Dentingan pedang yang beradu, asap dari api yang berkobar, bau anyir darah, dan teriakan kesakitan membumbung ke udara. Ada yang tersayat pedang, tertusuk tombak, bahkan kehilangan anggota badannya. Manusia yang ada di sana telah kehilangan hatinya. Mereka sibuk membantai sesamanya untuk mendapatkan kemenangan.
Seorang perempuan berjalan terhuyung-huyung di tengah perang tersebut. Tangannya memegang pedang yang berlumuran darah. Wajahnya begitu pucat dan air mata jatuh membasahi pipinya. Dia sudah merasa muak berada di sana. Perempuan itu mulai berlari sekuat tenaga untuk menjauh. Tiba-tiba ada suara yang memanggilnya dari kejauhan.
“Ziu!!!”
-----***-----
Seorang perempuan terbangun dari tidurnya. Kepalanya berada di atas berkas-berkas laporan tentang berbagai benda seni dari berbagai zaman. Komputer di mejanya dibiarkan menyala saat dia tertidur. Di samping mejanya terdapat lemari kaca besar yang berisi bermacam-macam buku tentang seni.
Perempuan itu mengangkat kepalanya perlahan. Dia merasa agak pusing karena tidak bisa tertidur dengan nyenyak. Sebuah id card lengkap dengan foto perempuan tersebut yang tergantung berada di depan dadanya.
Ziu Kirzana. Itu adalah nama yang tertulis di id card miliknya.
Setelah menguap dan menggosok kedua matanya, dia meregangkan badan sebentar. Dia melihat jam di mejanya yang masih berada di pukul sembilan malam. Kemudian dia menyandarkan tubuhnya ke kursi. Ziu memutar kursinya sehingga menghadap ke jendela di belakangnya. Matanya terpejam. Ziu tidak tisur lagi dalam posisi itu. Dia tampak sedang berusaha mengembalikan kesadarannya yang belum seratus persen.
Keadaan ruangannya yang hening sama sekali tidak membuatnya takut. Dia malah menyukai keadaan itu. Suara langkah kaki yang terburu-buru memecah keheningan malam itu. Ziu merasa langkah kaki itu terasa mendekat ke arah ruangannya.
Seseorang mengetuk pintu ruangan Ziu. Ziu yang masih terpejam tidak bergeming. Pintu ruangan Ziu terbuka lalu menutup tidak lama kemudian. Langkah kaki itu mendekat kepadanya.
“Kurator Ziu,” panggil seorang perempuan sambil berjalan. Dia memakai kacamata bulat dengan frame tebal. Perempuan itu tampak terburu-buru.
“Hemm…,” jawab Ziu yang belum beranjak dari tempatnya. Dia masih menyandarkan tubuhnya dengan mata yang terpenjam.
“Ada benda yang baru datang. Anda harus memeriksanya,” lapor perempuan tersebut sambil meletakkan sebuah berkas di meja Ziu.
Ziu membuka matanya. Matanya terlihat masih sayu. Dia menguap lagi dan tampak masih mengantuk. Setelah memutar kursinya, Ziu melihat ada beberapa berkas baru di atas berkas-berkas lamanya yang berserakan di atas meja. Ziu engambil berkas yang dibawa oleh perempuan tadi.
“Anda begadang lagi? Itu sungguh tidak bagus, Miss. Anda selalu memaksakan tubuh anda untuk bekerja sampai pagi hampir setiap hari,” ucap perempuan berkacamata itu dengan nada kesal.
Selain dipanggil dengan sebutan Kurator, Ziu juga sering dipanggil dengan nama Miss oleh para karyawan atau pekerja di museum itu. Awalnya itu hanya dilakukan oleh perempuan berkacamata.
Namun, sekarang panggilan itu berlaku bagi semua orang. Ziu sendiri tidak mempermasalahkan hal itu sepanjang pekerjaan mereka memuaskan.
Ziu mengabaikan perkataan perempuan di depannya. Dia lebih memilih kembali melihat-lihat berkas-berkas di mejanya.
“Lukisan? Darimana asal lukisan ini, Tena?” tanya Ziu kepada perempuan itu sambil membuka beberapa lembar berkas di depannya.
Perempuan berkacamata yang mengantarkan berkas-berkas tadi bernama Tena. Dia adalah asisten Ziu di museum itu.
