Home / Rumah Tangga / KINASIH / Kembali ke kota

Share

Kembali ke kota

Author: Bulbin
last update Last Updated: 2025-11-15 22:01:28

Sesampai di rumah, Asih melihat Aryo duduk menunggu di beranda. Tak terlihat kedua mertuanya pun dengan motor tua milik mereka.

Aryo segera menarik Asih ke dalam kamar, memeluk erat wanitanya, seakan takut kembali berpisah.

Asih meronta, berusaha lepas dari laki-laki itu. Namun, tenaganya kalah jauh dengan pria yang lebih dari lima tahun telah menjadi suaminya.

Suasana rumah yang sepi, membuat Aryo semakin bersemangat melancarkan hasrat yang telah lama dia pendam. Dia melucuti semua pakaian Asih, meski wanita itu terus memberontak.

"Maaf, As." Aryo berkata lirih setelah semua selesai. Dia duduk di tepi ranjang dengan kedua tangan mengacak rambutnya yang tak gatal.

Sedangkan Asih menangis tergugu, bukan karena hak suami yang diminta darinya. Melainkan di matanya, Aryo bagai orang lain. Perlakuan yang sangat berbeda, membuat hatinya merasa perih.

Aryo keluar kamar setelah mendengar suara motor bapaknya memasuki halaman. Meninggalkan Asih yang masih syok di atas ranjang.

Asih mengu
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • KINASIH   Mantan preman

    Asih membawa anaknya ke halaman untuk berjemur seperti biasa. Dia duduk di sebuah bangku kayu, tepat di dekat kebun sayur neneknya. Udara masih segar, mentari belum terlalu naik, dan sisa embun terlihat di ujung dedaunan. Jalan setapak di depan rumah, mulai ramai oleh lalu lalang warga. Para petani membawa cangkul dan 'alat tempurnya', anak-anak berlarian pergi ke sekolah dan ada pula kaum wanita yang bergerombol di pinggir jalan, menanti tukang sayur sembari bergosip ria. Sebenarnya, desa nek Ijah bukanlah desa terpencil. Letaknya juga tak jauh dari jalan raya yang ramai, serta barisan ruko yang perlahan menjamur. Mungkin, lima atau sepuluh tahun mendatang, sawah-sawah di sana berubah menjadi gedung bertingkat, rumah pribumi mulai tergusur oleh kedatangan warga baru dari luar desa. Asih mengamati semuanya dengan hati trenyuh. Membayangkan bagaimana para warga yang terbiasa hidup tenang dan nyaman, harus berbagi lahan dengan para tuan tanah yang —serakah. "Asih, udah gede aja ya a

  • KINASIH   Ibu

    "Maaf, tadi Nyonya kenapa? Kata dokter, Nyonya mengalami syok, apa karena telepon dari —" Suara Sumi terpotong oleh gerakan Mariana yang menarik napas dalam. Perlahan, dia mengatakan apa yang terjadi, termasuk rasa penasaran akan suara wanita yang dia dengar di ujung sana. "Apa Bibi tahu nomor ini?" Mariana memperlihatkan layar ponselnya, lalu mengangguk lemah saat Sumi menggeleng pelan. Wanita yang telah lama bekerja di keluarga Wijaya itu, memberanikan diri bertanya lebih lanjut, mengingat dia tahu betul lika liku rumah tangga majikannya sedari masih menjadi pengantin baru. "Ya, Bi. Itu suara perempuan. Tapi aku nggak kenal siapa. Dia bilang aku istri nggak berguna yang hanya numpang hidup pada Wijaya semata, satu lagi, dia juga bilang jika Wijaya tak hanya selingkuh dengan satu wanita, bahkan ada yang sampai memiliki anak," tutur Mariana dengan wajah mendung. Perlahan, dari bibirnya keluar suara lirih, namun Sumi masih mampu mendengarnya. "Mungkin karena aku belum bisa hamil,

