Menjelang pesta, beberapa ART sibuk menyiapkan hidangan. Malam ini memang akan diadakan pesta meriah di villa Piazza del Duomo. Tidak heran karena yang menjadi tamu undangan adalah para pebisnis dan orang-orang dari kalangan atas.
Di sudut lain, seorang gadis cantik mengenakan apron sibuk menata makanan bersama beberapa pelayan. Dari tempatnya berdiri, Andrian memperhatikan Cassandra dengan tatapan tak terbaca. Laki-laki yang mengenakan jas mahal itu menoleh ketika Gennaro, sang kakek mendekat. "Kenapa kekasihmu itu memakai apron?" Gennaro terlihat heran. Kening Andrian mengernyit. "Kekasihku? Maksud Kakek gadis itu?" tanyanya meremehkan. Gennaro terkekeh, lalu mengangguk-angguk. Laki-laki tua itu sedikit mengangkat gelas wine di tangannya. "Ayolah, Andrian! Jangan bikin malu Kakek. Tidak seharusnya kamu membuat kejutan seperti ini. Suruh ganti bajunya sebelum tamu pada datang!" perintahnya tidak ingin dibantah. Andrian menatap protes sang kakek yang justru mengangguk. "Kakek, dia bukan kek--" Gennaro langsung mengibaskan telapak tangan di depan wajah Andrian. "Cepatlah, jangan membantah! Kalau kamu tidak mau, biar Kakek yang bilang padanya!" ucapnya, lalu meninggalkan Andrian. Di tempatnya, Andrian mendengus kasar. Laki-laki itu mengusap kasar wajahnya dengan geram. Berkali-kali dia menyesali nasib sialnya, gara-gara menolong gadis tidak jelas bernama Cassandra itu. "Maaf, Tuan, saya tidak bisa, saya ..." tolak Cassandra halus ketika Gennaro terus memaksanya berganti pakaian. "Kamu tidak pantas memakai baju itu, Cassandra. Lihatlah, betapa gagah dan tampannya cucuku. Jangan membuat Kakek kecewa. Ini bukan waktunya becanda, Nak," bujuk Gennaro lagi. Cassandra menatap pada beberapa pelayan yang justru mengangguk menyemangati. Lalu pandangan Cassandra tertuju pada raut sedingin salju milik Andrian. "Mareta, cepat bawa Cassandra ke kamarnya berganti pakaian! Malam ini, saya akan mengumumkan acara pernikahan cucu tercintaku!" perintah Gennaro bangga. Seperti kerbau dicocok hidungnya, Cassandra tidak berkutik. Dia menuruti kemauan Gennaro tanpa bisa menjelaskan apa pun. Cassandra menatap wajah di bayangan cermin, ketika Mareta mendandaninya. Rambut Cassandra yang berwarna cokelat itu, dibiarkan tergerai dengan ujung dibuat sedikit bergelombang. Riasan tipis juga menghiasi wajah cantik Cassandra. Sejenak, Mareta menatap hasil karyanya, lalu tersenyum puas. "Nah, Nona Cassandra, perfetto!" ucapnya bangga. "Saya yakin, Tuan Andrian tidak akan melepaskan pegangan tangannya malam ini. Dia sangat beruntung mendapatkan wanita secantik Anda, tidak seperti mantan-mantan dia itu. Judes dan materialistis," imbuhnya melirih di ujung kalimat. Mata Cassandra terpejam. Dia masih mencerna kejadian hari ini yang di luar rencananya. Bahkan, dalam mimpi sekalipun, Cassandra tidak pernah berpikir akan ada di tempat seperti ini. Andrian tertegun sejenak menatap penampilan Cassandra yang sangat berbeda. Tidak seperti tadi malam yang memakai baju minim, atau tadi memakai seragam ART. Sekarang, gadis cantik itu telah berubah seperti Cinderella dengan gaun warna pink rose panjang tanpa lengan. Di sebelahnya, Gennaro menyikut lengan Andrian. "Perfetto, molto bello!" (Sempurna, sangat cantik) Gennaro