Share

KUBELI KESOMBONGAN KELUARGA SUAMIKU
KUBELI KESOMBONGAN KELUARGA SUAMIKU
Penulis: Jingga Rinjani

BAB 1

"Arina, ambil ini!" 

"Ini sekalian!" 

"Rin, ambilkan minum untuk Viko sekalian!" 

Suara-suara itu adalah milik mertua serta ipar-iparku. Mereka selalu saja menganggap aku babu gratisan. Menyuruh ini dan itu sesuka hatinya, seakan aku tak memiliki harga diri. 

"Delon, istrimu itu, loh. Kerjaannya tidur saja seharian, Mama capek bebenah rumah."

Hatiku mencelos saat mendengar laporan mertuaku pada Mas Delon, suamiku. Apa katanya? Aku tiduran seharian ini? Lalu, dipikirnya, baju bisa rapi sendiri? Masakan bisa mateng sendiri? Rumah bisa bersih sendiri? 

"Arina!" 

Aku menutup mata. Bukan takut, tapi sudah muak dengan perilaku manusia yang tidak memanusiakan orang lain di rumah ini. Rumah sebesar ini, ditinggali oleh delapan orang. Mama Mertua, Mas Delon, Kak Caca dan suami serta dua orang anak mereka, aku, dan juga Fiona, anak bungsu di rumah ini. 

"Apa, Mas?" tanyaku sambil membenarkan hijab. 

"Apa kurangku, Na?" tanya Mas Delon. 

"Maksud Mas apa?" 

"Apa kurangku hingga kamu harus membuat Mama capek karena mengurus rumah sementara kamu enak-enakan tiduran di kamar?!" bentak Mas Delon sambil melotot.

Aku menghela napas. Apa yang harus kujawab? Toh jawaban apa pun yang akan keluar dari mulutku itu tak ada artinya. Selalu disangkal oleh Mama mertuaku sendiri. 

"Sudah lah, Delon. Kamu jangan marahi Arina begitu, Mama nggak papa kok. Lagian hari ini kakakmu pergi, jadi nggak ada yang bantuin. Biasanya kami berdua yang bersihkan rumah," ucap Mama, seolah membelaku. Padahal aku yakin persis, di hatinya tengah bahagia karena melihatku dimarahi oleh Mas Delon.

"Lagipula, sudah berapa kali Delon bilang untuk panggil Bik Sumi lagi, Ma?"

"Jangan lah, uangmu bisa habis nanti, dan jatah Arina ke salon jadi menipis. Mama nggak mau kalian bertengkar gara-gara ini." 

Hah? Apa? Ke salon? 

Waah, perfect! Akting mertuaku ini bisa disandingkan dengan aktris di layar kaca, sungguh sangat alami ia buat sehingga seperti sungguhan. 

"Arina, tolong, bantu Mama ngerjain rumah, ya?" pinta suamiku itu dengan suara melembut.

"Iya, aku-"

"Sudah lah, Lon, Mama ikhlas kok, gak papa. Ya sudah, Mama istirahat dulu, ya." 

Mama berjalan keluar dengan sempoyongan, seakan memang benar telah melakukan pekerjaan rumah ini sendirian. 

"Mas, aku-" 

Belum selesai aku bicara, Mas Delon sudah meninggalkanku ke kamar, kuikuti dia hingga akhirnya kami bersitatap muka. 

"Kamu kenapa, Mas?"

"Kenapa katamu? Aku gak habis pikir. Belum genap sebulan kita menikah, kamu sudah mengeluarkan sifat aslimu itu, ya? Aku menyesal sudah menikah denganmu!" ucapnya lantang.

"Lantas, kamu ingin aku gimana, Mas? Menjadi babu di rumah ini terus-terusan?" 

"Jaga ucapan kamu, Arina! Mana ada bantuin Mama dan Kak Caca kamu langsung jadi babu? Aku bener-bener nggak paham sama kamu. Aku pikir, kamu memang wanita sederhana yang anggun, ternyata kamu malah memperbudak keluargaku." 

"Mas!" 

"Sudah, aku mau mandi. Jangan ganggu!" 

-

Begitulah, karena insiden kemarin hingga membuat kami saling mendiamkan. Padahal selama ini, aku dan dia tak pernah bertengkar. Kenapa? Apa Mas Delon sudah tak percaya padaku? 