“Lukisan itu berasal dari Korea, Miss. Itu adalah sumbangan dari seseorang yang tidak ingin disebutkan namanya. Mereka mengirimkankan lukisan itu kesini bersamaan dengan barang yang telah disepakati saat rapat kemarin,” jelas Tera sambil melihat buku catatannya.
“Banyak rumor tentang lukisan itu. Ada yang menyebutkan lukisan itu sangat bagus, namun jika terus diperhatikan akan terlihat menyedihkan,” tambahnya.
Ziu mengernyitkan dahinya. Dia menjadi agak penasaran dengan lukisan yang dimaksud. Ziu harus memeriksa lukisan itu terlebih dahulu. Dia harus memastikan kualitas lukisan dan ukurannya sebelum memasang di dalam museum.
Ziu pergi ke gudang penyimpanan bersama dengan Tena. Di dalam gudang sudah ada beberapa karyawannya yang memulai pemeriksaan. Lukisan yang ingin diperiksa sudah dikeluarkan dari tempatnya. Lukisan itu masih terbungkus kain putih.
Ketika kain putih itu dibuka, tampak lukisan seseorang dengan pakaian zaman kerajaan yang memandang ke arah sebuah bangunan. Ziu memberi kode kepada Tena agar memberikan penjelasan mengenai lukisan tersebut.
“Lukisan ini berasal dari masa Kerajaan Burumun. Orang yang berdiri di lukisan ini adalah salah satu Kaisar yang terkenal pada masanya, Kaisar Vajara. Beliau adalah Kaisar kesembilan dari kerajaan tersebut,” jelas Tena sambil membaca catatannya
Di dalam lukisan itu, Kaisar Vajara terlihat sedang melihat Istana Selatan sambil mengenang orang yang dicintainya.” Tena menyelesaikan penjelasannya. Ziu mendengar penjelasan Tena sambil berjalan mengitari lukisan tersebut.memeriksa segala sisi dan aspek.
“Orang yang dicintai? Pasti lukisan ini dibuat untuk permaisurinya,” ucap Ziu setelah selesai memeriksa lukisan itu. Dia kembali melihat lukisan dari depan.
“Sepertinya Kaisar Vajara tidak pernah menikah, Miss,” ujar Tena sambil membolak-balik catatannya. Dia terlihat seolah-olah sedang mengoreksi perkataan Ziu.
Ziu mengangkat salah satu alisnya. Ini hal yang baru baginya. Bagi Ziu, Raja yang diceritakan oleh Tena sangat unik. Menurut Ziu, jarang sekali ada raja yang tidak menikah pada zaman itu. Menikah bukan hanya untuk menghasilkan keturunan, tetapi dapat dijadikan sebagai alat untuk menguntungkan kerajaannya juga.
“Apa jangan-jangan Kaisar Vajara punya wanita simpanan yang tidak pernah diketahui oleh siapapun?” gumam Ziu dalam hati.
Baiklah, Kaisar Vajara sudah membuat Ziu tertarik dengan kehidupannya. Dia menjadi penasaran sekarang. Bagaimanapun, Ziu akan mencari informasi mengenai Kaisar Vajara yang terdapat dalam lukisan di depannya.
