Kirana geram bukan main mendengar cerita Kumala tentang Dirham dan Fiona. Cerita ini bukan baru pertama kali Kumala dengar, bahkan mas kahlil, suami Kirana, melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana Dirham keluar dari hotel sambil menggandeng Fiona dengan mesranya.
Air mata Kumala kembali menggenangi pelupuk matanya, rasa sakit itu sedikit berkurang, mungkin karna cerita pada kakak iparnya. Padahal Kumala sebenarnya tak ingin menceritakan aib suaminya pada siapapun, apalagi pada mertua dan iparnya. Biarlah mereka tahu sendiri. Namun mbak Kirana, memaksa dirinya tadi, padahal mbak Kirana sendiri sudah tahu kelakuan sang adik.
“Kurang ajar banget perempuan itu, Mal, udah tahu laki orang, tapi masih diembat juga.” Geram kirana. “Mbak akan bikin perhitungan sama perempuan itu, kalau Dirham biar jadi urusan mama.”
“Jangan, Mbak, biar aja. Mungkin memang mas Dirham udah nggak nyaman dengan pernikahan kami.” Getir suara Kumala, sementara Kirana yang mendengarnya semakin sedih namun geram pada adiknya sendiri.
“Kamu lagi hamil Mala, kehamilan ini yang kalian nantikan sudah lama, jangan biarkan perempuan itu menghancurkan rumah tangga kalian. Mbak bilang gini, bukan karna Dirham adik mbak, tapi kalian akan punya anak Mala. Jangan biarkan anak yang kalian nantikan kehadirannya, tak merasakan kasih sayang kalian secara utuh.” Panjang lebar Kirana memberikan pandangan pada Kumala, sungguh ia tak ingin melihat rumah tangga adik dan iparnya ini berakhir dengan cara seperti ini.
Benar yang dikatakan mbak Kirana, mereka akan punya anak, anak yang mereka dambakan selama ini, namun setelah Tuhan menitpkan, rumah tangganya juga sedang diujung tanduk. Haruskah Kumala menekan egonya demi sang anak? Namun bagaimana dengan rasa sakit yang dialami dari perselingkuhan ini?
__
“Mas, aku kangen.” Fiona berusaha mensejajari langkah lebar Dirham. Rapat tadi selesai tepat pukul setengah satu, tadi Dirham bergegas menuju mushola kecil yang terletak di belakang gedung kantor itu, segera menunaikan sholat dhuhur empat rakaat, kemudian memohon ampun atas dosa dan khilaf yang dia lakukan kemarin, selanjutnya do’a keselatamatan dan kesehatan ia panjatkan untuk istri dan calon anak mereka.
“Kita sudah tak ada hubungan apa-apa, Fiona. Semua sudah berakhir.” Geram Dirham dengan suara tertahan, sebab ia tak ingin orang lain mendengar percakapan mereka.
“Secepat itu kamu lupakan hubungan kita, Mas.” gemas Fiona ini. kata putus dari Dirham kemarin, masih berusaha ia jalin kembali, ia menyesal menuntut banyak dari pria ini. “Jadi yang kedua juga aku, nggak apa-apa, Mas.” tanpa tahu malu Fiona ucapkan itu. entahlah, rasanya dirinya tak bisa berpaling dari pesona yang Dirham miliki.
“Jangan mimpi kamu,” bentak Dirham semakin geram.
“Aku punya foto-foto kita, Mas.” ancam Fiona balik, dia sudah terengah sebab Dirham tak memelankan langkahnya.
“Sebarkan saja kalau kau tak punya malu.” Dirham sebenarnya sudah gusar sedari tadi, mengapa ia harus berurusan lagi dengan Fiona. Dia tadi mengajukan keberatan saat pak Ronald dan pak Broto menyandingkan dirinya lagi dengan Fiona.
“Apa tak ada karyawan laki-laki, Pak?”
