Share

Mencari Jalan Keluar

"Aku tidak mau menikah denganmu!" ketus Saraswati.

"Walah, lek marah kamu itu tambah cantik, lo! Hehehe!" Broto mencoba menggoda Saraswati. 

Saraswati tidak merespon ucapan Broto, ia memalingkan mukanya ke arah lain.

"Baik, baiklah, wong ayu! Aku aku akan bersabar, aku tunggu sampai hatimu terbuka untukku!"

"Datanglah, satu bulan lagi," ucap Saraswati, "bulan depan aku akan bawa uang untuk membayar hutang bapakku!"

Broto manggut-manggut kepalanya sambil mengusap janggutnya, "Baiklah! Aku akan datang satu bulan lagi ke sini!"

"Sekarang pergilah!" usir Saraswati.

"Iyo, wong ayu! Aku akan pergi dulu. Jangan lupa janji mu, wong ayu!" ucap Broto sambil berdiri dan menatap Saraswati tajam. 

Saraswati memalingkan mukanya, ia muak melihat wajah bandot tua itu. Broto cuek aja dan melangkah menuju pintu rumah Saraswati.

Di teras rumah Broto berhenti dan berbisik ke telinga pengawalnya, "Jago! Awasi calon istriku dengan baik! Kalau sampai dia kabur dari sini? Tak gorok gulumu!"

"Baik, juragan! Siap!" jawab pengawalnya yang berbadan kekar itu.

Sepeninggal Broto, Saraswati termenung memikirkan masalah yang menimpa dirinya, matanya berkaca-kaca menahan gejolak hatinya yang tidak karuan. 

Ibunya memegang tangan Saraswati sambil memandang putrinya itu, ia berkata, "Alhamdulillah, kita sudah bisa lolos dari Broto walau sementara waktu, tapi dengan waktu satu bulan, siapa yang akan membantu kita?"

Ibunya hanya bisa meneteskan air mata. Ia terlihat sangat sedih melihat keadaan yang menimpa putrinya saat ini. 

"Nduk, kita dapat uang dari mana? Memangnya, siapa yang akan membantu kita?" suaranya bergetar menahan kesedihan, airnya tak hentinya mengalir deras.

Saraswati duduk di samping ibunya, dia memegang tangan ibunya dan berkata, "Emak, sabar saja dulu, semoga ada jalan keluarnya."  

"Aku marah sama kelakuan bapakmu itu! Apa tidak cukup, mabuk-mabukkan dan main perempuan. Sekarang malah main judi, pakai taruhan besar seperti ini lagi. Dasar, bapakmu kurang ajar!" maki ibunya. 

"Sudahlah, Mak! Jangan pikirkan Bapak. Mak istirahat dulu saja."

"Bagaimana Mak bisa istirahat dengan tenang? Rasanya, dadanya Mak sesak nafas mikir masalah ini."

"Mak, aku akan mencari cara, agar kita bisa mendapatkan uang untuk membayar hutang Bapak, Mak!" ucap Saraswati mencoba menenangkan hati ibunya. 

"Nduk, dengan cara apa, kamu bisa mendapat uang yang begitu besar. Dari mana kamu akan mencari uang sebanyak itu?" ucap ibunya di sela isak tangisnya. 

Saraswati berpikir keras, siapa yang bisa, membantunya mengangkat sedihan dan mau membantu memberi hutang untuk membayar juragan Broto. Sekilas dalam pikirannya dia teringat teman masa kecilnya yang baru datang dari merantau dari Singgapura.

"Mak, kalau aku minta izin keluar negri, boleh?" Saraswati menatap wajah ibunya, dia melanjutkan ucapannya. "katanya di luar negri, gajinya mahal dan kita bisa cepat cari uang banyak, Mak!"

Ibunya memandang anaknya itu penuh rasa penasaran, "Saras, kalau ke luar negeri itu harus ada suratnya, kalau tidak nanti malah ditangkap sama polisi Nduk! Kamu kan nggak punya surat lengkap, gak punya paspor, nanti malah ketangkep gimana Nduk? Ibu takut kalau kamu nanti ditangkap polisi, terus kamu dipenjara bagaimana dengan nasib ibu dan adik-adikmu, Nduk!"

"Mak, kata temen yang sudah dari sana, dia bisa bawa aku ke luar negeri, kalau tidak ada surat, lewat bawah Mak! Nanti akan di masukkan lewat Batam, pakai kapal katanya Mak."

