Ziu memandang Tena seperti tidak percaya perkataannya. “Tidak menikah? Bagaimana bisa seorang Kaisar tidak menikah? Kerajaannya pasti akan hancur.”
Tena menggeleng tanda tidak setuju. “Kerajaan Burumun tetap memiliki Kaisar yang baru, yaitu anak dari Kaisar sebelumnya. Kerajaan Burumun tetap berdiri dalam waktu yang sangat lama.”
Ziu merasa Kaisar Vajara orang yang sangat aneh. Dia memilih untuk tidak menikah dan rela memberikan tahtanya kepada anak orang lain. Sementara itu, dia dilukis tanpa menghadap ke depan. Hal ini membuat Ziu semakin penasaran dengan Kaisar satu ini.
Ziu memperhatikan lukisan Kaisar Vajara selama beberapa saat. Dia merasakan ada hal yang aneh di lukisan tersebut. Lukisan itu perlahan membuat Ziu merasa sedih. Tapi Ziu segera menyadarkan dirinya. Dia menyuruh Tena untuk mengurus semua benda baru yang akan dimasukkan ke museumnya.
Ziu kembali ke ruangannya. Dia mencari tahu tentang Kaisar Vajara lewat internet. Tapi yang dia temukan hanyalah informasi umum tentangnya. Ziu ingin tahu lebih banyak tentang kehidupan Kaisar Vajara.
“Akan lebih baik jika aku bisa menanyai dia secara langsung,” gumamnya dalam hati.
Ziu meletakkan kepalanya di atas meja lagi. Dia membutuhkan informasi tentang kehidupan Kaisar itu untuk keterangan di bawah lukisannya. Hal ini tentu akan menarik perhatian banyak pengunjung. Mengingat kualitas lukisan itu masih terjaga setelah ribuan tahun berlalu.
Ziu menghela nafas panjang. Dia kemudian mengeluarkan ponsel dan membukanya. Ziu mencari kontak Tena dan menekannya.
“Halo, Tena. Tolong cari dan susun semua informasi mengenai Kaisar Varaya, termasuk kehidupan pribadinya. Setelah itu berikan kepada saya,” ujar Ziu saat menelfon Tena.
“Baik, Miss. Akan segera saya kerjakan,” jawab Tena dari sambungan telvon.
“Oke. Thanks, Tena. Kabari saya jika lukisan itu sudah siap dipajang.” Ziu mengakhiri pembicaraannya dengan Tena. Dia menutup ponselnya. Ziu lalu bersandar kepada kursinya.
Ziu tiba-tiba berada di tempat yang gelap dan sunyi. Lalu secara perlahan keadaan di sekitarnya terlihat. Pemandangan perang yang sempat disaksikan oleh Ziu terulang kembali. Suara yang membuatnya ketakutan mulai terdengar. Dia berlari sekuat tenaga agar dapat keluar dari tempat itu. Lagi-lagi Ziu mendengar sesoerang memangggil namanya. Kemudian semuanya kembali gelap seperti sedia kala.
“Ziu… Kurator Ziu….”
Ziu membuka matanya perlahan. Dia melihat wajah seseorang tepat di atasnya. Setelah beberapa saat terlihat Tena yang memanggil-manggil nama Ziu. Tena khawatir karena Ziu seperti orang yang linglung.
“Ada apa, Tena?”
“Harusnya saya yang bertanya seperti itu. Miss tampak aneh. Apa Miss baik-baik saja?”
“Mungkin saya sedang kurang sehat, Tena. Bagaimana dengan benda-benda yang baru itu?”
“Semuanya sudah siap, Miss. Kita bisa memasangnya di dinding museum kapan saja. Akan tetapi ada laporan dari mereka bahwa ada satu benda yang tertinggal. Mereka sudah mengirimkan ke alamat tambahan yang ada di berkas.”
Ziu bangkit dari tempat duduknya. “Oke. Saya akan kabari jika benda itu sudah berada di tangan saya. Jangan lupa buat keterangan untuk benda tambahan tadi.”
“Baik, Miss. Akan segera saya kerjakan,” ucap Tena sambil menulis di buku catatannya.
“Kalau begitu bisakah kamu teruskan sendiri? Saya sepertinya butuh istirahat. Jadi tidak dapat mendampingi kalian,” tanya Ziu sebelum bersiap-siap pulang.
Tena mengangguk tanda paham terhadap tugasnya. Ziu buru-buru membereskan berkas-berkas di mejanya dan mengemasi semua barangnya. Dia mengajak Tena keluar bersama. Ziu juga berpesan agar Tena dan yang lainnya tidak pulang terlalu malam.
“Kalian bisa melanjutkannya besok jika memang sudah merasa lelah. Waktu kita masih cukup panjang,” ucap Ziu kepada Tena ketika mereka berjalan.
“Baik, Miss,” ucap Tena dan yang lainnya secara bersamaan.
Ziu kemudian berjalan ke tempat parkir untuk mengambil mobilnya. Dia segera pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, Ziu menemukan sebuah paper bag di depan pintu. Ziu memeriksa paper bag tersebut. Tidak ada catatan atau keterangan pengirim yang tertempel.
