Share

Nonton Adu Ayam

Wirota tertegun mendengar permintaan Jaya namun akhirnya dia menganggukan kepala dan menjawab

“Ehmm … baiklah, di dekat pasar ada acara aduan ayam, kalau kau mau aku bisa mengajakmu ke sana.”

Mereka berdua kemudian keluar istana dan berjalan menuju lokasi aduan ayam. Di lokasi tersebut sudah ramai orang memasang taruhan untuk ayam-ayam yang dijagokannya.

“Kau mau pasang taruhan?” tanya Wirota.

Jaya menggelengkan kepalanya

“Tidak, aku tidak bawa uang, lalu kau juga akan pasang taruhan?”

Wirota berpikir sejenak, baru diingatnya kemarin uang rampokan dari pejabat pajak itu sudah habis dibagikan kepada fakir miskin, sekarang hanya tinggal beberapa kepeng tembaga dan 1 kepeng perak saja di kantongnya. Jadi dia harus mencari uang lagi untuk bertahan hidup.

“Aku akan pasang taruhan, kau tunggulah sebentar,” kata Wirota.

Jaya berkeliling lokasi melihat-lihat ayam di situ, hatinya sedikit terhibur melihat ayam-ayam itu dan keramaian di sana. Sekembalinya dari Bandar Judi untuk memasang taruhan, Wirota mengajak Jaya ke gelanggang aduan ayam.

“Ayo kita segera ke sana supaya dapat tempat di depan,” ujar Wirota sambil menarik tangan Jaya menuju gelanggang.

Sesampainya di gelanggang ayam mereka segera mencari posisi strategis. Tak lama kemudian ayam blirik dan ayam coklat itu mulai bertarung berkepak-kepak saling menendang dengan tajinya yang tajam.

“Kau pasang taruhan yang mana?”

“Aku pasang taruhan ayam blirik itu, semoga saja kali ini dia menang,” ujar Wirota.

Sorak-sorai penonton semakin keras ketika ayam blirik itu mulai keteteran di serang ayam coklat. Keringat dingin mengusur di dahi Wirota

“Celaka, ayam blirik itu tampaknya mulai keteteran. Aku terpaksa menggunakan ilmu tukar sukma untuk ayam blirik itu,” pikir Wirota.

Wirota memejamkan Mada dan merapalkan mantera, tiba-tiba saja ayam blirik itu langsung beringas menyerang ayam coklat. Penonton semakin seru bersorak-sorai memberi semangat ayam blirik. Tak perlu makan waktu lama, ayam blirik itu akhirnya sukses membunuh ayam coklat itu. Ketika berhasil membunuh lawannya, ayam blirik itu berkokok kencang seolah mengumumkan kemenangannya.

“Ayo kita tagih bandarnya,” ujar Wirota sambil menarik tangan Jaya.

Wirota tersenyum puas ketika Bandar itu memberinya 2 keping uang emas, hari ini dia menang banyak.

“Hari ini hari keberuntunganku, ayo kutraktir minum tuak dan makan babi guling,” ujar Wirota.

Setelah duduk di kedai dan menyantap hidangan sambil minum tuak Jaya bertanya

“Tadi kelihatannya ayam blirik itu sudah keteteran dan terluka parah, tetapi pada saat-saat terakhir dia langsung bangkit menyerang dan memenangkan pertandingan. Kok bisa begitu ya?”

Wirota tersenyum dan berbisik kepada Jaya

“Aku telah menyusupkan perewanganku ke dalam badan ayam blirik itu sehingga dia bisa menang. Setelah ini dalam jangka waktu 1 jam ayam blirik itu mati, tapi kan tidak masalah yang penting kita sudah dapat uangnya dan menang.”

Jaya menganggukan kepalanya dan kembali menyantap makanan di depannya sambil matanya berkeliling ruangan menikmati suasana di dalam kedai. Namun tiba-tiba matanya melihat ke arah sosok yang sangat dikenalnya memasuki kedai itu. Jaya memalingkan mukanya agar orang itu tidak memperhatikan wajahnya.

Dijawilnya tangan Wirota

“Wir, perutku tiba-tiba mulas, aku mau pulang saja,” ujar Jaya dengan buru--buru.

Wirota berhenti mengunyah daging babi guling dan berkata

“Tunggulah sebentar lagi, tuak ini belum habis.”

“Aduh, aku sudah tidak tahan lagi, ayolah temani aku pulang,” kata Jaya dengan wajah memelas.

“Ya sudah aku membayar makanannya dulu,” ujar Wirota.

Wirota pergi ke kasir membayar makanan dan tuak mereka sedangkan Jaya menunggu diluar.