  • KINASIH   Perang batin

    "Sabar dulu, aku ingin berbincang sebentar," bisik Wijaya sembari mendaratkan kecupan hangat di pipi wanitanya. Perempuan itu menarik diri, wajahnya terlihat masam dengan bibir merah yang terkatup rapat. Dia hanya melirik sekilas pada tamunya, lalu melangkah menuju kursi rotan yang tersedia di sana. "Jangan gitu dong, nanti cantiknya hilang lho," goda Wijaya yang mendekat dan menyentuh pipi si wanita. "Mau tanya apa lagi? Bukannya saya sudah melakukan semua yang Bapak minta? Lagi pula, Bapak juga belum menyerahkan sisa pembayaran terakhir, bukan?" Wanita itu melipat kedua lengannya di dada, dagunya terangkat, menatap sinis pada laki-laki di sampingnya. "Kalau Anda ingkar, saya pun tak akan segan memberitahukan semuanya pada Nyonya Mariana, termasuk rahasia itu," sambungnya dengan seringai tipis saat tatapannya bertemu dengan manik hitam milik pria tersebut. Wijaya mengusap wajah kasar, lalu menegakkan duduknya, menghirup napas dalam dan menghembuskan perlahan. Gejolak emosi dalam

  • KINASIH   Biang kerok

    "Asih, kau ... sudah tahu soal itu?" Kata-kata itu membuat Asih membalas tajam tatapan Mariana, lalu mengangguk tegas. "Maafkan Bayu, As. Dia tidak sengaja. Saat itu dia —""Mungkin waktu kejadian, memang tidak sengaja, Bu. Tapi menutupi kebenaran sampai sekian tahun, apakah termasuk 'ketidak sengajaan'?" balas Asih dengan dada naik turun. Terlihat jelas, dirinya berusaha menahan amarah. Bayi dalam dekapan, menangis keras. Seakan merasakan perasaan sang ibu dan hawa menegangkan di sekitarnya. Asih berusaha menenangkan, mengusap punggung mungil itu penuh sayang hingga si anak tertidur. Mariana membuka mulut, namun Asih lebih dulu meliriknya, kemudian menatap pintu kamar yang tertutup. "Tapi, As. Saya mohon, maafkan Bayu. Dia tak sepenuhnya bersalah. Sekarang pun dia sudah menanggung akibat dari perbuatannya, tolong maafkan Bayu." Lagi-lagi, Mariana memohon, namun balasan Asih membuat wanita itu terdiam tak berkutik. "Bu, saya memang pernah mencintai Mas Bayu. Namun kenyataannya,

  • KINASIH   Penjara

    "Kamu? Untuk apa ke sini?"Di ambang pintu, berdiri Rosma -istri mendiang Hartono. Wanita itu mengeluarkan sesuatu dari dalam tas dan memperlihatkan pada pasangan suami istri di hadapannya. Mariana terpekik, dengan cepat tangannya menutup mulut. Sedangkan sang suami menggeleng, tangannya bergetar hingga kertas di tangan hampir saja terlepas. "Polisi sedang melacak anak semata wayang kalian, dan tentu saja, semua bukti sudah kuat untuk menjebloskan putra mahkota Wijaya Group ke dalam sel yang dingin dan menyeramkan." Setelah berkata demikian, Rosma balik badan dan berlalu pergi, meninggalkan kedua tuan rumah yang masih syok atas berita tersebut. Mereka cepat masuk, Wijaya meraih ponsel, kembali menghubungi sang anak yang belum juga direspons. "Ke mana anak itu? Apa polisi sudah meringkusnya?" Wijaya mengacak rambutnya kesal, sementara sang istri hanya duduk dengan tatapan kosong. Nun jauh dari tempat kedua orang tuanya, Bayu baru saja meninggalkan kampung di mana Asih tinggal. Be

  • KINASIH   Bertemu kembali

    Pintu terbuka pelan, sesaat setelah Bayu mengetuknya. Seorang wanita dengan rambut perak dan wajah keriput, tersenyum dan bertanya dengan nada sopan dalam bahasa Jawa yang halus. "Ngapunten, njenengan pados sinten nggih?" (Maaf, Anda cari siapa ya?)Bayu terdiam sesaat, lalu melirik ke dalam, berharap yang dicari datang. Namun pertanyaan yang diulang, membuat pria tersebut cepat menjawab dengan suara terbata. Tuan rumah mengangguk, tak segera masuk memanggil, tapi menatap si tamu dengan tatapan penuh selidik. Bayu yang biasa mampu membuat orang lain mati kutu di hadapannya, kini berbeda. Justru dia yang dibuat demikian, meskipun penampilannya masih rapi dengan setelan jas dan sepatu mengkilap. Tak lama kemudian, tuan rumah berbalik masuk. Terdengar tangis bayi sesaat dan tak lama setelahnya, muncullah wajah yang Bayu nantikan selama ini. "Mas Bayu?" Seketika mereka saling mematung, diam saling tatap lalu refleks Bayu mengulurkan tangan dengan mengulas senyum. Dadanya bergemuruh,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status