“Apa ini? Siapa yang meletakkan benda seperti ini di depan pintu rumahku?"
tanya Ziu heran dan sedikit was-was.Ziu mengira itu adalah benda yang dibicarakan oleh Tena sebelum Ziu bergegas pulang tadi. Ziu mencoba menghubungi Tena, tapi tidak bisa. Akhirnya Ziu membuka paper bag tersebut. Di dalamnya terdapat sebuah buku yang disertai ukiran-ukiran kuno. Tidak tertulis apapun di cover maupun di dalam buku tersebut.Ziu akhirnya membawa masuk buku itu. Walaupun masih belum jelas asal buku itu, Ziu khawatir benda itu akan hilang jika tidak disimpan. Ziu berniat untuk membawanya ke museum besok.Ziu meletakkan buku itu di meja kamarnya. Setelah itu dia memutuskan untuk mandi terlebih dahulu. Setelah berganti pakaian, mengeringkan rambutnya, dan makan malam, Ziu pergi ke kamar. Dia masih penasaran dengan buku kuno tadi.Ziu mencoba mencari melalu berbagai sumber tapi tidak ada buku yang berupa seperti itu. Ziu bahkan meminta tolong temannya yang menjadi kolektor buku. Hasilnya pun nihil. Seakan-akan buku itu tidak berasal dari tempat yang tidak diketahui.“Sebenarnya benda apa ini? Sulit sekali men
Ziu mendadak terbangun. Keringat membasahi tubuhnya. Ternyata, semua yang tadi terlihat olehnya hanyalah mimpi. Namun, mengapa dadanya benar-benar terasa sakit? Entah mengapa jantungnya begitu berdebar kali ini. Ada apa sebenarnya dengan buku ini? Mengapa seolah-olah Ziu merasa kehilangan sesuatu setelah menemukan buku itu?Dia kemudian memandang langit-langit kamarnya. Ziu lalu melihat tangannya yang tampak bergetar hebat. Rasa takut itu benar-benar terasa sangat nyata. Ziu benar-benar ingin melupakannya.Perempuan yang tengah ketakutan itu berusaha mengatur nafasnya. Setelah dapat menenangkan diri, Ziu akhirnya turun dari ranjangnya dan segera mengambil air minum. Saat ini, tenggorokannya terasa sangat kering..Keesokan harinya dia membawa buku itu ke tempat kerjanya. Dia menunjukkan buku itu kepada Tena. Tetapi sama seperti Ziu, Tena juga tidak mengetahui perihal buku itu.“Coba kamu tanyakan kepada semua pihak yang mengirim benda-benda ke museum ini. Mungkin ini salah satu dari mi
Berkali-kali Ziu membuka lembar demi lembar kertas di dalam buku itu. Akan tetapi, dia tidak menemukan apapun. Buku kuno itu tetap kosong seperti saat pertama kali Ziu menemukannya. Tidak ada coretan apapun di dalamnya. Akhirnya, Ziu menutup buku itu dengan lemas dan mengembalikannya begitu saja di tempat asalnya tadi.“Sebaiknya aku mencoba tidur saja malam ini. Siapa tahu mimpi kurang ajar itu sudah berhenti,” ucap Ziu sambil berjalan ke arah ranjangnya.Sebelum membaringkan tubuhnya, Ziu tidak lupa untuk meminum obat tidurnya. Selama beberapa hari ini dia tidak dapat tidur dengan nyenyak. Ditambah dengan adanya mimpi aneh tiap malamnya, sehingga membuat Ziu terpaksa harus minum obat tidur. Dia ingin tidur dengan nyenyak tanpa bermimpi sesuatu yang aneh lagi.Setelah meminum obat tidrunya, Ziu merebahkan tubuh dan memejamkan matanya. Penutup mata dipasang tepat di atas matanya. Dia berusaha merilekskan tubuh dan pikirannya agar cepat terlelap. Tidak perlu waktu lama, Ziu sudah terti
“Bukankah kalian benar-benar gigih? Jika kalian bisa lari dari pria yang terbang tadi, berarti kalian lumayan hebat,” puji pria berbaju hitam setelah bertepuk tangan. Dia seperti memberi ucapan selamat kepada beberapa bandit di depannya.Pria berbaju hitam yang tampak seperti pendekar itu turun dari kudanya, diikuti para bandit. Masing-masing dari mereka menyiapkan senjatanya. Lalu tanpa diperintah para bandit maju menyerang sambil berteriak seperti mengobarkan semangat perang.Sang pendekar berbaju hitam menerima serangan itu. Dia berkelit dan menghindari setiap serangan para bandit. Gerakannya yang lincah membuat bandit-bandit itu kesulitan. Lama-kelamaan para bandit itu merasa lelah. Serangan yang mereka lancarkan samak sekali tidak berpengaruh.Sekarang giliran pendekar berbaju hitam yang menyerang para bandit. Pendekar berbaju hitam mengeluarkan pukulan beruntun yang cukup cepat. Para bandit merasa kewalahan menerima serangannya. Dengan gerakan yang berlangsung secara terus-mener
