Love : Nhana

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status