Ziu memandang Tena seperti tidak percaya perkataannya. “Tidak menikah? Bagaimana bisa seorang Kaisar tidak menikah? Kerajaannya pasti akan hancur.” Tena menggeleng tanda tidak setuju. “Kerajaan Burumun tetap memiliki Kaisar yang baru, yaitu anak dari Kaisar sebelumnya. Kerajaan Burumun tetap berdiri dalam waktu yang sangat lama.” Ziu merasa Kaisar Vajara orang yang sangat aneh. Dia memilih untuk tidak menikah dan rela memberikan tahtanya kepada anak orang lain. Sementara itu, dia dilukis tanpa menghadap ke depan. Hal ini membuat Ziu semakin penasaran dengan Kaisar satu ini. Ziu memperhatikan lukisan Kaisar Vajara selama beberapa saat. Dia merasakan ada hal yang aneh di lukisan tersebut. Lukisan itu perlahan membuat Ziu merasa sedih. Tapi Ziu segera menyadarkan dirinya. Dia menyuruh Tena untuk mengurus semua benda baru yang akan dimasukkan ke museumnya. Ziu kembali ke ruangannya. Dia mencari tahu tentang Kaisar Vajara lewat internet. Tapi yang dia temukan hanyalah informasi umum te
Ziu mengira itu adalah benda yang dibicarakan oleh Tena sebelum Ziu bergegas pulang tadi. Ziu mencoba menghubungi Tena, tapi tidak bisa. Akhirnya Ziu membuka paper bag tersebut. Di dalamnya terdapat sebuah buku yang disertai ukiran-ukiran kuno. Tidak tertulis apapun di cover maupun di dalam buku tersebut.Ziu akhirnya membawa masuk buku itu. Walaupun masih belum jelas asal buku itu, Ziu khawatir benda itu akan hilang jika tidak disimpan. Ziu berniat untuk membawanya ke museum besok.Ziu meletakkan buku itu di meja kamarnya. Setelah itu dia memutuskan untuk mandi terlebih dahulu. Setelah berganti pakaian, mengeringkan rambutnya, dan makan malam, Ziu pergi ke kamar. Dia masih penasaran dengan buku kuno tadi.Ziu mencoba mencari melalu berbagai sumber tapi tidak ada buku yang berupa seperti itu. Ziu bahkan meminta tolong temannya yang menjadi kolektor buku. Hasilnya pun nihil. Seakan-akan buku itu tidak berasal dari tempat yang tidak diketahui.“Sebenarnya benda apa ini? Sulit sekali men
Ziu mendadak terbangun. Keringat membasahi tubuhnya. Ternyata, semua yang tadi terlihat olehnya hanyalah mimpi. Namun, mengapa dadanya benar-benar terasa sakit? Entah mengapa jantungnya begitu berdebar kali ini. Ada apa sebenarnya dengan buku ini? Mengapa seolah-olah Ziu merasa kehilangan sesuatu setelah menemukan buku itu?Dia kemudian memandang langit-langit kamarnya. Ziu lalu melihat tangannya yang tampak bergetar hebat. Rasa takut itu benar-benar terasa sangat nyata. Ziu benar-benar ingin melupakannya.Perempuan yang tengah ketakutan itu berusaha mengatur nafasnya. Setelah dapat menenangkan diri, Ziu akhirnya turun dari ranjangnya dan segera mengambil air minum. Saat ini, tenggorokannya terasa sangat kering..Keesokan harinya dia membawa buku itu ke tempat kerjanya. Dia menunjukkan buku itu kepada Tena. Tetapi sama seperti Ziu, Tena juga tidak mengetahui perihal buku itu.“Coba kamu tanyakan kepada semua pihak yang mengirim benda-benda ke museum ini. Mungkin ini salah satu dari mi
Berkali-kali Ziu membuka lembar demi lembar kertas di dalam buku itu. Akan tetapi, dia tidak menemukan apapun. Buku kuno itu tetap kosong seperti saat pertama kali Ziu menemukannya. Tidak ada coretan apapun di dalamnya. Akhirnya, Ziu menutup buku itu dengan lemas dan mengembalikannya begitu saja di tempat asalnya tadi.“Sebaiknya aku mencoba tidur saja malam ini. Siapa tahu mimpi kurang ajar itu sudah berhenti,” ucap Ziu sambil berjalan ke arah ranjangnya.Sebelum membaringkan tubuhnya, Ziu tidak lupa untuk meminum obat tidurnya. Selama beberapa hari ini dia tidak dapat tidur dengan nyenyak. Ditambah dengan adanya mimpi aneh tiap malamnya, sehingga membuat Ziu terpaksa harus minum obat tidur. Dia ingin tidur dengan nyenyak tanpa bermimpi sesuatu yang aneh lagi.Setelah meminum obat tidrunya, Ziu merebahkan tubuh dan memejamkan matanya. Penutup mata dipasang tepat di atas matanya. Dia berusaha merilekskan tubuh dan pikirannya agar cepat terlelap. Tidak perlu waktu lama, Ziu sudah terti