“Tak apa to pak Dirham, Fiona ini bisa di andalkan, lagian saya lihat kalau proyek ditangani pak Dirham dan Fiona pasti selalu berhasil.” Ucap pak Ronald diikuti kekehan panjang. “Lagian main-main sedikit di belakang istri, tak apa pak, yang penting ingat pulang saja.” kembali ucapan dan kata-kata pak Ronald begitu menyinggung perasaan Dirham. Orang lain saja bisa merabai jika dirinya punya hubungan khusus dengan Fiona, apalagi Kumala yang tiap malam tidur satu bantal dengannya.
Sementara Fiona sudah memerah wajahnya mendengar candaan mesum bosnya Dirham ini. ia dan Dirham memang main-main di belakang Kumala, namun Fiona tak ingin bila Dirham ingat pulang, apalagi kembali ke rumah istrinya.
Enam bulan ia berusaha memberikan kepuasan seks yang laur biasa pada Dirham, berharap sepulang kerja, Dirham sudah kelelahan dan tak lagi memberikan hak pada Kumala.
“Pak Dirham, mbak Fiona, mari kita makan siang dulu.” Pak Broto dan pak Ronald tiba-tiba muncul di parkiran. Ingin rasanya menolak namun Dirham tak enak pada keduanya.
“Kalau bisa yang dekat sini saja, Pak.” Dirham menawar.
“Ok, kita cari tempat makan,” ucap pak Ronald sambil memandang sekilas ke arah Fiona yang berpakaian cukup ketat.
“Mengapa buru-buru pak Dirham?” tanya pak Broto, bosnya Fiona. Sedikit heran ia melihat pria ini, sebab biasanya akan betah berlama-lama bila anak buahnya ikut meeting ataupun ikut makan siang seperti ini.
“Ada janji dengan istri, Pak. Kumala sedang hamil anak pertama kami, tadi minta dibawakan nasi padang.” jawab Dirham berbohong. Hamilnya Kumala betul, Namun Kumala tak minta nasi padang, bila perlu Kumala tak ingin lagi merepotkan dirinya, seperti semalam, saat terbangun muntah di tengah malam, Kumala sendiri yang turun mengambil minum, padahal Dirham siaga di sampingnya.
Ucapan Dirham tentang kehamilan Kumala, buat Fiona mendadakak kelu, tak percaya, jika wanita yang sering ia katai mandul, ternyata bisa hamil. Fiona memandang marah ke arah Dirham.
[Ternyata karna kehamilan istrimu, yang membuatmu meninggalkanku, Mas.] dengan cepat Fiona mengetik dan mengirim pesan pada pria yang duduk tepat di hadapannya. keduanya tak bebas berkomunikasi sebab ada bos di samping mereka.
Dirham menyadari kalau ponsel di sakunya bergetar setelah ia lihat Fiona mengutak atik gawainya barusan.
Dirham mengabaikan, tak ingin melihat ponsel itu. ia ingin makan siang ini cepat selesai dan segera pulang. Ia ingin membeli martabak telur kesukaan Kumala.
__
Kumala baru saja selesai menunaikan sholat azhar, saat ia dengar deru mobil suaminya memasuki garasi.
Zikir yang indah masih Kumala Lantunkan saat Dirham melangkah masuk kedalam rumah, segera mencari keberadaan istrinya. Di dapur tak ada, lalu Dirham gegas naik ke lantai dua menuju kamar mereka. Kepanikan Dirham tadi sirna, saat melihat Kumala masih menggunakan mukena sedang berzikir diatas sajadah biru kesukaannya.
Segera `ia turun kembali menyimpan martabak yang masih ia genggam tadi, lalu segera masuk ke kamar mandi di dekat dapur, mencuci kaki dan tangan, dan segera ia comot satu martabak telur tadi. Padahal ia beli untuk Kumala, namun dirinya lebih ingin mencicipi kudapan itu.
Betapa kegetnya Dirham saat ia naik kembali dan masuk kedalam kamar, ia lihat Kumala sibuk mengeluarkan baju-bajunya dari dalam lemari, dan memindahkan ke dalam koper hitam yang terletak tak jauh dari kaki istrinya.