Perempuan dan pendekar berbaju hitam mendarat dengan selamat. Mereka masih berpandangan dan berpegangan satu sama lain ketika sudah mendarat di atas tanah. Mereka berdua berada dalam posisi seperti itu dalam beberapa saat. Tidak berapa lama akhirnya mereka berdua sadar. Pendekar dan perempuan itu masing-masing melepaskankan pegangannya.“Te-te-terima kasih atas pertolonganmu,” ucap perempuan itu sambil merapikan pakaiannya.“Sa-sama-sama. Bukan hal yang sulit,” jawab pendekar dengan salah tingkah.Perempuan asing yang merapikan pakaiannya itu mendadak berhenti bergerak. Dia baru menyadari jika ada yang aneh pada dirinya. Perempuan itu memakai baju kuno yang dikenali sebagai pakaian pada masa kerajaan. Pakaian yang hanya pernah dia lihat di film atau drama kolosal.“Kenapa aku memakai pakaian seperti ini?” tanyanya dalam hati. Dia membolak-balik pakaiannya seakan tidak percaya dengan apa yang dipakainya saat ini.“Siapa kau? Kenapa gadis sepertimu ada di tempat seperti ini?” tanya sang
“Mulai sekarang kau akan melayani Nona Ziu. Tugasmu adalah selalu di sisinya dan melakukan apapun yang diperintahkannya. Kau mengerti?” ucap Pangeran Vajra dengan singkat.Pelayan yang bernama Khani mengangguk. “Hamba mengerti, Pangeran. Perintah Pangeran akan hamba laksanakan sebaik mungkin,” jawabnya sambil memberi hormat.“Mulailah dari menjaga dan merawatnya nya hingga dia bangun. Laporkan juga perkembangan kesehatannya kepadaku,” ucap Pangeran Vajra sambil berjalan meninggalkan kamar itu.“Baik, Pangeran,” jawab Khani. Dia kemudian duduk di lantai dekat dengan ranjang Ziu. Hal ini dilakukannya agar segera mengetahui jika Nonanya sudah sadar.Setelah keluar dari kamar Ziu, Pangeran Vajra berjalan menuju ke suatu tempat. Di sepanjang jalan terdapat berbagai macam bunga dan tumbuhan yang indah. Semua itu ditanam atas perintah Pangeran Vajra. Dia tampak puas dengan pekerjaan yang dilakukan oleh para pengurus kediamannya.“Pangeran, ada perintah dari Istana Agung. Anda diharapkan sege
Tidak lama kemudian Pangeran Vajra masuk ke dalam ruangan Kaisar. Dia memakai pakaian yang tidak kalah bagus dari Pangeran Noan. Pangeran Vajra berjalan dengan anggun dan penuh kebanggan diri. Melihat saudara mudanya berjalan dengan penuh wibawa, Pangeran Noan memalingkan wajahnya.“Hamba Vajra, memberi hormat kepada Yang Mulia,” ucap Vajra setelah berada di hadapan Kaisar. Dia mengucapkan salam itu sambil berlutut dan memberi hormat kepada Kaisar.Kaisar hanya diam saja melihat Vajra memberi hormat kepadanya. Ketika seseorang memberi hormat kepada Kaisar, dia harus menunggu hingga Kaisar menyuruhnya berdiri. Jika Kaisar belum menyuruhnya berdiri maka dia harus tetap diam. hal ini yang membuat Pangeran Vajra tetap berlutut.Permaisuri memegang tangan Kaisar yang sedang menghukum Pangeran Vajra. “Yang Mulia, Pangeran Ketiga sudah berlutut lama. Dia pasti sudah menyadari kesalahannya.”“Apakah benar Pangeran Ketiga sudah mengetahui apa alasan dia terus berlutut seperti itu?” tanya Kaisa
Kaisar dan Permaisuri berjalan meninggalkan aula dan diikuti oleh Kasim Makhun. Pangeran Vajra dan Pangeran Noan berdiri dan saling berhadapan. Mereka tampak seperti dua jenderal perang yang terlibat dalma perang dingin. Masing-masing pihak tampak diam dan mengamati lawannya.“Sungguh prestasi yang membanggakan, Adik Ketiga,” puji Pangeran Noan sambil menghampiri adiknya. “Kau dan strategimu memang sangat hebat.”Pangeran Vajra tersenyum palsu. “Kakak Kedua juga tidak kalah menakjubkan. Bisa menutup kasus penggelapan pajak para pejabat dengan sukses.”“Ahh… kau terlalu menyanjungku. Kita diberi tugas langsung dari ayahanda. Tentunya harus melaksanakan tugas dengan sungguh-sungguh,” ucap Pangeran Noan merendah.Pangeran Noan memberi isyarat kepada adiknya agar keluar bersama dari aula. Pangeran Vajra mengikuti isyarat kakaknya. Dari sini memang terlihat mereka berdua tampak seperti saudara yang saling menyayangi dan mendukung. Akan tetapi, hal yang sebenarnya mereka rasakan berbanding