“Bukankah kalian benar-benar gigih? Jika kalian bisa lari dari pria yang terbang tadi, berarti kalian lumayan hebat,” puji pria berbaju hitam setelah bertepuk tangan. Dia seperti memberi ucapan selamat kepada beberapa bandit di depannya.Pria berbaju hitam yang tampak seperti pendekar itu turun dari kudanya, diikuti para bandit. Masing-masing dari mereka menyiapkan senjatanya. Lalu tanpa diperintah para bandit maju menyerang sambil berteriak seperti mengobarkan semangat perang.Sang pendekar berbaju hitam menerima serangan itu. Dia berkelit dan menghindari setiap serangan para bandit. Gerakannya yang lincah membuat bandit-bandit itu kesulitan. Lama-kelamaan para bandit itu merasa lelah. Serangan yang mereka lancarkan samak sekali tidak berpengaruh.Sekarang giliran pendekar berbaju hitam yang menyerang para bandit. Pendekar berbaju hitam mengeluarkan pukulan beruntun yang cukup cepat. Para bandit merasa kewalahan menerima serangannya. Dengan gerakan yang berlangsung secara terus-mener
Perempuan dan pendekar berbaju hitam mendarat dengan selamat. Mereka masih berpandangan dan berpegangan satu sama lain ketika sudah mendarat di atas tanah. Mereka berdua berada dalam posisi seperti itu dalam beberapa saat. Tidak berapa lama akhirnya mereka berdua sadar. Pendekar dan perempuan itu masing-masing melepaskankan pegangannya.“Te-te-terima kasih atas pertolonganmu,” ucap perempuan itu sambil merapikan pakaiannya.“Sa-sama-sama. Bukan hal yang sulit,” jawab pendekar dengan salah tingkah.Perempuan asing yang merapikan pakaiannya itu mendadak berhenti bergerak. Dia baru menyadari jika ada yang aneh pada dirinya. Perempuan itu memakai baju kuno yang dikenali sebagai pakaian pada masa kerajaan. Pakaian yang hanya pernah dia lihat di film atau drama kolosal.“Kenapa aku memakai pakaian seperti ini?” tanyanya dalam hati. Dia membolak-balik pakaiannya seakan tidak percaya dengan apa yang dipakainya saat ini.“Siapa kau? Kenapa gadis sepertimu ada di tempat seperti ini?” tanya sang
“Mulai sekarang kau akan melayani Nona Ziu. Tugasmu adalah selalu di sisinya dan melakukan apapun yang diperintahkannya. Kau mengerti?” ucap Pangeran Vajra dengan singkat.Pelayan yang bernama Khani mengangguk. “Hamba mengerti, Pangeran. Perintah Pangeran akan hamba laksanakan sebaik mungkin,” jawabnya sambil memberi hormat.“Mulailah dari menjaga dan merawatnya nya hingga dia bangun. Laporkan juga perkembangan kesehatannya kepadaku,” ucap Pangeran Vajra sambil berjalan meninggalkan kamar itu.“Baik, Pangeran,” jawab Khani. Dia kemudian duduk di lantai dekat dengan ranjang Ziu. Hal ini dilakukannya agar segera mengetahui jika Nonanya sudah sadar.Setelah keluar dari kamar Ziu, Pangeran Vajra berjalan menuju ke suatu tempat. Di sepanjang jalan terdapat berbagai macam bunga dan tumbuhan yang indah. Semua itu ditanam atas perintah Pangeran Vajra. Dia tampak puas dengan pekerjaan yang dilakukan oleh para pengurus kediamannya.“Pangeran, ada perintah dari Istana Agung. Anda diharapkan sege
Tidak lama kemudian Pangeran Vajra masuk ke dalam ruangan Kaisar. Dia memakai pakaian yang tidak kalah bagus dari Pangeran Noan. Pangeran Vajra berjalan dengan anggun dan penuh kebanggan diri. Melihat saudara mudanya berjalan dengan penuh wibawa, Pangeran Noan memalingkan wajahnya.“Hamba Vajra, memberi hormat kepada Yang Mulia,” ucap Vajra setelah berada di hadapan Kaisar. Dia mengucapkan salam itu sambil berlutut dan memberi hormat kepada Kaisar.Kaisar hanya diam saja melihat Vajra memberi hormat kepadanya. Ketika seseorang memberi hormat kepada Kaisar, dia harus menunggu hingga Kaisar menyuruhnya berdiri. Jika Kaisar belum menyuruhnya berdiri maka dia harus tetap diam. hal ini yang membuat Pangeran Vajra tetap berlutut.Permaisuri memegang tangan Kaisar yang sedang menghukum Pangeran Vajra. “Yang Mulia, Pangeran Ketiga sudah berlutut lama. Dia pasti sudah menyadari kesalahannya.”“Apakah benar Pangeran Ketiga sudah mengetahui apa alasan dia terus berlutut seperti itu?” tanya Kaisa