Cassandra dijebak temannya untuk dijual pada seorang mafia. Untungnya, dalam pelariannya, Cassandra tak sengaja bertemu dengan Andrian, Hot CEO yang sangat berpengaruh di negaranya. Hanya saja, kakek Adrian salah sangka dan memaksa pria itu untuk menikahi Cassandra. Sebuah kontrak panas pun terbentuk. Lantas, bagaimana nasib pernikahan kontrak keduanya?
View MoreBugh!
"Sial!" maki seorang laki-laki berbadan kekar, merasakan nyeri di selangkangannya akibat sebuah tendangan. "Lepaskan aku!" teriak gadis cantik itu. Dia terus berusaha melepaskan diri, lalu menggigit lengan laki-laki yang tengah memeganginya. Kedua laki-laki itu meringis menahan sakit di tempat berbeda. Mereka mengeratkan rahang melihat calon mangsanya kembali melarikan diri. "Hei, jangan lari, Cantik!" teriak salah satu dari mereka sambil mengejar dengan tertatih. "Tuhan, tolong aku!" Gadis cantik itu terus berlari sekuat tenaga sambil menyingsingkan rok sebatas lutut. Sesekali dia menoleh khawatir, kemudian kembali berlari. Napasnya pun tersengal-sengal. Dia berhenti sejenak, hanya untuk melepas high heels yang mempersulit larinya. Jalanan Kota Milan, sudah mulai lengang di waktu tengah malam menjelang musim gugur ini. Cassandra membelokkan langkah dan berhenti sejenak, sembari menyandarkan punggung di tembok usang. Kembali dia mengatur napasnya. Cassandra beringsut, mencari tempat berlindung yang lebih aman, ketika sayup mendengar derap langkah sepatu. "Ke mana gadis itu pergi?" Laki-laki bertatto itu menatap sekeliling yang sepi. Mereka celingak-celinguk mencari keberadaan Cassandra. "Tadi aku lihat dia berbelok, apa mungkin dia mati jatuh dari jembatan itu?" Seorang lagi melirik ke arah kanal di belakang sana. Sang teman mengangkat bahu tanda tidak tahu. "Aku tidak tahu. Ayo, kita cari ke tempat lain!" usulnya. Derap langkah sepatu meninggalkan tempat itu, disusul suara motor yang mulai menjauh. Cassandra menggembungkan mulut, lalu menghembuskan napas lega. Sembari mengendap waspada, Cassandra berjalan tertatih mencari jalan ke arah apartmentnya. Sangat jauh dari tempat ini. Dia berjalan terseok-seok karena kelelahan. Rupanya, Cassandra melewati jalan yang salah. "Ah, Tuhan! Kenapa aku lewat sini?" Cassandra menjambak rambut cokelatnya gemas. Gadis cantik itu menggigit bibir. Seketika, Cassandra mengangkat telapak tangan, saat melihat sorot lampu mengarah padanya. Wajah Cassandra mendadak pucat, setelah mengetahui dua orang laki-laki tadi turun dari motor dan berjalan cepat ke arahnya. Cassandra berbalik, kemudian kembali berlari menghindari kedua preman itu. Sekuat tenaga dengan napas seperti berada di ujung tenggorokan, Cassandra terus berlari sembari berharap ada pertolongan. "Tuhan, aku tidak mau ditangkap!" jerit hati Cassandra pilu. "Teruslah berlari, Manis! Kamu tidak akan lolos lagi!" teriak salah satu pria tadi. Mereka lantas tertawa terbahak. Cassandra tidak menghiraukan ejekan itu. Dia pun terus berlari, sampai langkahnya menginjak trotoar jalan raya. Gadis itu menoleh sekeliling. Benar-benar tidak ada orang yang menolongnya. Dia merutuk dalam hati, ketika di ujung trotoar justru melihat seorang laki-laki berjalan sempoyongan karena pengaruh alkohol. Laki-laki itu tertawa cekikikan melihat Cassandra, sembari mengacungkan botol minuman berwarna putih. "Facciamo festa, Bella!" (Ayo berpesta, Cantik!) Tatapannya lapar pada Cassandra. Cassandra semakin ketakutan. Dia merutuki nasib sialnya malam ini. Sebagai gadis penghibur di club malam, Cassandra sering menemukan beberapa orang yang ingin melecehkannya. Namun, di sana ada beberapa teman dan security yang sigap mengamankan situasi jika dirinya terancam. Namun, sekarang, siapa yang menolongnya? Cassandra semakin nelangsa, ketika mengetahui semua ini ulah teman baiknya sendiri. Dia menyesali sikapnya yang terlalu baik. Berawal dari keakrabannya dengan Dona sejak beberapa bulan terakhir. Cassandra memang membutuhkan uang lebih banyak untuk membayar hutang ayahnya yang gemar berjudi. Tanpa pikir panjang, Cassandra mau menerima tawaran kerja tambahan. Namun, rupanya, Donà bermaksud menjual Cassandra pada salah seorang mafia berpengaruh di negeri Menara Pisa itu. Cassandra