“Mala, Sayang…kenapa ini?” Dirham mendekat, mendekap Kumala, namun segera istrinya menghindar.
“Sholat dulu, Mas.”
“Sudah, Sayang. Mas tadi singgah sholat di masjdi At Taqwa.” Dirham tak melepas pandang dari wajah sembab Kumala. Tentu istrinya tadi menangis saat mengadukan rasa sakitnya pada sang pencipta.
“Aku akan pulang ke rumah ibu, Mas. aku Cuma akan bawa bajuku keluar, sebab aku nggak bawa apa-apa dulu masuk ke rumah ini.” setetes air mata Kumala jatuh di pipinya, menandakan rasa sakir dan pedih itu masih jelas.
“Tidak sayang, jangan pergi, jangan tinggalin Mas. ampuni mas, mas mohon.” Dirham gegas mendekap erat tubuh istrinya. Resah dan takut kehilangan kini menghantuinya dan sebentar lagi benar-benar akan terjadi. Entah harus cara apalagi Dirham menghalangi kepergian Kumala. sementara wanitanya benar-benar terluka akibat pengkhianatan yang ia lakukan.
“Aku hanya memberi kesempatan pada kamu dan perempuan itu untuk bersatu, Mas. jadi tak perlu lagi kalian sembunyi-sembunyi di belakangku.” Pedih benak Kumala.
“Perempuan yang mana?” tanya Dirham dengan nada marah, ia benar-benar gusar. Takut kehilangan istri dan calon anaknya. Cinta pada Kumala begitu besar, namun pengaruh perempuan binal itu benar-benar berhasil memporak-porandakan rumah tangganya.
“Nggak usah marah, Mas. aku hanya tahu diri. Kuberikan kesempatan pada kalian agar kalian jangan lagi berzina.” Sendu sekali wajah Kumala. Begitu tak rela suaminya berbagi dengan wanita lain.
“Mala, kita akan punya anak, Sayang. Mas benar-benar udah nggak bersama dia lagi. Mas mohon ampuni Mas.” Dirham mendekat kembali, memeluk dan menangis di bahu istrinya.
“Perempuan itu, benar-benar tak ingin kehilanganmu Mas, lihatlah apa yang ia kirim di ponselku.” Kumala melepas diri, lalu kembali sibuk memasukkan baju dan beberapa makeup dan botol parfum miliknya.
Bersambung…
Ingin rasanya Dirham melempar ponsel di tangannya, seandainya itu bukan milik istrinya. Mendidih amarah pria ini, berbagi macam pose dirinya bersama Fiona, mulai dari hanya sekedar selfi di tempat makan, hingga foto tubuh keduanya hanya tertutup selimut, wanita itu nekat mengirim ke ponsel Kumala. Foto di atas ranjang diam-diam Fiona ambil saat keduanya kelelahan sehabis bercinta. Tentu gambar itu diambil tanpa sepengetahuan dirinya, sebab disitu, terlihat Dirham tertidur dengan lelapnya. “Perempuan biadab.” Dirham geram betul. Ia berjanji akan bikin perhitungan dengan perempuan itu jika masih nekat mengganggu Kumala. “Sayang…” Dirham mengejar langkah Kumala yang turun ke dapur ingin menyiapkan makan malam. Ia lihat istrinya membuka kotak martabak yang dibawanya tadi, lalu Kumala menutup kembali kotak tanpa menyentuh isinya. Terlihat Kumala menghapus sudut netranya dengan ujung jari, sebelum melangkah kedepan lemari makan. Dirham tahu, betapa sakit hati istrinya melihat gambar-gam