tidak berhenti memuji. Andrian memutar bola mata malas mendengar ucapan sang kakek. Meskipun tidak bisa dipungkiri, malam ini Cassandra sangatlah cantik. Bahkan, lebih cantik dari Fiona, mantan kekasihnya. "Hei, kenapa dengan kalian?" tanya Gennaro pada Cassandra yang berdiri kaku di samping Andrian. "Kalian seperti calon pengantin kuno. Ayolah, sudahi acara becanda ini, Andrian. Gandeng kekasihmu!" ucap laki-laki tua itu yang lagi-lagi membuat Andrian dan Cassandra seperti patung hidup. Andrian berdehem lirih, lalu menghembuskan napas lelah. Dengan gerakan kaku, dia mengulurkan tangan pada Cassandra yang disambut ragu gadis itu. Andrian menggenggam jemari tangan Cassandra sangat kencang, sehingga gadis itu meliriknya sambil meringis kecil. Andrian mencondongkan wajah ke pipi Cassandra, membuat gadis itu memejamkan mata takut. "Ini baru permulaan. Siapa suruh kamu datang dalam kehidupanku, Nona." Andrian lantas menyunggingkan senyum satu sudut. Cassandra termangu. Dia semakin menyesali keberadaannya di tempat ini. "Jangan khawatir, Tuan. Saya akan pergi setelah pesta selesai," jawabnya lirih. Pesta pun dimulai setelah semua tamu berdatangan. Hal ini seperti siksaan bagi Cassandra yang harus membaur dengan lingkungan kelas atas. Beberapa kali dia menarik napas panjang karena tidak nyaman. Terpaksa Cassandra menemani Andrian menemui tamu-tamunya. Cassandra juga tidak paham apa yang dibicarakan oleh mereka. Karena dunia bisnis menurutnya sangat rumit dan memusingkan. Menjelang penghujung acara, tanpa diduga, Gennaro mengumumkan rencana pernikahan Andrian dan Cassandra. "Ini adalah Cassandra, calon istri cucu tercintaku. Saya ingin mengatakan pada Anda semua, kalau Andrian dan Cassandra akan menikah minggu depan." "Kakek!" Andrian menatap protes kakeknya. Namun, Gennaro seolah tidak peduli. Laki-laki tua itu dengan bangga kembali berkata tentang pesta pernikahan minggu depan di sebuah castil mewah bernuansa negeri dongeng. Sekali lagi, Andrian mengutuk nasib sial yang tiba-tiba datang. "Jangan pernah bermimpi akan menjadi Nyonya di rumah ini, Cassandra," desisnya pada Cassandra. Tatapan Andrian tajam, seperti ingin menelan wanita di sampingnya itu. Cassandra mendongak. Ucapan Andrian benar-benar seperti belati menusuk hatinya. Namun, itulah risiko yang harus Cassandra tanggung setelah secara tidak terduga memaksa ikut dengan lelaki asing. "Jangan khawatir, Tuan. Saya tidak pernah bermimpi sedikit pun menjadi Nyonya Andrian!" balas Cassandra sembari tersenyum sinis. Andrian mendelik mendengar ucapan ketus Cassandra. Kurang ajar sekali gadis ini. Sudah dikasih tumpangan, tempat tinggal, dan pekerjaan malah berani membalas ucapannya. Andrian menyeringai licik, lalu melirik tamu-tamu yang masih asyik menikmati minuman dan sebagian berdansa. Andrian mengulurkan tangan pada Cassandra dan mengajak gadis itu berdansa. "Kenapa kamu kaku seperti balok kayu? Cobalah tidak kampungan di tengah pesta orang kaya. Jangan bikin malu saya!" ejek Andrian ketus sambil mengangkat telapak tangan Cassandra dan meletakkan di atas bahunya. Cassandra kembali menarik napas panjang berusaha untuk bersabar menghadapi sikap ketus Andrian. Dengan ragu, Cassandra mengikuti gerakan dansa lelaki gagah itu. Andrian