"Heh, Arina! Ngelamun aja! Tuh, mandiin Viko!" 

Aku hanya menoleh, tanpa mau menanggapi ucapan Kak Caca. 

"Ih, berani lu, ya!" 

"Kenapa sih, Sayang?" Mas Reza, suami Kak Caca datang. 

Sebenarnya kasihan Mas Delon, sudah harus menafkahi aku dan ibunya, juga harus ikut menghidupi keluarga Kak Caca. Ya, Mas Reza sendiri adalah seorang pengangguran.

"Mami, mau mandi!" ucap Viko sambil mendekati ibunya. 

"Mandi sama Tante, ya?" 

"Ga mau, maunya sama Mami aja!"

Segera kutinggalkan keluarga penuh drama itu. Aku sudah muak, baru tinggal belum genap sebulan di sini, tapi batinku tersiksa lama-lama. 

Awalnya aku mau saja saat Mas Delon membawaku ke sini, aku bahkan sampai rela meninggalkan usahaku yang memang tak pernah diketahui oleh Mas Delon. 

Namun nyatanya? Aku di sini bak sapi, diperah tenaganya hanya untuk melayani mereka. 

"Arina!" 

Aku menghela napas panjang, kali ini, apa yang diadukan oleh keluarga penuh drama itu? Akan aku hadapi mereka! 

"Apa, Mas?" 

"Arina Hapsari binti Sulaiman, saya talak kamu! Mulai malam ini, hilang sudah tanggung jawabku atas kamu, dan kamu boleh pergi dari sini!" 

Deg! 

Mas Delon, menalakku? 

"Kamu menalakku, Mas?"

"Ya!" 

"Baik, terima kasih. Saat ini juga, aku pulang ke rumah orang tuaku. Pastikan kamu tidak menyesal telah memperlakukanku begini. Ingat, ke depannya mungkin kamu akan menyesal!"

Aku pun segera mengemas baju, lalu berjalan ke luar rumah tanpa ada yang menghalangi. Kukeluarlan ponsel, lalu menelepon seseorang. 

"Jangan terima kerjasama baru yang diajukan oleh perwakilan PT Surya Mas."

"Maksudnya Pak Delon? Tapi kenapa? Bukankah sudah beberapa tahun ini kita kerjasama dengan perusahaan itu?" tanyan seseorang di seberang sana.

"Ya, jangan terima dan selidiki kerja sama yang telanjur kita tanda tangani tahun lalu. Saya yakin, ada yang tidak beres."

"Baik, Bu." 

Kupikir, keluarga ini benar mencari menantu, ternyata hanya mencari pembantu. Lihat saja, akan kubeli kesombongan kalian dengan kenyataan yang menghancurkan! 

-

Kuhentikan taksi yang lewat depan rumah mertua, lalu menoleh ke arah pintu yang memang sedari tadi terbuka. Tak ada tanda-tanda salah satu dari anggota keluarga itu yang sekedar menghalangi. 

"Aku gak nyangka, ternyata sebulan lebih hanya dijadikan pembantu oleh kalian. Pantas saja, pembantu rumah tangga yang sebelumnya mereka pecat, ternyata agar aku bisa dijadikan pembantu tanpa harus dibayar," gumamku seraya menutup pintu. 

"Mau ke mana, Bu?" tanya supir taksi. 

"Ke jalan Anggrek, Pak." 

"Siap." 

Jarak rumahku dengan rumah Mas Delon sekitar tiga puluh menit. Tak jauh memang, karena dulu aku dan Mas Delon satu kampus, akhirnya kami menjalin hubungan dan akhirnya menikah. 

"Andai aku tahu begini, tak akan aku terima lamarannya waktu itu." 

Karena macet, empat puluh menit kemudian, aku pun sampai di depan rumah. Rumah yang tak mewah, juga tak sederhana. Tempat di mana aku dibesarkan dan dilimpahkan kasih sayang. 

Ragu, aku mulai berjalan menapaki rumput deptan rumah. Bagaimana jika Ayah dan Bunda bertanya tentang kedatanganku yang tanpa suami? Apa yang harus aku katakan mengenai aku yang sudah ditalak bahkan belum sebulan menikah? 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status