Share

Bab. 6

Angin berhembus meniup tangkai pandai yang mulai menguning. Bulir padi yang berisi beras nampak tertunduk menandakan massa dari tanaman palawija itu. Mungkin panen kali ini disertai hujan, sebab musim penghujan sudah di mulai. Beberapa petani bahkan sudah mulai memanen hasil sawah mereka sejak kemarin, selain karna palawija mereka sudah siap panen, juga karna ingin menghindari genangan lumpur di sawah bila hujan turun.

Pandangan seorang wanita paruh baya, kira-kira berumur lima puluh tahun menatap lama padi-padi yang menguning itu. Padi yang tumbuh di sawah kira-kira jaraknya hanya dua puluh meter dari halaman belakang rumahnya,  Netra  tuanya sedikit berkaca, bayangan almarhum suaminya yang sedang mencangkul sawah, menanam padi sampai memanen padi dengan cara manual dulu kembali memenuhi benak bu Fatimah. Sawah ini satu-satunya peninggalan almarhum suaminya sebelum meninggal.

Meski Cuma satu, namun luas sawah ini cukup banyak, untuk sekali panen padi biasanya dapat sepuluh karung. Namun karna penggarapannya dibantu oleh saudara bu Fatimah, maka bu Fatimah juga harus mengeluarkan upah. Biasanya berupa padi juga, bila dapat sepuluh karung, maka bu Fatimah harus bagi dua dengan saudara yang menggarap sawah itu.

Bu Fatimah hanya mengandalkan hasil sawah itu dan kiriman dari Kumala, putrinya, untuk biaya hidup hari-hari beliau.

Sudah berapa hari ini, bu fatimah rasanya susah terpejam, ingatannya menuju pada putrinya yang sudah tiga hari ini tak pernah menelpon, biasanya Kumala paling lama dua hari tak mengabari beliau, meski hanya singkat, namun bila Kumala sudah menelpon menanyakan kabar dan mengabari keadaannya sendiri dan Dirham, sang menantu buat wanita dengan tahi lalat di bagian dahi kanan ini sudah lega.

Ada apa dengan Kumala, sakitkah, mengapa tak menelpon dua hari ini. Perasaan bu Fatimah sangat terusik. Ingin rasanya menelpon putrinya itu. Ponsel jadul merek Nokia yang Kumala belikan untuk digunakan berkomunikasi dengan putrinya itu. Saat Kumala dan Dirham ingin membelikan ponsel android atau ponsel zaman sekarang, bu Fatimah menolak.

“Ibu, nggak tahu cara pakaianya, Nak. Nggak ada tombolnya.” Ucap bu Fatimah saat Dirham menawarkan ingin  membelikan ponsel yang sama tipenya dengan milik Kumala.

Lalu tangan yang mulai keriput itu, mengambil ponsel yang terletak diatas meja makan sederhana di dekat dapur.

Baru akan menelpon, ternyata Kumala sudah duluan menelpon. Pandangan bu Fatimah masih jelas, jadi masih bisa melihat siapa yang menelpon.

“Halo, Assalamualaikum, Mala. Ibu baru mau telepon kamu, Nduk.”

Diujung sana, Kumala menarik nafas panjang sesaat, sebelum menjawab salam ibunya. “Waalaikumsalam, Bu.” Terdengar berat suara itu, tak seperti biasanya.

“Ibu baru mau telpon kamu, tapi keduluan. Tiga hari nggak nelpon, kamu sehat, Nduk?” musim hujan begini, penyakit flu dan batuk banyak menjangkiti warga, sebab itu juga bu Fatimah menanyai putrinya.

“Sehat, Bu, Alhamdulillah. Mala kangen sama, Ibu.” Netra Kumala sudah berkaca mengucap itu. Kesedihan yang menari-nari di benaknya berapa hari ini, buat ia begitu rindu pada ibunya.

“Sambanglah ke sini, Nduk. Sebentar lagi panen.” Suara bu Fatimah, sedikit menenangkan Kumala. Dia belum juga memberitahukan ibunya tentang kehamilannya yang sudah dua bulan lebih. Tentu beliau sangat bahagia bila mengetahuinya.

“Bu, Mala hamil. Sudah dua bulan.” Pelan suara Kumala memberitahu bu Fatimah. Harusnya ini kabar bahagia, namun pengkhianatan dalan pernikahannya mengiringi kabar bahagia ini, buat nada suara Kumala terdengar getir.

“Alhamdulillah, ya Allah. Kamu hamil, Nduk.” Suara bu Fatimah terdengar penuh kegembiraan dan rasa syukur. Persis seperti reaksi mertuanya saat mengetahui kabar kehamilan Kumala.

Kumala semakin bimbang, namun bayangan pengkhinatan suami dan kawan dekatnya, sungguh tak bisa hilang dari ingatan. Ada yang berdenyut perih di dada Kumala.

“Bu,…” hening menjeda sesaat, Kembali Kumala menarik nafas panjang dan menghembuskan perlahan. Sementara di seberang sana, bu Fatimah sedikit heran dengan Kumala yang tak seceria biasanya. Bawaan bayi kah? “Mala boleh pulang ke rumah, Ibu?” lolos juga pertanyaan itu. pertanyaan yang sedikit ambigu sebenarnya, namun sebagai orang tua, bagaimana pun firasat tak enak yang muncul di relung hati, bu Fatimah tetap berfikir positif.

“Ya Allah, Nduk, boleh to. Bagus kamu disini, sawah Bapakmu mungkin minggu depan sudah panen, ajak Dirham kesini sekalian, ibu lihat suamimu senang melihat orang-orang kalau lagi panen.” Ceria suara bu Fatimah, sebab mendengar Kumala yang sedang hamil. Ada rasa haru juga sebenarnya, sebab putri satu-satunya sedang mengandung. Entahlah namanya seorang ibu, naluri keibuannya terhadap anak, begitu kuat.

“Benarkah, Bu. Aku pengen lihat orang-orang panen, Bu.”

“Iya, datanglah, ibu tunggu.”

Lalu Kumala segera mengakhiri percakapan mereka. Lega. Ada perasaan lega di hati Kumala, sebab diizinkan pulang. Meski mungkin persepsi dirinya dan ibu berbeda. Namun yang penting pulang dulu. Kumala ingin mengobati luka-luka yang ia rasa, dengan caranya sendiri.

“Katakanlah, Mas, bila aku ada kurang, jangan cari pelampiasan di luar sana, tapi ajari aku. Aku tak terlalu berpendidikan tinggi seperti perempuan yang lain, Mas.” bila Kumala sudah mengucap seperti itu, maka dekapan dan kecupanlah yang akan Dirham berikan.

Meski hanya lulus SMU dan berasal dari desa, namun Dirham tak pernah malu membawa istrinya kemana-mana, bahkan bila ada acara yang diadakan dari kantor, maka Dirham paling antusias membawa istrinya. Dan Kumala pun pandai menempatkan diri di tengah-tengah kalangan menengah atas itu.

Kumala menghapus air mata yang kembali luruh di pipi mulusnya. Bayangan keintiman suaminya dan Fiona menari-nari di benaknya. Sedekat apa mereka selama ini. sudah berapa kali mereka melakukannya, jalan berdua, menghabiskan waktu bersama, hingga berzina di kamar.

Sakit, ya Allah. Batin Kumala pedih.

Kumala terperanjat kaget, saat ia hendak berdiri dari ruang tamu, mbak Kirana sudah berdiri di pintu sambil mengucap salam, dengan tatapan menuju tepat di wajah Kumala yang pipinya masih dibasahi air mata.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status