menatap tidak minat pada Cassandra. Menurut Andrian, secantik apa pun Cassandra, dia tetaplah gadis kalangan bawah yang hanya pantas bekerja sebagai pembantu. Tiba-tiba terlintas di benak Andrian sebuah ide licik untuk menyiksa gadis menyebalkan ini. Senyum satu sudut tersungging di bibir Andrian. Laki-laki itu menunduk dan memegang dagu Cassandra lalu berucap pelan, "Mari kita menikah dan wujudkan keinginan Kakek. Tapi kita membuat perjanjian terlebih dahulu, Cassandra!" ****Kekesalan Cassandra berlanjut sampai malam. Meskipun Andrian sudah merayunya, tetapi Cassandra tidak peduli. Dia menatap tak minat pada beberapa paper bag berisi baju-baju couple, tas, dan sepatu baru. "Siapa yang akan menikah, Andrian? Dokter Ariana Federica itu selingkuhanmu juga? Awas, kalau sampai benar, kamu akan aku usir dari Italia. Aku ingin lihat, kamu pergi tanpa uang sepeser pun."Alis Andrian naik sebelah. "Aku yakin kamu tidak serius. Sudahlah, daripada berdebat, lebih baik kita ...""Dalam mimpi!" Cassandra justru menarik selimut dan membungkus tubuh seperti kepompong.Andrian tidak tinggal diam. Dia ikut menyelusup dalam selimut itu dan memeluk erat tubuh Cassandra dari belakang. Terdengar hembusan napas kesal berkali-kali dari bibir Cassandra."Dokter Ariana akan menikah tiga hari lagi di Gereja Santa Margherita." Andrian memainkan rambut Cassandra.Seketika, Cassandra membalikkan badan menatap dalam manik kebiruan Andrian. Kening wanita itu mengernyit. Berusaha mengi
Kehangatan kembali mewarnai rumah tangga Andrian dan Cassandra. Kebahagiaan mereka semakin lengkap, semenjak kelahiran si bungsu Antonio Cesare Petruzzelli. Hari ini, Cassandra mengajak ketiga anaknya ke kantor La Stampa. Dia ingin memberi kejutan ulang tahun untuk Andrian yang ke-30. Cassandra tersenyum pada Emillia dan Davidde yang turun lebih dahulu dari mobil, dibantu sopir. Lantas, Cassandra menurunkan Cesare dan membaringkan bayi berusia tujuh bulan itu di dalam stroller. Kedatangan istri bosnya, disambut antusias oleh sahabat-sahabat Cassandra. Angelica tampak bersemangat menggendong Davidde. Bocah berusia 2,5 tahun itu sesekali berceloteh lucu ala bahasanya sendiri. Lusiana memeluk Cassandra, menumpahkan rindu. Mereka terakhir bertemu dua bulan lalu, ketika Andrian dan Cassandra menjalani pemberkatan pernikahan ketiga, setelah pembaptisan Cesare. “Nyonya Bos, kamu semakin cantik saja!” Angelica ikut bahagia melihat wajah segar Cassandra yang tanpa beban. Dia juga tahu, And
Andrian menggenggam jemari tangan Cassandra di atas makam Antonio. Sebelah tangannya mengusap batu nisan Antonio. Ada rasa sedih mendalam kehilangan sosok sahabat meskipun sempat menjadi saingannya. "Aku datang padamu untuk meminta kembali Cassandra. Aku yakin, kamu tidak mungkin marah padaku. Aku janji akan menjaganya dengan nyawaku. Damailah di sana, Antonio. Terima kasih sudah menjaga mereka dengan baik." Andrian tersenyum samar, kemudian menatap Cassandra yang duduk di seberangnya. "Ayo, kita pulang!" ajak Cassandra. Cassandra tidak ingin terus menerus bersedih karena kehilangan Antonio. Dia harus bisa menghargai perasaan Andrian, setelah berani berdamai dan memutuskan menerima kembali laki-laki itu. Andrian mengangguk menuruti permintaan Cassandra. Tangannya tidak lepas dari jemari tangan Cassandra hingga memasuki mobil. Sejenak, keduanya terdiam di dalam mobil dengan pandangan sama-sama tertuju pada makam Antonio di sana. "Aku tahu kamu sedih dengan kepergian Antonio. Aku j
