Share

Bab. 7

Kirana geram bukan main mendengar cerita Kumala tentang Dirham dan Fiona. Cerita ini bukan baru pertama kali Kumala dengar, bahkan mas kahlil, suami Kirana, melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana Dirham keluar dari hotel sambil menggandeng Fiona dengan mesranya.

Air mata Kumala kembali menggenangi pelupuk matanya, rasa sakit itu sedikit berkurang, mungkin karna cerita pada kakak iparnya. Padahal Kumala sebenarnya tak ingin menceritakan aib suaminya pada siapapun, apalagi pada mertua dan iparnya. Biarlah mereka tahu sendiri. Namun mbak Kirana, memaksa dirinya tadi, padahal mbak Kirana sendiri sudah tahu kelakuan sang adik.

“Kurang ajar banget perempuan itu, Mal, udah tahu laki orang, tapi masih diembat juga.” Geram kirana. “Mbak akan bikin perhitungan sama perempuan itu, kalau Dirham biar jadi urusan mama.”

“Jangan, Mbak, biar aja. Mungkin memang mas Dirham udah nggak nyaman dengan pernikahan kami.” Getir suara Kumala, sementara Kirana yang mendengarnya semakin sedih namun geram pada adiknya sendiri.

“Kamu lagi hamil Mala, kehamilan ini yang kalian nantikan sudah lama, jangan biarkan perempuan itu menghancurkan rumah tangga kalian. Mbak bilang gini, bukan karna Dirham adik mbak, tapi kalian akan punya anak Mala. Jangan biarkan anak yang kalian nantikan kehadirannya, tak merasakan kasih sayang kalian secara utuh.” Panjang lebar Kirana memberikan pandangan pada Kumala, sungguh ia tak ingin melihat rumah tangga adik dan iparnya ini berakhir dengan cara seperti ini.

Benar yang dikatakan mbak Kirana, mereka akan punya anak, anak yang mereka dambakan selama ini, namun setelah Tuhan menitpkan, rumah tangganya juga sedang diujung tanduk. Haruskah Kumala menekan egonya demi sang anak? Namun bagaimana dengan rasa sakit yang dialami dari perselingkuhan ini?

__

“Mas, aku kangen.” Fiona berusaha mensejajari langkah lebar Dirham. Rapat tadi selesai tepat pukul setengah satu, tadi Dirham bergegas menuju mushola kecil yang terletak di belakang gedung kantor itu, segera menunaikan sholat dhuhur empat rakaat, kemudian memohon ampun atas dosa dan khilaf yang dia lakukan kemarin, selanjutnya do’a keselatamatan dan kesehatan ia panjatkan untuk istri dan calon anak mereka.

“Kita sudah tak ada hubungan apa-apa, Fiona. Semua sudah berakhir.” Geram Dirham dengan suara tertahan, sebab ia tak ingin orang lain mendengar percakapan mereka.

“Secepat itu kamu lupakan hubungan kita, Mas.” gemas Fiona ini. kata putus dari Dirham kemarin, masih berusaha ia jalin kembali, ia menyesal menuntut banyak dari pria ini. “Jadi yang kedua juga aku, nggak apa-apa, Mas.” tanpa tahu malu Fiona ucapkan itu. entahlah, rasanya dirinya tak bisa berpaling dari pesona yang Dirham miliki.

“Jangan mimpi kamu,” bentak Dirham semakin geram.

“Aku punya foto-foto kita, Mas.” ancam Fiona balik, dia sudah terengah sebab Dirham tak memelankan langkahnya.

“Sebarkan saja kalau kau tak punya malu.” Dirham sebenarnya sudah gusar sedari tadi, mengapa ia harus berurusan lagi dengan Fiona. Dia tadi mengajukan keberatan saat pak Ronald dan pak Broto menyandingkan dirinya lagi dengan Fiona.

“Apa tak ada karyawan laki-laki, Pak?”

“Tak apa to pak Dirham, Fiona ini bisa di andalkan, lagian saya lihat kalau proyek ditangani pak Dirham dan Fiona pasti selalu berhasil.” Ucap pak Ronald diikuti kekehan panjang. “Lagian main-main sedikit di belakang istri, tak apa pak, yang penting ingat pulang saja.” kembali ucapan dan kata-kata pak Ronald begitu menyinggung perasaan Dirham. Orang lain saja bisa merabai jika dirinya punya hubungan khusus dengan Fiona, apalagi Kumala yang tiap malam tidur satu bantal dengannya.

Sementara Fiona sudah memerah wajahnya mendengar candaan mesum bosnya Dirham ini. ia dan Dirham memang main-main di belakang Kumala, namun Fiona tak ingin bila Dirham ingat pulang, apalagi kembali ke rumah istrinya.

Enam bulan ia berusaha memberikan kepuasan seks yang laur biasa pada Dirham, berharap sepulang kerja, Dirham sudah kelelahan dan tak lagi memberikan hak pada Kumala.

“Pak Dirham, mbak Fiona, mari kita makan siang dulu.” Pak Broto dan pak Ronald tiba-tiba muncul di parkiran. Ingin rasanya menolak namun Dirham tak enak pada keduanya.

“Kalau bisa yang dekat sini saja, Pak.” Dirham menawar.

“Ok, kita cari tempat makan,” ucap pak Ronald sambil memandang sekilas ke arah Fiona yang berpakaian cukup ketat.