"Kamu yakin itu aman, Nduk?" tanya ibunya Saraswati.

"Aku yakin itu aman, Mak!"

"Terus, di Singapura itu, kerjanya, apa di sana Nduk?"

"Katanya, disuruh merawat orang tua yang sudah lumpuh, bilangnya begitu, Mak!"

"Saras, menurutmu juragan Broto akan melepaskanmu begitu saja?"

"Aku tidak tahu, Mak! Semoga saja dia mau melepaskan aku, kalau aku membayar hutang bapak."

"Iya, Nduk! Semoga saja, ya Nduk! Mak e juga gak mau kalau kamu jadi istri orang tua itu, dia itu tidak tahu malu, semua perempuan maunya dia tiduri, dasar bandot tua gila!" maki Ibunya Saraswati.

"Kita, coba saja dulu, bilang ke Windarti kalau aku akan pinjam uang dan akan ikut dia jadi tki ke Singapura."

"Iya, Nduk! Sana bilang sama Windarti."

"Mak, tapi jangan bilang sama bapak, takut bapak bilang sama Juragan Broto. Aku takut juragan Broto akan menghalangi usahaku untuk mencari uang pinjaman."

"Iya,Nduk! Untung tadi bapakmu, ikut ke luar dengan juragan Broto."

"Inggih, Mak! Nanti, saya tak ke rumah Windarti. Aku akan tanya sama dia boleh tidak? Aku hutang dulu, buat bayar semua hutang Bapak ke juragan Broto. Saya pamit dulu ya, Mak!" Saraswati sambil salaman meminta izin untuk pergi ke rumah Windarti. 

"Iya, Nduk! Ati-ati di jalan, Mak e mau istirahat dulu, dadanya Mak e sakit dan sesak."

"Mak istirahat saja, jangan banyak mikir, ya Mak! Biar tidak jatuh sakit, kalau mak sakit, kasian sama adik-adik, Mak!"

"Iya Nduk!" Ibunya berjalan ke kamar sambil berpegangan dinding rumah Saraswati yang terbuat dari bambu. Melihat keadaan ibunya yang terlihat kurang sehat, dia pun memepah ibunya masuk ke dalam kamarnya.

Sementara rumah sepi, adik-adiknya di bawa pergi bermain ke rumah tetangga oleh neneknya yang memang tinggal bersama mereka di rumah itu. Neneknya Saraswati yang mengasuh ketiga adiknya, saat ibunya pergi berdagang ke pasar menjual sayur dan buah. 

Adik Saraswati ada 3, yang pertama bernama Bayu Subiantoro  umur 13 tahun cowok, adik kedua bernama Permadi Wicakcono umur 8 tahun, adik yang ketiga perempuan bernama Sundari Widiyowati berumur 5 tahun. 

"Ibu pasti capek, setiap hari kerja jualan di pasar sampai siang, dan setelah itu ibu mencari dagangan sayur ke sawah atau kebun, kasian ibu." batin Saraswati. 

Langkah kaki Saraswati menuju ke rumah Windarti teman masa kecilnya, Windarti temanya yang sudah sukses, dia punya rumah megah dan juga punya banyak sawah. Windarti juga punya mobil mewah, hasil kerjanya dari menjadi tkw di Singapura selama 4 tahun.

Rumah Windarti yang jaraknya kira-kira 500 meter dari rumah Saraswati, jadi dia tidak perlu untuk berjalan jauh menuju rumah Windarti teman masa kecilnya itu. Sejak lulus SMP dia sudah menjadi tkw ke Singapura. 

Dia bekerja di sebuah bar di Singapura. Tapi sekarang dia sudah menjadi orang kaya di desa Saraswati, Windarti cantik dan juga sangat baik hati walaupun dia sudah kaya, tapi tidak menjadikanya orang yang sombong. 

Tak lama berjalan,  Saraswati pun sampai di rumah Windarti. Rumah megah dengan halaman yang sangat luas, pagar rumahnya yang tinggi menambah gagah rumah itu. Rumah Windarti, memang yang paling bagus di desa Saraswati. 

Saraswati melihat Windarti sedang berada di teras sambil duduk di ayunan. Windarti wanita yang cantik bersih putih sekali kulitnya, kecantikannya terpancar dengan jelas walau dari kejauhan.

'Ah, Windarti kamu cantik sekali, aku tidak menyangka dirimu ternyata secantik itu, padahal dulu kulitmu hitam dan ingusan," batin Saraswati.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status