“Maafkan aku ya, perutku sedang bermasalah, meminum tuak membuat perutku sakit,” ujar Jaya.

Jaya melirik ke arah sosok yang dikenalnya tadi, dan berkata dalam hati

Huuh, untung saja Guru Wiraraja tidak melihatku berada di kedai tuak.

Setibanya di istana, Jaya berpamitan kepada Wirota

“Besok kita jalan-jalan lagi ya,” kata Jaya.

“Oh ya kita bertemu di sini saja, aku juga mau mandi dulu,” ujar Wirota sambil membaui ketiaknya.

“Huuekk … bau banget, dimana sumur?” tanya Wirota.

Jaya tertawa tergelak melihat polah Wirota

“Rupanya kau abdi dalem baru ya, sumurnya ada di sebelah barat, disana ada pemandian, sudah ya aku mau ke belakang dulu,” ujar Jaya.

Wirota kemudian mandi membersihkan diri, sekeluarnya dari tempat pemandian dia berpapasan dengan orang yang menatapnya penuh curiga.

Waduh, celaka kalau mereka tahu aku cuma menyusup, lebih baik aku pulang saja,” batin Wirota kemudian buru-buru pergi.

Karena melangkah terburu-buru, ketika melewati teras keputren Wirota menabrak seorang gadis yang sangat cantik.

“Aww, hidungku berdarah!” jerit Wirota.

Gadis itu terkejut kemudian berkata

“Maaf, maaf biar aku minta tabib istana mengobati.”

“Tidak usah, biar aku obati sendiri,” ujar Wirota dengan nada kesal.

Waduh, urusannya tambah panjang kalau aku harus bertemu tabib segala, batinnya.

Wirota sibuk menghentikan darah yang masih mengalir di hidungnya, namun darah masih saja tak kunjung berhenti

Gadis itu mengeluarkan saputangannya dan memberikan pada Wirota.

“Pakailah ini.”

“Terimakasih,” ujar Wirota mengambil saputangan itu sambil melangkah pergi tanpa memandang si gadis.

Gadis itu ingin bertanya lebih lanjut namun Wirota seolah tak peduli dan terus berlalu. Seorang abdi menyapanya

“Gusti Putri Gayatri, makanannya sudah siap.”

“Oh, baiklah aku ke ruang makan,” sahut Gayatri sambil berjalan masuk ke ruang makan.

“Mbok, apa kita menerima abdi dalem laki-laki baru ya?”

Abdi itu mengerutkan keningnya dan berkata

“Sampai sekarang belum ada abdi dalem baru, mungkin Gusti Putri Gayatri bisa bertanya pada  Rakryan Kanuruhan Pranaraja yang mengurus rumah tangga istana.”

Tak ingin berdebat lebih lanjut Gayatri kemudian berkata

“Ya sudahlah Mbok, mungkin aku yang lupa saja.”

Gayatri sempat tertegun dengan sikap abdi dalem baru itu. Mungkin karena dia tidak mengenali Gayatri sebagai seorang putri Raja Kertanegara sehingga dia bersikap seenaknya terhadapnya tanpa etika sesuai standar istana. Namun sikap dan ketampanan wajah Wirota justru membuatnya tak bisa melupakan abdi dalem baru itu.

Wirota terus berjalan menuju halaman belakang istana mencari pintu butulan tadi. Namun belum lagi sampai di pintu butulan keluar istana, di kerimbunan semak di dekat gudang logistik bahan makanan, Wirota melihat sekelompok pengawal Raja yang sedang tidak bertugas dan beberapa abdi dalem sedang mengerumuni sesuatu.

Apa ini? Huuh ternyata para abdi dalem, pengawal semua ngumpet disini. Aku tahu sekarang pasti mereka sedang berjudi, Ah, lebih baik aku ikut saja bergabung, pikir Wirotayang bergegas ikut menonton kerumunan itu. Ternyata orang-orang itu sedang mengadakan judi dadu. Seorang prajurit yang bertindak sebagai Bandar duduk di tanah dengan 3 mangkok tertelungkup didepannya yang di geser-geser kemudian dia akan menyuruh orang-orang itu menebak keberadaan dadu.

Berkali-kali orang-orang itu menebak namun tak satupun benar. Lama Wirota mengamati gerak-gerik orang itu mulai dari menempatkan dadu di bawah mangkok, kemudian menggesernya dan membukanya ketika ada yang menebak.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Kandang Lingsar
bagus ceritanya
goodnovel comment avatar
Deni Prasetio
baca aja belum udh d kunci
goodnovel comment avatar
Dedi Novian
mantap cerita nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status