Share

Pilih Aku atau Dia?

Part 3 (Pilih Aku atau Dia?)

Aku mengetuk pintu rumah Sheri. Menunggu sang pemilik rumah ini membuka pintu.

Tidak lama kemudian, pintu rumah akhirnya dibuka.

Aku tersenyum, memperlihatkan deretan gigiku melihat Kak Meli mematung.

"Aku melihat mobil Mas Iden di depan rumah ini, dan mobil Kakak juga. Makanya aku datang ke sini, apa yang kalian lakukan di sini?" Aku menodong Kak Meli dengan pertanyaan.

Wanita itu nampak gugup, ia menoleh kebelakang. Dan akhirnya menutup pintu.

"Kakak lagi kunjungi teman Kakak, anaknya sakit," ucapnya.

Aku menelan ludah, membasahi tenggorokan yang kering dan panas.

"Kalau Mas Iden? Ngapain dia di sini?" Aku kembali bertanya, Kak Meli membulatkan matanya.

"Kalau Iden—dia."

"Dia apa kak?"

Aku menyilang kedua tangan di dada, menunggu kelanjutan ucapan Kak Meli yang terbata-bata.

"Iden Kakak suruh ke sini buat nemenin Kakak." Aku mengangguk kepala mendengar jawabannya. Kurang pas dengan kenyataan aslinya. Kalau benar, kenapa Mas Iden yang lebih dulu sampai.

"Boleh aku masuk?"

Kak Meli kelabakan, beberapa kali aku meliriknya menengok kebelakang.

"Jangan—"

"Kenapa? Takut rahasia yang kalian sembunyikan dariku terbongkar?" celetukku.

Kesekian kalinya aku menarik napas. Rasa tidak sabar memasuki rumah ini dominan.

"Rahasia apaan sih, sana pulang. Gak sopan banget, ini rumah orang. Jangan bikin malu," ucapnya kesal.

Semakin ia berkelit, semakin aku ingin mencakar wajah cantiknya itu. Andai aku tidak menemukan komentarnya dipostingan tersebut. Mungkin, sampai sekarang aku dibodohi olehnya dan keluarganya.

"Aku juga pengen jenguk anak temanmu, Kak!"

"Gak boleh!"

"Alasannya?"

"Karena kamu gak punya hak!" tegasnya.

Aku menyipitkan mata, berjalan mendekatinya.

"Tentu saja aku punya hak, dia anak suamiku kan? Kalian membohongiku kan? Kalian menyimpan fakta kalau suamiku telah menikah lagi?"

Wajah Kak Meli memucat, dalam beberapa saat dirinya tak beranjak.

"Aku sudah tahu semuanya,"

"Jangan asal nuduh. Iden gak nikah lagi,"

"Mana buktinya?"

"Memangnya kamu punya bukti kalau Iden nikah lagi?" tanyanya balik. Aku tidak menjawab, memilih menahan bukti yang kupunya.

Aku mendorong Kak Meli agar memberiku jalan. Lekas aku masuk, dan mengedarkan pandangan ke penjuru tempat.

"Jadi ini yang kamu bilang urusan penting itu, Mas." Mas Iden dan Ibu menoleh. Sedangkan wanita berlesung pipi itu tengah menggendong bayinya.

"Mauren," ucap Mas Iden, ia telonjak melihatku.

"Dia kenapa bisa sampai di sini?" Wanita itu menunjuk padaku, ia bersembunyi di punggung Mas Iden.

"Aku udah coba nahan dia Den, tapi dia bersikukuh masuk," jelas Kak Meli.

Aku memutar mata malas, enggan untuk berbasa-basi.

"Aku bisa jelaskan semua ini? Dia—"

"Istri barumu," potongku cepat.

"Kamu bawa masuk anakmu ke kamar," ucap Ibu pada wanita itu. Tanpa kata ia menuruti perintah Ibu.

"Mauren kamu ngapain ke sini?" tanya Ibu mertua.

"Tolong jelaskan apa maksud semua ini? Kamu menikah lagi Mas?"

Mas Iden terbelalak, mencintai seseorang yang belum selesai dengan masa lalunya adalah hal yang melelahkan.

"Maksudmu itu apa? Aku ke sini untuk—"

"Tidak usah berbohong, aku sudah tahu semuanya!"

"Mana buktinya, kalau gak punya bukti gak usah nuduh!" Kak Meli menyenggol bahuku. Membuat darah ini semakin mendidih.

Merasa terpojok aku mengeluarkan foto yang Bu Endah tadi kirim.

"Itu foto pernikahanmu dengan mantanmu itu! Kenapa kamu tidak pernah bilang kalau kamu masih mencintai mantanmu. Katamu buang mantan pada tempatnya, dan apa yang kamu lakukan?"

Baik Ibu maupun Mas Iden, keduanya tersentak. Aku memperlihatkan foto-foto pernikahannya dengan wanita bernama Sheri itu.

"Itu pasti editan!"

"Sudah cukup, tidak perlu membuat alasan. Kenapa kamu melakukan ini, Mas?" Aku bertanya pada Mas Iden. Menatap suamiku dengan sorot mata menyala.

"Aku gagal move on,"

"Harusnya kamu ngomong,"

"Tolong percaya, aku akan bersikap adil pada kalian berdua." Wanita itu datang, sepertinya ia meninggal anaknya di kamar.

"Adil seperti apa?"

"Aku akan membagi waktuku, aku akan menyayangi kalian berdua!"

"Omong kosong, sedikit pun aku tidak percaya," tuturku meremehkannya.

Ibu mendelikkan matanya, sedangkan Kak Meli mendekati Sheri.

"Kamu ini baru diginiin udah marah-marah, wajar dong Iden menikah lagi. Kamu gak bisa kasih dia keturunan."

"Mas Iden sendiri yang tidak mau punya anak. Mungkin dia ingin memiliki anak dari rahim mantannya!" pungkasku.

"Maafkan Iden, tolong lepaskan dia. Biarkan Mas Iden hidup bersamaku dan anak kami!"

Permintaan macam apa itu?

Kalau pun kulepas Mas Iden untuknya. Aku pasti akan memberi kalian semua belajar. Aku tidak akan membiarkan diriku hancur sendirian!

"Sheri,"

"Mas bilang tidak cinta padanya, untuk apa Mas mempertahankan dia. Lepaskan dia, dan hidup bahagia bersamaku." Dia menarik tangan Mas Iden, menggenggam tangan itu penuh harap.

Aku mendekati wanita itu, tangan ini terasa gatal. Tanpa pikir panjang, aku menampar pipinya keras.

Plak!

"Tidak tahu malu, setelah merebut suami orang. Kamu meminta sesuatu padanya!"

"Mauren!"

Mas Iden menarikku mundur, dia memegangi pipi istri keduanya itu.

"Apa-apaan kamu Mauren! Dasar gila!" maki Ibu.

"Cepat minta maaf!"

Apa aku tak salah dengar, Mas Iden menyuruhku meminta maaf padanya.

"Mauren!"

"Aku tidak Sudi meminta maaf padanya. Bahkan aku belum puas menamparnya!"

"Kendalikan dirimu,"

"Kamu pilih dia atau aku." Napas Mas Iden memburu mendengar pertanyaan yang keluar dari mulutku.

"Cepat katakan, kamu pilih dia atau aku!" Aku menunjuk ke arah wanita itu. Paling tidak suka jika Mas Iden mulai mengulur waktu. Tinggal bilang, bersamanya atau bersamaku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status