PLAK!Satu tamparan mendarat dengan keras di pipi sebelah kiri Dirham, saat baru melangkah ke dalam rumah. Betapa terkejutnya saat melihat siapa yang berani menampar dirinya.“Tega, kamu ya!” bu Saida sudah berdiri di ruang tamu, menyambut kepulangan putranya dengan satu tamparan, yang menggambarkan kemarahan beliau.Dirham berlutut segera memeluk kedua kaki ibunya, memohon maaf pada wanita yang telah melahirkannya.“Maafkan Dirham, Ma. Dirham khilaf melakukan ini semua.” Dirham tahu betul bagaimana sayangnya mamanya pada Kumala. Jika Kumala pergi membawa rasa sakitnya, mama Saidalah yang paling akan sedih. Saat mertua lain mungkin akan protes mengapa menantunya belum juga hamil, maka lain dengan mama Saida. Beliau malah sering datang menghibur Kumala, agar menantunya tak merasa tertekan.“Mama begitu bahagia, saat kamu bilang begitu mencintai Kumala, kamu nggak pandang asal Kumala yang dari desa. Tapi sekarang apa? Kamu khianatin istrimu kamu Dir. Kamu udah melakukan zina dengan per
POV DirhamKulihat dia, Kumala Riyani, wanita yang kunikahi lima tahun ini. istri yang menemaniku berjuang dari nol, istri yang mengurus segala keperluanku, istri yang yang selalu siap memuaskan hasratku yang sering datang di malam hari. Istri yang nyaris sempurna di mataku. Cantik, sederhana namun pandai membawa diri. Namun begitu tetap saja aku tega melukai hatinya dengan melayani permainan gila kawan akrabnya.Fiona, wanita binal yang telah memporakporandakan pondasi rumah tanggaku bersama Kumala, janda yang begitu getol mendekatiku dan memberi perhatian-perhatian kecil padaku dikala kami harus keluar kota bersama.Segelas alkohol yang kutenggak saat meeting beberapa bulan lalu, entah bagaimana caranya, bisa mengantarkanku bersama Fiona berakhir diatas ranjang dengan busana yang sudah tak lengkap.Mungkin aku dijebak, mungkin Fiona sendiri yang menjebakku, namun akupun begitu brengseknya, sebab malah ikut arus dan mengikuti permainan Fiona yang. Bermain api dengannya hingga buatku
Perlahan kubuka pintu kamar. Bahkan jendela pun tertutup rapat. Kunyalakan lampu, mencari keberadaan istriku. Namun sungguh aku terkejut dengan apa yang kulihat.“Kumala…”Seperti ada yang ditarik dari dalam rongga dadaku, saat melihat koper dan dua buah tas besar yang Kumala isi dengan pakaiannya kemarin sudah tak ada di sudut kamar itu. jantungku rasanya berhenti berdetak, dengan tergopoh aku berlari kearah kamar mandi yang ada didalam kamar kami, berharap istriku ada didalam sana. Nihil. Jantungku semakin bertalu, jangan pergi sayang pintaku berulang dalam hati.Namun langkah kakiku yang mendekati meja rias, semakin menjelaskan bila Kumala sudah pergi meninggalkan istana kami yang hampir roboh karna ulahku. Tidak, belum, istana ini belum roboh, akan kuperbaiki dan kubangun kembali kemegahan cinta kita sayang.Hatiku benar-benar mencelos, melihat cincin nikah dan atm yang Kumala tinggalkan di atas meja rias ini. sebegitu dalam luka hati istriku, hingga ia mengembalikan semua yang ku
Dirham mengendarai mobil dengan kecepatan sedang, membelah jalan protokol sore itu. sekalut apapun, namun Dirham juga memikirkan keselamatan dirinya, sebab ada istri dan calon bayi yang harus ia jaga dan nafkahi. Meski Kumala sudah mengembalikan ATM dan cincin pernikahan mereka, namun laki-laki ini tak berniat sama sekali mengucap talak untuk istrinya.Luka hati yang mendalamlah yang membuat Kumala mengambil keputusan tersebut. Harga dirinya sebagai perempuan benar-benar terkoyak saat melihat video dan foto-foto mesra suaminya bersama perempuan lain yang sangat ia kenal.Kumala ingat, ketika Fiona tiba-tiba datang ke rumahnya pagi itu. wajah yang penuh lebam dan bibir yang terluka bekas tampar suaminya, buat Kumala dan Dirham benar-benar terkejut melihatnya, padahal sepanjang yang Kumala tahu mas Bram pria yang baik dan penyayang. Beberapa kali Kumala berpapasan dengan mantan suami sahabatnya itu, Bram akan menyapa Kumala dengan sopannya.“Mas Bram pukulin aku, karna cemburu, Mal.” Te