“Mengapa buru-buru pak Dirham?” tanya pak Broto, bosnya Fiona. Sedikit heran ia melihat pria ini, sebab biasanya akan betah berlama-lama bila anak buahnya ikut meeting ataupun ikut makan siang seperti ini.

“Ada janji dengan istri, Pak. Kumala sedang hamil anak pertama kami, tadi minta dibawakan nasi padang.” jawab Dirham berbohong. Hamilnya Kumala betul, Namun Kumala tak minta nasi padang, bila perlu Kumala tak ingin lagi merepotkan dirinya, seperti semalam, saat terbangun muntah di tengah malam, Kumala sendiri yang turun mengambil minum, padahal Dirham siaga di sampingnya.

Ucapan Dirham tentang kehamilan Kumala, buat Fiona mendadakak kelu, tak percaya, jika wanita yang sering ia katai mandul, ternyata  bisa hamil. Fiona memandang marah ke arah Dirham.

[Ternyata karna kehamilan istrimu, yang membuatmu meninggalkanku, Mas.] dengan cepat Fiona mengetik dan mengirim pesan pada pria yang duduk tepat di hadapannya. keduanya tak bebas berkomunikasi sebab ada bos di samping mereka.

Dirham menyadari kalau ponsel di sakunya bergetar setelah ia lihat Fiona mengutak atik gawainya barusan.

Dirham mengabaikan, tak ingin melihat ponsel itu. ia ingin makan siang ini cepat selesai dan segera pulang. Ia ingin membeli martabak telur kesukaan Kumala.

__

Kumala baru saja selesai menunaikan sholat azhar, saat ia dengar deru mobil suaminya memasuki garasi.

Zikir yang indah masih Kumala Lantunkan saat Dirham melangkah masuk kedalam rumah, segera mencari keberadaan istrinya. Di dapur tak ada, lalu Dirham gegas naik ke lantai dua menuju kamar mereka. Kepanikan Dirham tadi sirna, saat melihat Kumala masih menggunakan mukena sedang berzikir diatas sajadah biru kesukaannya.

Segera `ia turun kembali menyimpan martabak yang masih ia genggam tadi, lalu segera masuk ke kamar mandi di dekat dapur, mencuci kaki dan tangan, dan segera ia comot satu martabak telur tadi. Padahal ia beli untuk Kumala, namun dirinya lebih ingin mencicipi kudapan itu.

Betapa kegetnya Dirham saat ia naik kembali dan masuk kedalam kamar, ia lihat Kumala sibuk mengeluarkan baju-bajunya dari dalam lemari, dan memindahkan ke dalam koper hitam yang terletak tak jauh dari kaki istrinya.

“Mala, Sayang…kenapa ini?” Dirham mendekat, mendekap Kumala, namun segera istrinya menghindar.

“Sholat dulu, Mas.”

“Sudah, Sayang. Mas tadi singgah sholat di masjdi At Taqwa.” Dirham tak melepas pandang dari wajah sembab Kumala. Tentu istrinya tadi menangis saat mengadukan rasa sakitnya pada sang pencipta.

“Aku akan pulang ke rumah ibu, Mas. aku Cuma akan bawa bajuku keluar, sebab aku nggak bawa apa-apa dulu masuk ke rumah ini.” setetes air mata Kumala jatuh di pipinya, menandakan rasa sakir dan pedih itu masih jelas.

“Tidak sayang, jangan pergi, jangan tinggalin Mas. ampuni mas, mas mohon.” Dirham gegas mendekap erat tubuh istrinya. Resah dan takut kehilangan kini menghantuinya dan sebentar lagi benar-benar akan terjadi. Entah harus cara apalagi Dirham menghalangi kepergian Kumala. sementara wanitanya benar-benar terluka akibat pengkhianatan yang ia lakukan.

“Aku hanya memberi kesempatan pada kamu dan perempuan itu untuk bersatu, Mas. jadi tak perlu lagi kalian sembunyi-sembunyi di belakangku.” Pedih benak Kumala.

“Perempuan yang mana?” tanya Dirham dengan nada marah, ia benar-benar gusar. Takut kehilangan istri dan calon anaknya. Cinta pada Kumala begitu besar, namun pengaruh perempuan binal itu benar-benar berhasil memporak-porandakan rumah tangganya.

“Nggak usah marah, Mas. aku hanya tahu diri. Kuberikan kesempatan pada kalian agar kalian jangan lagi berzina.” Sendu sekali wajah Kumala. Begitu tak rela suaminya berbagi dengan wanita lain.

“Mala, kita akan punya anak, Sayang. Mas benar-benar udah nggak bersama dia lagi. Mas mohon ampuni Mas.” Dirham mendekat kembali, memeluk dan menangis di  bahu istrinya.

“Perempuan itu, benar-benar tak ingin kehilanganmu Mas, lihatlah apa yang ia kirim di ponselku.” Kumala melepas diri, lalu kembali sibuk memasukkan baju dan beberapa makeup dan botol parfum miliknya.

Bersambung…

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Ummatul Khoiriyah
karya jiplakan kasihan author yang karyanya udah dibajak
goodnovel comment avatar
DPurwie
CERITANYA BAGUS.TAPI MEMBUATKU SANGAT MARAH.YA MARAH SAMA PELAKORNYA. HIHIHIHI..JADI BAPER AKUNYA......
goodnovel comment avatar
Yuli W
Rasa2nya cerita ini seperti gabungan cerita Akhir Sebuah Perselingkuhan dan Setelah 5 tahun pernikahan (klo ga slh judulnya itu), 2 cerita itu ditulis oleh author yg sama.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status