“Bukankah kalian benar-benar gigih? Jika kalian bisa lari dari pria yang terbang tadi, berarti kalian lumayan hebat,” puji pria berbaju hitam setelah bertepuk tangan. Dia seperti memberi ucapan selamat kepada beberapa bandit di depannya.
Pria berbaju hitam yang tampak seperti pendekar itu turun dari kudanya, diikuti para bandit. Masing-masing dari mereka menyiapkan senjatanya. Lalu tanpa diperintah para bandit maju menyerang sambil berteriak seperti mengobarkan semangat perang.
Sang pendekar berbaju hitam menerima serangan itu. Dia berkelit dan menghindari setiap serangan para bandit. Gerakannya yang lincah membuat bandit-bandit itu kesulitan. Lama-kelamaan para bandit itu merasa lelah. Serangan yang mereka lancarkan samak sekali tidak berpengaruh.
Sekarang giliran pendekar berbaju hitam yang menyerang para bandit. Pendekar berbaju hitam mengeluarkan pukulan beruntun yang cukup cepat. Para bandit merasa kewalahan menerima serangannya. Dengan gerakan yang berlangsung secara terus-menerus itu membuat beberapa bandit terkapar merasa kesakitan.
“Hanya dengan gerakan seperti itu kalian sudah terjatuh dan kesakitan. Kalian semua sangat mengecewakan,” ujar pendekar berbaju hitam sambil mengarahkan pandangannya mengelilingi para bandit di hadapannya.
“Kalau begitu akan akan segera aku selesaikan saja. Sekarang akan aku tunjukkan kekuatanku yang sebenarnya. Kalian akan menyesal karena sudah melihat ini,” ancam pendekar berbaju hitam.
Tidak lama kemudian ada petir yang menggelegar. Hal ini membuat semua orang, baik pendekar berbaju hitam ataupun para bandit itu sangat terkejut. Akan tetapi, masing-masing dari mereka menyembunyikan ketakutannya dan tetap berpura-pura gagah berani.
“Apa kau pikir kami takut? Kami yang akan membuatmu menyesal. Kau tidak tahu sedang berurusan dengan siapa.” Bandit yang paling besar menjawab ancaman sang pendekar dengan ucapan yang sombong.
“Bos kami ini adalah bandit terkuat,” sambung bandit dengan penutup mata di sebelahnya. “Kau hanya akan membuat kuburanmu sendiri.”
Si pendekar tersenyum pahit. Strateginya untuk memecah kelompok mereka berhasil. Akan tetapi dia tidak menyangka para bandit ini masih berani walau dengan kelompok kecil. Masalah kali ini memang harus diselesaikan dengan kekerasan.
“Jangan pernah menyesali hal ini. Kalianlah yang tidak mau menurutiku,” ancam pendekar berbaju hitam.
Tiba-tiba pendekar berbaju hitam itu maju dengan cepat. Para bandit tidak bisa berbuat banyak karena sangat terkejut. Pria berbaju hitam itu menghajar para bandit satu per satu. Tidak butuh waktu lama untuk membuat kelompok penjahat itu terkapar.
Setelah itu, petir menggelegar lagi. Bahkan suaranya lebih kencang dibandingkan dengan petir yang pertama. Pendekar berbaju hitam melihat langit yang awalnya cerah berubah menjadi gelap. Dia sama sekali bingung dengan cuaca yang terlihat mengerikan ini.
Tiba-tiba ada cahaya putih dari langit yang menyilaukan mata. Pendekar berbaju hitam itu sampai harus menggunakan tangannya untuk menghalangi sinar itu masuk ke dalam matanya. Samar-samar sang pendekar mendengar suara teriakan perempuan. Dia melihat sekelilingnya namun tidak tampak apapun.
“Suara siapa ini? Kenapa terdengar semakin mendekat?” tanya pendekar berbaju hitam di dalam hati. Dia melayangkan pandangannya ke sekeliling tempatnya berdiri.
