Share

Part 2 Calon Istri?

"Aah!" Cassandra memekik kaget.

Dia mendongak perlahan menatap sang pemilik sepatu mengkilat itu. Seorang laki-laki tampan berambut kepirangan berdiri menatapnya tanpa ekspresi.

Cassandra semakin gemetar dan mempertanyakan dalam hati tentang laki-laki di depannya itu. Mungkinkah dia mafia yang hendak membelinya? Kembali rasa takut menggelayuti Cassandra.

"Masuklah!" titah laki-laki itu dengan suara dingin.

Dengan ragu, Cassandra bangkit dan menoleh ke arah dua orang preman tadi yang sudah kabur entah ke mana. Cassandra masih berdiri kaku di tempatnya, menatap punggung tegap di balik jas mahal itu memasuki mobil.

Laki-laki paruh baya yang menjadi sopir itu membukakan pintu tengah untuk Cassandra. "Masuklah, Nona. Sudah malam!" ujarnya.

Cassandra justru mematung di tempat. Hatinya berkecamuk antara butuh bantuan dan ketakutan. Sampai pada akhirnya, terdengar decakan kesal dari laki-laki muda tampan yang sudah kembali duduk di jok belakang.

"Kamu mau berdiri terus di situ, lalu dijual orang, atau ikut kami? Cepatlah, jangan buang waktu saya!"

Suara baritone itu menginterupsi sejenak ketakutan Cassandra. Dengan langkah ragu, dia memasuki mobil mewah pabrikan Italia itu. Beberapa saat kemudian, mobil Maserati Quattroporte terbaru itu pun meninggalkan lokasi.

Sejenak, suasana kaku menyelimuti ketiga orang di dalam sedan mewah itu. Sang sopir melirik center mirror dan melihat sekilas Cassandra yang duduk gelisah.

"Anda tinggal di mana, Nona?" tanya sang sopir memecah keheningan.

Cassandra langsung mendongak dan menjawab gugup, "Saya, saya ... saya tinggal di Distrik Piazzetta!"

Sopir itu beralih menatap laki-laki yang duduk di samping Cassandra. Tatapan laki-laki itu datar ke luar kaca jendela mobil. Rupanya, pemandangan malam Kota Milan lebih menarik penglihatan laki-laki tampan itu daripada gadis asing dengan pakaian minim di sebelahnya.

"Tuan Andrian. Bagaimana ini?" tanya sopir meminta persetujuan.

Andrian, nama laki-laki itu melirik sang sopir sekilas, lalu kembali menatap ke luar sana. "Bagaimana lagi? Antarkan dia pulang lebih dulu!" sahutnya dingin.

Cassandra langsung menoleh. "Ah, tidak ... tidak! Saya tidak mau pulang, Pak, Tuan. Saya mohon jangan antar saya pulang, Pak. Say--"

"Tapi kami tidak bisa membawamu ikut kami, Nona. Kami harus ke luar kota!"

Cassandra mulai menangis. Membayangkan sesampai di apartment sederhananya, dia langsung ditodong sang ayah yang tengah mabuk. Ayahnya yang seorang pengangguran itu selalu menghabiskan waktu dengan minum alkohol dan berjudi.

Semenjak ibunya meninggal, Cassandra semakin dijadikan sapi perah untuk memenuhi kebutuhan ayahnya yang tidak tahu diri itu. Cassandra diwajibkan membayar hutang ayahnya setiap minggu sedikitnya 300 Euro.

Mulanya, Cassandra bekerja part time di cafe dekat kampus. Namun, semenjak ayahnya gemar berjudi, terpaksa Cassandra berhenti kuliah dan memilih bekerja di club malam yang lebih banyak menghasilkan uang.

Tidak jarang, Cassandra harus menemani pria-pria hidung belang minum beer sampai pagi. Meskipun pekerjaan asli Cassandra seorang penari erotis, tetapi, lagi-lagi demi uang, dia rela melakukan apa pun, asalkan tidak mendapatkan kemarahan dan pukulan dari sang ayah.