Kumala terbangun dengan kepala yang masih terasa pusing, selang infus di tangan sebelah kanannya menandakan bila dirinya sedang berada di rumah sakit. hal terakhir yang ia ingat adalah saat berdebat dengan suaminya di kamar. Kumala dengan tekad yang semakin kuat untuk bercerai dan Dirham dengan rayuan dan kesungguhan hatinya untuk memperbaiki biduk rumah tangga mereka. Lalu Kumala ke kamar mandi sebab mual namun ia merasa nyeri di bagian bawah perut setelah itu…gelap.“Alhamdulillah, Sayang, kamu sudah sadar?” Dirham genggam dan kecupi jemari istrinya.“Aku, kenapa Mas?” tanya Kumala bingung dan masih sangat lemah.“Kamu pendarahan, Sayang.” Sahut Dirham dengan wajahd an suara yang begitu sedih.“Astagfirullah,” Kumala sudah menangis sesugukan, anak yang lima tahun ia harap kehadirannya, haruskah ia kehilangan lagi. Kumala terisak.“Untung anak kita bisa diselamatkan, Sayang.” Lagi Dirham kecupi jemari bahkan wajah istrinya.Kumala lega. Alhamdulillah.“Dimana ibu?”“Ibu pulang tadi,
Dirham mengikuti kakak iparnya keluar dari ruang perawatan istrinya, sedikit gugup juga dia, sebab melihat wajah tegang mas Kahlil.Mas Kahlil mengajaknya duduk di bangku yang agak jauh dari kamar perawatan istrinya.sengaja mencari bangku yang tak ada pengunjung.“Gimana, Mas. ada apa ini?” Dirham tak tahan, ia penarasan ada apa sebenarnya, hingga iparnya mesti jauh-jauh bicaranya.Terlihat mas Kahlil gusar bukan main, ia buang nafas kasar sebelum berbicara.“Duduklah dulu, saya ingin menanyakan sesuatu.”“Apa itu, Mas?” Dirham mengikuti kakak iparnya dengan memilih duduk di bangku panjang tak jauh dari mas Kahlil.“Kamu kenal dengan Fahmi kah? Mantan suami kedua Fiona. Kebetulan dia bekerja di bagian produksi tempat kerja saya, saya juga baru tahu kalau itu mantan suami Fiona.”“Cuma tahu namanya, Mas, tapi belum pernah bertemu.” Jawab Dirham masih dengan rasa penasarannya.“Ternyata orangnya masih muda banget, mungkin mudah lima tahun dari Fiona.” terang mas Kahlil lagi.“Ada apa me
Dirham berjalan ke ruangan dokter Dina dengan langkah gontai dan dada berdebar, rasa khawatir benar-benar melandanya. Terbayang bagaimana jika hasil pemeriksaannya tak baik-baik saja. bila dirinya yang kena biarlah sebab hukuman atas perbuatannya, namun janganlah Kumala ikut menanggung dosanya.Semakin dekat dengan ruangan dokter Dina, semakin berdebar tak karuan dadanya. Dirham kalut dan ingin menangis rasanya. Ia berdiri lama di depan pintu ruangan dokter kandungan itu, sebelum mengetuknya tiga kali. Menunggu jawaban dari dalam untuk dipersilahkan masuk. Tak sampai satu menit, dokter Dina sudah mempersilahkan dari dalam. Menunggu tak sampai satu menit namun rasanya lambat betul waktu berputar.Bila ada yang memperhatikan. Wajah Dirham sekarang nampak seperti tawanan yang akan di hukum gantung. Bulir keringat sebesar biji jagung mengalir deras dari pelipisnya. Gegas ia ambil sapu tangan dan menghapus air asin itu dari wajahnya.“Silahkan pak Dirham,” suara dokter Dina, seakan menar