Kemudian, pendekar itu melihat ke atas. Dia seperti menyadari sesuatu. Ada sesuatu yang terbang di atasnya. Lambat laun benda itu semakin jelas. Seorang perempuan terbang dan meluncur ke tanah. Ternyata suara yang didengar pendekar tadi adalah teriakan perempuan itu.
Dengan sigap pendekar berbaju hitam menjejak tanah dan melayang. Dia menangkap perempuan itu. Perempuan asing itu secara tidak sadar mengalungkan tangannya ke leher pendekar agar tidak terjatuh. Tangannya mengenai cadar yang digunakan pendekar sehingag wajah tampannya terlihat.
Mereka berdua berpandangan. Pendekar dan perempuan itu turun perlahan. Mereka berdua seperti seperti daun yang melayang ditiup angin sepoi-sepoi. Tepat saat pendekar berbaju hitam mendarat di tanah, turun salju berwarna putih.
Vajra berpaling dan pergi dari tempatnya berdiri tanpa mengatakan apa-apa lagi. Bahkan, dia tak bergeming ketika mendengar suara lantang dari Ziu. Vajra tetap berjalan meninggalkan Ziu yang masih berada di atas tembok dinding. Khani menghembuskan nafas panjang karena merasa lega melihat respon Vajra. Dia merasa bebas dari hukuman yang berat. Di dalam hati, Khani terus mengucap syukur atas hal baik yang baru saja dia alami. “Sial! Aku gagal lagi. Kalau begitu aku harus mencari cara lain lagi untuk melarikan diri sebelum kembali ke rumahku,” ucap Ziu yang tak punya pilihan lain. Wajah Khani menegang. “Nona Ziu, apa yang anda katakan? Anda tidak bisa pergi!” Ziu tidak mengindahkan perkataan Khani. Wajahnya tampak sudah dipenuhi tekad yang benar-benar kuat untuk pergi. “Nona, dengarkan aku! Tidakkah anda ingin menemukan buku kuno itu?” tanya Khani yang tiba-tiba membahas tentang benda yang dicari oleh majikannya. Perlahan Ziu mulai melihat mendengarkan. Usaha Khani untuk menarik per
Pintu keluar tempat tinggal Ziu tergeser perlahan. Kepala Ziu keluar sedikit untuk memeriksa keadaan sekitar. Tidak tampak satu pun penjaga yang lalu-lalang di sekeliling ruangannya. Tanpa pikir panjang lagi Ziu kemudian bergegas keluar.“Nona! Nona!” Khani terus memanggil majikannya sambil berlari mengejar Ziu.Ziu yang sudah berniat berlari dengan kecepatan penuh tiba-tiba mengurangi laju langkah kakinya. Dia tidak ingin suara Khani sampai membuat para pelayan ataupun penjaga kediaman berkumpul.“Nona, anda benar-benar tidak boleh pergi dari sini,” cegah Khani sambil memegangi tangan Ziu. “Hamba mohon, Nona.”“Kau sudah mencari selama satu hari penuh tapi belum menemukannya sama sekali. Hal itu berarti benda yang kita cari tidak ada di tempat ini,” tutur Ziu menjelaskan alasannya ingin pergi dari kediaman. “Lalu, mengapa aku harus bertahan untuk tetap tinggal di sini? Kita pergi saja ke tempat lain.”Ziu melepaskan genggaman tangan Khani. Dia segera melangkahkan kakinya lagi menyusu
Ziu diam saja mendengar pertanyaan Khani. Di satu sisi dia tidak ingin bertemu dengan orang menyebalkan itu lagi. Namun, di sisi lain kata-kata pelayannya itu terasa masuk akal. Ziu merasa bingung dengan hal yang harus dipilihnya.“Nona, kita harus meninggalkan kesan yang baik padanya. Di masa depan, dia akan memperlakukanmu lebih baik karena hal itu. sejak malam pernikahan kemarin, anda belum pernah sekalipun mengunjungi dia,” ucap Khani memberikan pendapatnya.“Aku tidak akan melakukan hal itu!” Putri mulai meninggikan suaranya sambil menarik kaki yang tengah dipijat oleh pelayannya itu. Wajahnya menunjukkan keengganan untuk melakukan saran dari Khani.“Dia lebih baik mengabaikan aku saja. Bagaimanapun, cepat atau lambat akuakan pergi dari sini. Mengapa aku harus berusaha untuk mengambil hatinya?” protes Ziu secara terus terang. “Pangeran Ketiga memang terlihat tampan. Namun, dia juga mempunya banyak wanita simpanan ya