"Tolong saya, Pak. Daripada Anda antar saya pulang, lebih baik buang saja saya di sungai itu. Lebih baik saya mati! Saya tidak mau dipukul ayah kalau pulang tidak membawa uang. Saya takut jika saya pulang, preman itu akan mendatangi apartemen saya dan mengantar saya pada pria hidung belang itu!" racaunya sambil mengusap-usap kedua belah pipinya yang basah.

Andrian meliriknya sekilas. "Banyak cerita seperti itu dari gadis-gadis yang ingin membuat kejahatan, Nona. Apa alasan kami untuk percaya padamu?" sahutnya sinis.

Cassandra meraih tangan Andrian, tetapi Andrian segera menariknya kembali. Cassandra menangkupkan telapak tangan di depan dada dengan air mata terus menetes. Tatapannya sayu penuh permohonan.

"Jika Anda tidak percaya saya, besok Anda bisa serahkan saya ke kantor polisi. Tapi jika Anda beri saya kesempatan, saya akan ikut Anda dan bekerja di rumah Anda. Saya lebih baik bekerja sebagai pembantu daripada dijual kepada laki-laki bandit itu!" ucap Cassandra sambil terus menangis.

Pak Sopir dan Andrian bertatapan sekilas melalui center mirror. Bersamaan dengan itu, terdengar tarikan napas lelah dari mulut Andrian.

"Baiklah, kamu boleh ikut kami. Kebetulan, besok malam di villa kami akan diadakan pesta. Tapi saya tidak ingin melihatmu memakai pakaian kurang bahan seperti itu. Keluarga saya sangat terhormat. Jangan bikin malu saya!" Kembali Andrian berkata menyakitkan.

Cassandra mengangguk tanpa ragu. Tidak apa-apa bekerja di rumah laki-laki dingin ini daripada dijual kepada mafia, pikirnya. Cassandra menunduk, menatap sepasang paha mulusnya yang terbalut stocking tipis.

Pekerjaan sebagai wanita penghibur memang bukan pilihannya. Selama itu pula, Cassandra sibuk dengan perang batin. Tetapi itulah jalan hidup yang tidak adil. Terpaksa harus Cassandra jalani tanpa ada pilihan lain. Mobil pun terus melaju semakin jauh keluar dari Distrik La Piazzetta.

Tak terasa, mobil berhenti di pekarangan villa mewah di tengah taman yang luas. Dua orang pengawal langsung menyambut kedatangan Andrian di waktu mendekati dini hari itu.

Andrian menoleh pada Cassandra yang berdiri canggung di belakangnya. Gadis itu menatap takjub bangunan megah di depan matanya. Belum pernah selama 20 tahun hidupnya, Cassandra menginjakkan kaki di tempat seindah itu.

"Masuklah! Di dalam ada pelayan yang akan mengantar ke kamarmu!" ucap Andrian tegas.

Cassandra mengekori langkah Andrian sampai di dekat tangga lingkar. Dengan suara tegas, laki-laki itu memanggil pelayan yang langsung berjalan tergopoh-gopoh menghampiri mereka.

"Tolong antar Nona ini ke kamar tamu!" titahnya kemudian menoleh pada Cassandra. "Ikutlah dengannya, besok kita bicara!" lanjutnya kemudian berlalu.

Cassandra mengangguk kaku sambil memilin jarinya. Dia tersenyum canggung pada seorang pelayan paruh baya yang terlihat mengantuk itu.

"Mari Nona, ikut saya. Anda mungkin gadis yang istimewa, Nona. Di antara pacar Tuan Andrian, Andalah yang tidak diajak masuk ke kamarnya!" ucap ART itu sambil terkekeh.

"Sa-saya, bu--"

"Ah, iya, Tuan Besar pasti akan sangat senang melihat Tuan Muda pulang membawa calon istri. Akhirnya, setelah sekian lama, Tuan Muda menemukannya...."

Di sebelahnya, Cassandra hanya bisa mematung mendengar ucapan beruntun ART itu. Dia menggaruk pelipisnya bingung.

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status