Andrian mengerang kesakitan. Luka bekas operasi yang masih basah itu, terasa sangat nyeri. Rupanya, Cassandra mendorong dengan kuat, tepat di perban itu. Cassandra termangu melihat Andrian kesakitan sambil memegangi dadanya. "Kenapa berhenti? Lakukanlah, Amore!" pinta Andrian pasrah. Tatapannya nanar pada Cassandra. Tidak ada kemarahan sedikit pun di sana. Bella segera mendekati Cassandra. Mencegah wanita itu berbuat yang lebih brutal. Bella maklum, kondisi Cassandra benar-benar jatuh sehingga bisa saja bertindak di luar kendali. Angelica sigap memanggil perawat. Tidak lama kemudian, seorang perawat memasuki ruang perawatan Andrian. "Kenapa luka Anda bisa mengeluarkan darah?" tanya perawat sembari melepas perban di dada Andrian. Andrian menggeleng pelan. "Maaf, saya tidak sengaja menyenggol perbannya!" jawabnya berbohong. Mata Andrian terpejam sambil menggigit bibir menahan sakit. Sedangkan Cassandra tampak ketakutan di dekat Bella. Wajahnya pucat penuh sesal. Darah mere
"Lepaskan saya, Bunda! Saya harus ikut mereka!" Cassandra kembali memberontak. Di antara isak tangis, Cassandra meringis menahan kram di perutnya. Wanita itu memegangi perut yang terasa tidak nyaman. Bella dan Bunda Stefania segera memanggil sopir untuk membawa Cassandra ke rumah sakit. Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan USG, Cassandra dibawa ke ruang perawatan. Dia masih menangis. Tidak menyangka, hari bahagianya berubah kelam. Cassandra juga belum tahu nasib Andrian dan Antonio di ruang operasi. Bella yang mendorong kursi roda, tiba-tiba menghentikan langkah. Terdengar suara seseorang sedang berbicara di telepon. Setelah menyadari sesuatu, Cassandra mendongak menatap Bella. Air mata kembali menetes membasahi pipi Cassandra, mendengar suara yang dikenalnya itu. Bella hendak kembali mendorong kursi roda, tetapi Cassandra mencegahnya. "Tunggu sebentar, Bella! Tolong antar aku ke tempat pengawal itu!" Bella tampak ragu, tetapi Cassandra terus memaksa. Tidak ada pilihan lai
Mendengar jawaban Cassandra, Antonio hanya bisa mengangguk. Meskipun dia tahu, wanita itu tidak melihatnya. Cassandra kembali meneruskan langkah. Di ruang bawah tampak sepi, mungkin anak-anak sedang dimandikan oleh Nanny. Cassandra juga tidak melihat keberadaan Andrian dan mobil laki-laki itu. Tiba-tiba ada perasaan aneh menghinggapi Cassandra. Dia memaki diri sendiri yang terlalu munafik karena kepergian Andrian membuatnya merasa kehilangan. "Aku pulang dulu. Kamu juga segera kembali ke atas. Hati-hati naik turun tangga!" ucap Antonio begitu mereka sampai di lantai bawah. Cassandra mendongak menatap manik Antonio lalu mengangguk samar. Antonio tersenyum, kemudian mencium bibir Cassandra sekilas, sebelum memutuskan berlalu dari hadapan kekasihnya itu. "Ciao Amore. Hati-hati di jalan!'' ucap Cassandra mengikuti langkah Antonio sampai di depan pintu. Antonio tersenyum, sebelum memasuki mobil. Segera, Alfa Romeo Quadrifoglio itu pun meninggalkan car port rumah megah Andrian. Sesampai