Selir Sinaksa dan Selir Yurian tertawa geli melihat Ziu terjatuh begitu keras. Mereka segera menyembunyikan rasa senangnya karena tidak ingin terlihat sengaja melakukannya. Mereka berdua melakukan hal itu hanya demi kesenangan semata.Ziu terbangun setelah beberapa saat tidakbergerak di lantai. Dari raut wajahnya bisa terlihat bahwa dirinya merasa kesakitan. Khani masih merasa khawatir walaupun Nonanya sudah sadar.“Nona, apa kau baik-baik saja?” tanya Khani sambil membantu Ziu duduk di lantai.“Ouch! Bagaimana aku tadi bisa jatuh? Rasanya sangat menyakitkan,” keluh Ziu yang akhirnya bisa duduk. Dia melihat bagian tubuhnya yang terasa sakit.Khani juga ikut memeriksa tubuh majikannya. Dia melihat wajah Ziu dengan seksama. Seusai melihat wajah Nona Mudanya, Khani menunjukkan ekspresi terkejut, tetapi juga senang secara bersamaan. Wanita yang kini dihadapannya bukan Ziu yang lemah lembut lagi.“Nona Ziu,” panggil K
Di dalam Istana Wula, tempat tinggal Anmu Ziu sebagai Putri Permaisuri Ketiga telah kedatangan dua wanita yang tidak dikenal oleh Ziu. Seorang wanita mengenakan pakaian berwarna kuning berdiri dengan sangat tenang. Sedangkan di belakangnya perempuan berpakaian warna ungu menunggu dengan wajah masam.Mereka berdua sedang menunggu Ziu yang tengah bersiap-siap terlebih dahulu. Keduanya ingin bertemu dengan perempuan yang telah dipilih langsung oleh Pangeran Ketiga sebagai permaisuri. Khani berdiri dengan tenang namun penasaran ketika melihat kedua orang asing tersebut.Setelah beberapa saat menunggu, Ziu yang sudah berganti pakaian keluar. Busana berwarna biru langit membalut tubuhnya seolah-olah mengeluarkan auranya sebagai seorang permaisuri. Hiasan di kepalaZiu cukup sederhana tapi terasa sangat cocok dengan wajah cantiknya.“Selir Sinaksa memberi salam kepada Putri Permaisuri Ketiga,” ujar perempuan berbaju ungu sambil memberi hormat. Ziu dapat meli
Khani tersenyu mendengar Nona Mudanya bicara dengan terbata-bata. “Tadi malam, Pangeran Ketiga datang melihat Nona. Beliau hanya masuk sebentar, lalu pergi. Anda dan Pangeran Ketiga tidak melakukan malam pertama”Ziu menghela nafas panjang dan tersenyum lega. Dia merasa nyaman karena tidak terjadi apa-apa dengannya tadi malam. Ziu tidak akan canggung atau malu bertemu jika setelah ini bertemu dengan Pangeran Kedua.“Lalu, apakah Pangeran Kedua datang?” tanya Ziu dengan wajah penasarannya.“Pangeran Kedua memang datang. Tapi anda memanggil Pangeran Ketiga dengan kata-kata itu tepat ketika Pangeran Kedua berada di luar ruangan ini. Dia marah dan pergi begitu saja,” cerita Khani mengenang kejadian semalam.Wajah Ziu yang mulanya terlihat ceria kini berubah bingung. “Bagaimana aku memanggil Pangeran Ketiga?”“Suamiku… cepatlah masuk! Aku tak bisa menunggu lagi,” ujar Khani menirukan Ziu ketika memanggil Pangeran Ketiga. “Nona, waktu itu anda memanggilnya seperti itu.”Ziu benar-benar tida