tidak ingin bernasib lebih sial lagi, dengan menjadi budak nafsu laki-laki mafia yang tidak diketahui wajahnya. Bruk! Karena melamun, Cassandra terjerembab. "Auuh, ya Tuhan. Sakit sekali," desisnya. Gadis itu meringis menahan sakit di mata kakinya. Suara derap langkah sepatu semakin dekat. Cassandra kembali ketakutan dan sejenak melupakan rasa perih di kakinya. Dia berlari ke arah jalanan yang lebih ramai, sambil berharap ada orang menolongnya. Sambil berlari, sesekali Cassandra menoleh ke belakang. Ciiit! Suara gesekan ban akibat rem mendadak, membuat Cassandra terkejut. Dia mematung di depan sebuah mobil Maserati Quattroporte yang berhenti mendadak. Beruntung, Cassandra tidak tertabrak mobil itu. Tidak berapa lama, pemilik mobil itu pun turun dan menghampiri Cassandra. "Apa kamu terluka?" Laki-laki itu menatap khawatir pada Cassandra. Cassandra mengerjap sembari menarik napas lega. "Ti-tidak! Saya, saya baik-baik saja, Signore!" jawabnya gugup. Laki-laki paruh baya itu meneliti penampilan Cassandra sejenak, kemudian mengangguk. "Baiklah, selalu berhati-hatilah, Nona! Ini sudah lewat tengah malam!" ucapnya kemudian membalikkan badan. Cassandra menoleh ke belakang sana. Dua orang preman tadi berhenti memperhatikan interaksi Cassandra dan laki-laki paruh baya itu. Sedetik kemudian, Cassandra berlutut di depan laki-laki pemilik mobil itu. "Signore, Signore! Mi dispiace ..." (Tuan, Tuan! Maafkan saya) ucap Cassandra takut. Laki-laki di depannya menunduk dengan kening berkerut dalam. "Tuan, izinkan saya ikut mobil Anda. Saya mohon!" Cassandra memberanikan diri. Laki-laki itu menatap ragu pada Cassandra. Sementara itu Cassandra masih berlutut sambil menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada. "Saya mohon, Tuan! Tolong saya!" "Tapi saya tidak bisa membawamu, Nona!" jawab laki-laki itu tegas. Cassandra menunduk dalam, lalu menangis di situ. Membayangkan dia dijual dan dijadikan budak nafsu, selesai sudah harapan hidup Cassandra. Bahu Cassandra berguncang karena tangis sambil terus memohon. Namun, laki-laki paruh baya itu tetap bergeming. Sedetik kemudian, dia justru berbalik meninggalkan Cassandra. Tiba-tiba pintu belakang sebelah kanan terbuka. Tatapan Cassandra tertuju pada sepasang sepatu hitam mengkilat di depannya. "Ah, ampun! Jangan sakiti saya!" ****Kekesalan Cassandra berlanjut sampai malam. Meskipun Andrian sudah merayunya, tetapi Cassandra tidak peduli. Dia menatap tak minat pada beberapa paper bag berisi baju-baju couple, tas, dan sepatu baru. "Siapa yang akan menikah, Andrian? Dokter Ariana Federica itu selingkuhanmu juga? Awas, kalau sampai benar, kamu akan aku usir dari Italia. Aku ingin lihat, kamu pergi tanpa uang sepeser pun."Alis Andrian naik sebelah. "Aku yakin kamu tidak serius. Sudahlah, daripada berdebat, lebih baik kita ...""Dalam mimpi!" Cassandra justru menarik selimut dan membungkus tubuh seperti kepompong.Andrian tidak tinggal diam. Dia ikut menyelusup dalam selimut itu dan memeluk erat tubuh Cassandra dari belakang. Terdengar hembusan napas kesal berkali-kali dari bibir Cassandra."Dokter Ariana akan menikah tiga hari lagi di Gereja Santa Margherita." Andrian memainkan rambut Cassandra.Seketika, Cassandra membalikkan badan menatap dalam manik kebiruan Andrian. Kening wanita itu mengernyit. Berusaha mengi
Kehangatan kembali mewarnai rumah tangga Andrian dan Cassandra. Kebahagiaan mereka semakin lengkap, semenjak kelahiran si bungsu Antonio Cesare Petruzzelli. Hari ini, Cassandra mengajak ketiga anaknya ke kantor La Stampa. Dia ingin memberi kejutan ulang tahun untuk Andrian yang ke-30. Cassandra tersenyum pada Emillia dan Davidde yang turun lebih dahulu dari mobil, dibantu sopir. Lantas, Cassandra menurunkan Cesare dan membaringkan bayi berusia tujuh bulan itu di dalam stroller. Kedatangan istri bosnya, disambut antusias oleh sahabat-sahabat Cassandra. Angelica tampak bersemangat menggendong Davidde. Bocah berusia 2,5 tahun itu sesekali berceloteh lucu ala bahasanya sendiri. Lusiana memeluk Cassandra, menumpahkan rindu. Mereka terakhir bertemu dua bulan lalu, ketika Andrian dan Cassandra menjalani pemberkatan pernikahan ketiga, setelah pembaptisan Cesare. “Nyonya Bos, kamu semakin cantik saja!” Angelica ikut bahagia melihat wajah segar Cassandra yang tanpa beban. Dia juga tahu, And
