Berkali-kali Ziu membuka lembar demi lembar kertas di dalam buku itu. Akan tetapi, dia tidak menemukan apapun. Buku kuno itu tetap kosong seperti saat pertama kali Ziu menemukannya. Tidak ada coretan apapun di dalamnya. Akhirnya, Ziu menutup buku itu dengan lemas dan mengembalikannya begitu saja di tempat asalnya tadi.
“Sebaiknya aku mencoba tidur saja malam ini. Siapa tahu mimpi kurang ajar itu sudah berhenti,” ucap Ziu sambil berjalan ke arah ranjangnya.
Sebelum membaringkan tubuhnya, Ziu tidak lupa untuk meminum obat tidurnya. Selama beberapa hari ini dia tidak dapat tidur dengan nyenyak. Ditambah dengan adanya mimpi aneh tiap malamnya, sehingga membuat Ziu terpaksa harus minum obat tidur. Dia ingin tidur dengan nyenyak tanpa bermimpi sesuatu yang aneh lagi.
Setelah meminum obat tidrunya, Ziu merebahkan tubuh dan memejamkan matanya. Penutup mata dipasang tepat di atas matanya. Dia berusaha merilekskan tubuh dan pikirannya agar cepat terlelap. Tidak perlu waktu lama, Ziu sudah tertidur.
Namun, sebuah keanehan mulai terjadi. Salah satu laci meja Ziu mulai bergetar. Terdapat sebuah sinar yang perlahan berpendar dari dalam laci itu. Ziu yang tengah tertidur dengan pulas sama sekali tidak mengetahui kejadian aneh yang sedang berlangsung saat itu.
Tiba-tiba laci meja itu terbuka dengan sendirinya. Buku yang berada di dalamnya tiba-tiba terbuka sendiri. Lembar demi lembar terangkat dengan kecepatan yang terus bertambah. Sinar yang keluar dari dalam buku itu semakin terang. Lama-kelamaan kamar Ziu semakin menyilaukan.
Tiba-tiba cahaya tersebut hilang bersamaan dengan lenyapnya buku kuno dan Ziu dari ranjangnya. Sesuatu yang aneh telah terjadi di rumah Ziu. Sekarang hanya menyisakan kamar Ziu yang sepi dan kosong, yang tampak seperti tidak terjadi apa-apa.
-----***-----
Bunyi derap kuda kuda memecah keheningan sebuah hutan. Sepasang kuda berlari dengan kecepatan tinggi. Tampak dua pria sedang mengendarai kudan tersebut. Satu pria berbaju hitam sedangkan pria lainnya menggunakan baju abu-abu. Mereka berdua menggunakan cadar sehingga tidak terlihat seperti apa wajahnya. Pedang yang mereka bawa menandakan bahwa keduanya seperti pendekar.
Tidak jauh dari mereka sekelompok orang menunggangi kuda seperti mengejar dengan marah. Dari pakaian dan senjata yang mereka bawa, sekelompok orang itu terlihat seperti bandit. Kelompok bandit itu semakin dekat dengan orang yang dikejarnya.
“Jika begini terus kita akan tertangkap. Ini akan membahayakan anda,” ucap orang berbaju abu-abu. Dia melompat dari kudanya dan menjejakkan kakinya ke arah belakang. Dia menyerang kelompok bandit yang mengejarnya.
“Kau takut? Walau kau mengawalku, tak usah terlalu memikirkanku. Itu membuatku malu,” jawab pria berbaju hitam.
“Hal seperti itu mana mungkin terpikirkan oleh pengawal yang melindungi tuannya,” balas pria berbaju abu-abu agak kesal.
Pria berbaju hitam tersenyum di balik cadarnya. “Benarkah? Woah… aku merasa terhormat karena mempunyai pengawal yang sangat perhatian.”
“Harap Tuan tidak mengolok-olok saya seperti itu,” ucap pria berbaju abu-abu. Dia menaruh rasa hormat yang sangat tinggi kepada Tuannya. “Saya akan mengulur waktu. Silahkan Tuan pergi secepat mungkin.”
Pria berbaju abu-abu kemudian menjejakkan kakinya ke atas pelana. Dia terbang melayang ke arah belakang sambil mengeluarkan serangan. Beberapa bandit dengan sigap menghindari serangan dari pendekar berbaju abu-abu itu.
Namun tidak sedikit juga bandit yang terjatuh akibat terkena serangan itu. Beberapa bandit yang bisa menghindar tetap melanjutkan pengejaran. Pria berbaju abu-abu memandang ke arah bandit-bandit itu pergi.
“Semoga anda mampu menghadapi sisanya. Saya akan segera kembali, Tuan,” gumam orang berbaju abu-abu di dalam hatinya.
Orang berbaju abu-abu itu berbalik. Di depannya para bandit yang terjatuh sudah berdiri semua. “Sekarang kita lanjutkan yang tadi,” ucap pria berbaju abu-abu.
Dia menghunuskan pedangnya dan berlari maju. Para bandit juga mengeluarkan senjatanya dan berteriak sembari berlari maju. Suara pedang yang beradu pun terdengar dengan keras. Disusul oleh berbagai jenis suara teriakan.
Sementara pria berbaju hitam terus mengendarai kudanya dengan cepat. Beberapa bandit di belakang meneriakinya agar berhenti. Salah satu bandit mengambil busur dan anak panahnya. Dia memasang anak panah dan menarik tali busurnya. Salah satu matanya menutup agar bidikannya semakin akurat.
Anak panah yang dia lepaskan melaju deras menuju punggung orang berbaju hitam di depannya. Tapi dengan sigap orang berbaju hitam itu mencondongkan badannya ke arah kanan untuk menghindar.
“Tampaknya kalian benar-benar ingin membunuhku. Jika begitu, akan aku selesaikan saja secepatnya” Pria berbaju hitam berbicara pada dirinya sendiri.
Tiba-tiba pendekar berbaju hitam memutar berhenti dan memutar kudanya. Sekarang para bandit dan orang itu saling berhadapan. Para bandit agar terkejut karena orang yang mereka kejar berhenti secara tiba-tiba. Mereka semua menghentikan kudanya. Tampaknya sebentar lagi akan terjadi sebuah hal yang mengerikan.
Vajra berpaling dan pergi dari tempatnya berdiri tanpa mengatakan apa-apa lagi. Bahkan, dia tak bergeming ketika mendengar suara lantang dari Ziu. Vajra tetap berjalan meninggalkan Ziu yang masih berada di atas tembok dinding. Khani menghembuskan nafas panjang karena merasa lega melihat respon Vajra. Dia merasa bebas dari hukuman yang berat. Di dalam hati, Khani terus mengucap syukur atas hal baik yang baru saja dia alami. “Sial! Aku gagal lagi. Kalau begitu aku harus mencari cara lain lagi untuk melarikan diri sebelum kembali ke rumahku,” ucap Ziu yang tak punya pilihan lain. Wajah Khani menegang. “Nona Ziu, apa yang anda katakan? Anda tidak bisa pergi!” Ziu tidak mengindahkan perkataan Khani. Wajahnya tampak sudah dipenuhi tekad yang benar-benar kuat untuk pergi. “Nona, dengarkan aku! Tidakkah anda ingin menemukan buku kuno itu?” tanya Khani yang tiba-tiba membahas tentang benda yang dicari oleh majikannya. Perlahan Ziu mulai melihat mendengarkan. Usaha Khani untuk menarik per
Pintu keluar tempat tinggal Ziu tergeser perlahan. Kepala Ziu keluar sedikit untuk memeriksa keadaan sekitar. Tidak tampak satu pun penjaga yang lalu-lalang di sekeliling ruangannya. Tanpa pikir panjang lagi Ziu kemudian bergegas keluar.“Nona! Nona!” Khani terus memanggil majikannya sambil berlari mengejar Ziu.Ziu yang sudah berniat berlari dengan kecepatan penuh tiba-tiba mengurangi laju langkah kakinya. Dia tidak ingin suara Khani sampai membuat para pelayan ataupun penjaga kediaman berkumpul.“Nona, anda benar-benar tidak boleh pergi dari sini,” cegah Khani sambil memegangi tangan Ziu. “Hamba mohon, Nona.”“Kau sudah mencari selama satu hari penuh tapi belum menemukannya sama sekali. Hal itu berarti benda yang kita cari tidak ada di tempat ini,” tutur Ziu menjelaskan alasannya ingin pergi dari kediaman. “Lalu, mengapa aku harus bertahan untuk tetap tinggal di sini? Kita pergi saja ke tempat lain.”Ziu melepaskan genggaman tangan Khani. Dia segera melangkahkan kakinya lagi menyusu
Ziu diam saja mendengar pertanyaan Khani. Di satu sisi dia tidak ingin bertemu dengan orang menyebalkan itu lagi. Namun, di sisi lain kata-kata pelayannya itu terasa masuk akal. Ziu merasa bingung dengan hal yang harus dipilihnya.“Nona, kita harus meninggalkan kesan yang baik padanya. Di masa depan, dia akan memperlakukanmu lebih baik karena hal itu. sejak malam pernikahan kemarin, anda belum pernah sekalipun mengunjungi dia,” ucap Khani memberikan pendapatnya.“Aku tidak akan melakukan hal itu!” Putri mulai meninggikan suaranya sambil menarik kaki yang tengah dipijat oleh pelayannya itu. Wajahnya menunjukkan keengganan untuk melakukan saran dari Khani.“Dia lebih baik mengabaikan aku saja. Bagaimanapun, cepat atau lambat akuakan pergi dari sini. Mengapa aku harus berusaha untuk mengambil hatinya?” protes Ziu secara terus terang. “Pangeran Ketiga memang terlihat tampan. Namun, dia juga mempunya banyak wanita simpanan ya
Selir Sinaksa dan Selir Yurian tertawa geli melihat Ziu terjatuh begitu keras. Mereka segera menyembunyikan rasa senangnya karena tidak ingin terlihat sengaja melakukannya. Mereka berdua melakukan hal itu hanya demi kesenangan semata.Ziu terbangun setelah beberapa saat tidakbergerak di lantai. Dari raut wajahnya bisa terlihat bahwa dirinya merasa kesakitan. Khani masih merasa khawatir walaupun Nonanya sudah sadar.“Nona, apa kau baik-baik saja?” tanya Khani sambil membantu Ziu duduk di lantai.“Ouch! Bagaimana aku tadi bisa jatuh? Rasanya sangat menyakitkan,” keluh Ziu yang akhirnya bisa duduk. Dia melihat bagian tubuhnya yang terasa sakit.Khani juga ikut memeriksa tubuh majikannya. Dia melihat wajah Ziu dengan seksama. Seusai melihat wajah Nona Mudanya, Khani menunjukkan ekspresi terkejut, tetapi juga senang secara bersamaan. Wanita yang kini dihadapannya bukan Ziu yang lemah lembut lagi.“Nona Ziu,” panggil K
Di dalam Istana Wula, tempat tinggal Anmu Ziu sebagai Putri Permaisuri Ketiga telah kedatangan dua wanita yang tidak dikenal oleh Ziu. Seorang wanita mengenakan pakaian berwarna kuning berdiri dengan sangat tenang. Sedangkan di belakangnya perempuan berpakaian warna ungu menunggu dengan wajah masam.Mereka berdua sedang menunggu Ziu yang tengah bersiap-siap terlebih dahulu. Keduanya ingin bertemu dengan perempuan yang telah dipilih langsung oleh Pangeran Ketiga sebagai permaisuri. Khani berdiri dengan tenang namun penasaran ketika melihat kedua orang asing tersebut.Setelah beberapa saat menunggu, Ziu yang sudah berganti pakaian keluar. Busana berwarna biru langit membalut tubuhnya seolah-olah mengeluarkan auranya sebagai seorang permaisuri. Hiasan di kepalaZiu cukup sederhana tapi terasa sangat cocok dengan wajah cantiknya.“Selir Sinaksa memberi salam kepada Putri Permaisuri Ketiga,” ujar perempuan berbaju ungu sambil memberi hormat. Ziu dapat meli
Khani tersenyu mendengar Nona Mudanya bicara dengan terbata-bata. “Tadi malam, Pangeran Ketiga datang melihat Nona. Beliau hanya masuk sebentar, lalu pergi. Anda dan Pangeran Ketiga tidak melakukan malam pertama”Ziu menghela nafas panjang dan tersenyum lega. Dia merasa nyaman karena tidak terjadi apa-apa dengannya tadi malam. Ziu tidak akan canggung atau malu bertemu jika setelah ini bertemu dengan Pangeran Kedua.“Lalu, apakah Pangeran Kedua datang?” tanya Ziu dengan wajah penasarannya.“Pangeran Kedua memang datang. Tapi anda memanggil Pangeran Ketiga dengan kata-kata itu tepat ketika Pangeran Kedua berada di luar ruangan ini. Dia marah dan pergi begitu saja,” cerita Khani mengenang kejadian semalam.Wajah Ziu yang mulanya terlihat ceria kini berubah bingung. “Bagaimana aku memanggil Pangeran Ketiga?”“Suamiku… cepatlah masuk! Aku tak bisa menunggu lagi,” ujar Khani menirukan Ziu ketika memanggil Pangeran Ketiga. “Nona, waktu itu anda memanggilnya seperti itu.”Ziu benar-benar tida