Andrian menggenggam jemari tangan Cassandra di atas makam Antonio. Sebelah tangannya mengusap batu nisan Antonio. Ada rasa sedih mendalam kehilangan sosok sahabat meskipun sempat menjadi saingannya. "Aku datang padamu untuk meminta kembali Cassandra. Aku yakin, kamu tidak mungkin marah padaku. Aku janji akan menjaganya dengan nyawaku. Damailah di sana, Antonio. Terima kasih sudah menjaga mereka dengan baik." Andrian tersenyum samar, kemudian menatap Cassandra yang duduk di seberangnya. "Ayo, kita pulang!" ajak Cassandra. Cassandra tidak ingin terus menerus bersedih karena kehilangan Antonio. Dia harus bisa menghargai perasaan Andrian, setelah berani berdamai dan memutuskan menerima kembali laki-laki itu. Andrian mengangguk menuruti permintaan Cassandra. Tangannya tidak lepas dari jemari tangan Cassandra hingga memasuki mobil. Sejenak, keduanya terdiam di dalam mobil dengan pandangan sama-sama tertuju pada makam Antonio di sana. "Aku tahu kamu sedih dengan kepergian Antonio. Aku j
Andrian mengerang kesakitan. Luka bekas operasi yang masih basah itu, terasa sangat nyeri. Rupanya, Cassandra mendorong dengan kuat, tepat di perban itu. Cassandra termangu melihat Andrian kesakitan sambil memegangi dadanya. "Kenapa berhenti? Lakukanlah, Amore!" pinta Andrian pasrah. Tatapannya nanar pada Cassandra. Tidak ada kemarahan sedikit pun di sana. Bella segera mendekati Cassandra. Mencegah wanita itu berbuat yang lebih brutal. Bella maklum, kondisi Cassandra benar-benar jatuh sehingga bisa saja bertindak di luar kendali. Angelica sigap memanggil perawat. Tidak lama kemudian, seorang perawat memasuki ruang perawatan Andrian. "Kenapa luka Anda bisa mengeluarkan darah?" tanya perawat sembari melepas perban di dada Andrian. Andrian menggeleng pelan. "Maaf, saya tidak sengaja menyenggol perbannya!" jawabnya berbohong. Mata Andrian terpejam sambil menggigit bibir menahan sakit. Sedangkan Cassandra tampak ketakutan di dekat Bella. Wajahnya pucat penuh sesal. Darah mere
"Lepaskan saya, Bunda! Saya harus ikut mereka!" Cassandra kembali memberontak. Di antara isak tangis, Cassandra meringis menahan kram di perutnya. Wanita itu memegangi perut yang terasa tidak nyaman. Bella dan Bunda Stefania segera memanggil sopir untuk membawa Cassandra ke rumah sakit. Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan USG, Cassandra dibawa ke ruang perawatan. Dia masih menangis. Tidak menyangka, hari bahagianya berubah kelam. Cassandra juga belum tahu nasib Andrian dan Antonio di ruang operasi. Bella yang mendorong kursi roda, tiba-tiba menghentikan langkah. Terdengar suara seseorang sedang berbicara di telepon. Setelah menyadari sesuatu, Cassandra mendongak menatap Bella. Air mata kembali menetes membasahi pipi Cassandra, mendengar suara yang dikenalnya itu. Bella hendak kembali mendorong kursi roda, tetapi Cassandra mencegahnya. "Tunggu sebentar, Bella! Tolong antar aku ke tempat pengawal itu!" Bella tampak ragu, tetapi Cassandra terus memaksa. Tidak ada pilihan lai
Mendengar jawaban Cassandra, Antonio hanya bisa mengangguk. Meskipun dia tahu, wanita itu tidak melihatnya. Cassandra kembali meneruskan langkah. Di ruang bawah tampak sepi, mungkin anak-anak sedang dimandikan oleh Nanny. Cassandra juga tidak melihat keberadaan Andrian dan mobil laki-laki itu. Tiba-tiba ada perasaan aneh menghinggapi Cassandra. Dia memaki diri sendiri yang terlalu munafik karena kepergian Andrian membuatnya merasa kehilangan. "Aku pulang dulu. Kamu juga segera kembali ke atas. Hati-hati naik turun tangga!" ucap Antonio begitu mereka sampai di lantai bawah. Cassandra mendongak menatap manik Antonio lalu mengangguk samar. Antonio tersenyum, kemudian mencium bibir Cassandra sekilas, sebelum memutuskan berlalu dari hadapan kekasihnya itu. "Ciao Amore. Hati-hati di jalan!'' ucap Cassandra mengikuti langkah Antonio sampai di depan pintu. Antonio tersenyum, sebelum memasuki mobil. Segera, Alfa Romeo Quadrifoglio itu pun meninggalkan car port rumah megah Andrian. Sesampai
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments