🏵️🏵️🏵️
Wajar kalau Ratu curiga melihat keberadaan Mbak Dewi di ruang tamu rumahku karena biasanya, tetanggaku itu berbincang denganku hanya di halaman depan saja. Tadi kami sengaja memilih masuk karena ingin membicarakan hal yang sangat rahasia.
Rencana pernikahan Lani dengan ayah dari janin yang dia kandung, belum diketahui banyak orang. Jadi, Mbak Dewi tidak ingin jika hal itu sampai tersebar di kompleks ini. Dia mengetahui informasi itu dari Mbak Sandra sendiri.
Aku heran, kenapa Mbak Sandra sangat percaya kepada Mbak Dewi hingga dia memberitahukan sesuatu yang belum diketahui orang lain di kompleks ini. Mungkin dia tidak sanggup menyimpan apa yang terjadi sendirian, dalam arti tidak melibatkan tetangga terdekat.
“Mama, kok, diam?” Ternyata rasa ingin tahu Ratu tidak dapat aku elakkan. “Apa Tante Dewi sengaja ke sini untuk membeberkan apa yang terjadi terhadap Kak Lani, Mah?” Kenapa tebakan putriku itu sangat tepat? Apa mungkin dia tahu sesuatu?
“Kok, kamu, ngomongnya gitu, Sayang?” Aku penasaran dengan jawabannya.
“Mama pikir, Ratu nggak tahu seperti apa sifat Tante Dewi? Beliau nggak mungkin ke sini kalau tidak membicarakan hal yang sangat penting. Lagi pun, tadi Ratu dengar inti dari pembicaraan Mama dengannya.” Ternyata usahaku untuk menyembunyikan apa yang terjadi terhadap Lani dari Ratu, sekarang sia-sia.
“Mama mohon, jangan sampai tetangga lain tahu tentang apa yang telah kamu dengar, Sayang.”
“Sebelum Ratu dengar obrolan Mama dan Tante Dewi, Revan udah cerita sejak awal ke Ratu, Mah.” Apa? Ternyata anakku itu kembali dekat dengan anak bungsu Mbak Sandra? Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi.
“Jangan bilang, kamu dekat lagi dengan Revan. Mama nggak setuju.” Aku langsung menyampaikan kenyataan yang harus Ratu ketahui.
“Ratu selalu ingat janji yang udah Ratu ucapkan ke Mama. Tapi, walaupun Ratu dan Revan tidak memiliki ikatan khusus lagi, dia tetap menceritakan apa yang Kak Lani hadapi saat ini, termasuk rencana pernikahannya dengan pacarnya.”
Aku tidak menyangka kalau Revan berani memberitahukan hal sebesar itu kepada Ratu. Dia seolah-olah bersikap kalau dirinya butuh seseorang untuk mencurahkan apa yang terjadi terhadap keluarganya. Terus terang, aku kasihan melihat dirinya.
🏵️🏵️🏵️
Hari ini, pernikahan Lani dan Bimo—ayah dari janin yang wanita itu kandung, akhirnya berlangsung juga. Acara yang diadakan tidak sesuai dengan apa yang sering Mbak Sandra harapkan dulu. Kehamilan Lani membuat Mbak Sandra mengadakan acara seadanya saja.
Tamu undangan yang hadir hanya tetangga dan keluarga dari mempelai laki-laki, juga perempuan. Tidak ada pancaran kebahagian yang Mbak Sandra tunjukkan. Wajahnya tampak murung walaupun para tamu memberikan ucapan selamat.
Aku tahu seperti apa perasaan Mbak Sandra saat ini. Dia pasti memasang muka tembok di hadapan semua orang karena pernikahan Lani yang tidak dia harapkan. Beberapa hari menjelang acara, wanita itu masih sempat-sempatnya mengaku kepada Mbak Dewi kalau pernikahan Lani merupakan aib baginya.
Ketika Mbak Dewi menceritakan hal itu kepadaku, aku ingin memeluk Mbak Sandra untuk memberinya dukungan dan kekuatan. Namun, niat itu tidak pernah menjadi kenyataan karena aku sangat tahu seperti apa wanita itu memandangku sejak dulu.
“Kasihan Mbak Sandra. Seandainya dia tidak membenciku, aku ingin memberikan pelukan hangat padanya.” Aku mengutarakan hal itu kepada Mas Fandy.
“Kita cukup doakan saja yang terbaik untuk keluarganya, Mah.” Mas Fandy mengusap lenganku.
Terus terang, aku masih belum percaya sepenuhnya dengan apa yang terjadi terhadap Lani. Wanita yang hampir tidak pernah menyapaku itu, kini harus berjodoh dengan lelaki yang bukan pilihan maminya. Apa yang pernah Mbak Sandra harapkan selama ini, tidak akan pernah menjadi kenyataan.
Seorang menantu mapan dan terpandang, hanya akan menjadi khayalan semata untuk Mbak Sandra karena anak sulung yang dia bangga-banggakan selama ini, justru menikah dengan lelaki biasa, bahkan termasuk keluarga kurang mampu.
Biaya pernikahan saja, Mbak Sandra dan Mas Rama yang persiapkan karena pihak Bimo mengaku tidak memiliki uang untuk itu. Aku tidak dapat membayangkan bagaimana perasaan Mbak Sandra saat ini. Pernikahan Lani seolah-olah membuatnya terpukul.
“Tante minum dulu, ya.” Aku melihat Ratu menyodorkan segelas air putih kepada Mbak Sandra. Sejak kapan anakku itu perhatian terhadap wanita tersebut?
“Terima kasih, ya.” Mbak Sandra tidak bersikap seperti biasanya. Dia tampak ramah kepada Ratu.
“Tante masih pusing?” Aku makin tidak mengerti kenapa Ratu sedekat itu dengan Mbak Sandra. Aku dan Mas Fandy pun saling berpandangan.
“Masih, tapi tinggal sedikit aja. Oh, ya … kamu udah makan?” Apa? Ini bukan Mbak Sandra yang aku kenal.
“Udah, Tante. Tadi Ratu makan sama Revan di teras depan.” Ratu menunjukkan senyuman kepada tetanggaku itu. “Ratu keluar dulu, ya, Tante.”
“Iya, Sayang.” Mbak Sandra juga tersenyum. Padahal sejak tadi, wanita itu hanya menunjukkan wajah cemberut. Aku sangat penasaran, kenapa Ratu mampu mengubah raut wajahnya.
Akhirnya, aku dan Mas Fandy memilih beranjak dari acara lalu pulang ke rumah. Aku masih tidak habis pikir dengan apa yang kusaksikan hari ini. Aku seolah-olah tidak mengenal Mbak Sandra yang selama ini selalu mencabik-cabik hati dan pikiranku.
🏵️🏵️🏵️
Waktu menunjukkan pukul 17.05 Wib, Ratu pun kembali dari rumah Mbak Sandra. Aku sudah tidak sabar untuk melontarkan deretan pertanyaan kepadanya. Aku penasaran melihat dirinya tadi yang tampak sangat dekat dengan Mbak Sandra.
“Sayang, Mama mau ngomong sebentar. Duduk sini.” Aku memintanya duduk di sampingku. Sejak tadi, aku dan Mas Fandy menunggu kedatangan anak semata wayang kami tersebut di ruang TV.
“Ada apa, Mah?” Wajahnya menunjukkan perubahan.
“Ratu ngapain aja tadi di rumah Tante Sandra?” tanyaku setelah anak gadisku itu duduk.
“Ya, makan. Terus, kasih ucapan untuk Kak Lani dan suaminya.”
“Itu aja?”
“Iya, Mah. Sebenarnya ada apa, sih? Kok, Mama nanyanya gitu?” Sepertinya dia tidak tahu apa yang aku dan Mas Fandy saksikan tadi.
“Sejak kapan kamu dekat dengan Tante Sandra?” Aku kembali bertanya.
==========
Terima kasih udah mampir. 💛
🏵️🏵️🏵️ Aku sangat bersyukur karena Ratu positif hamil dua bulan. Aku terharu melihat Bayu menitikkan air mata setelah mengetahui ada benihnya di rahim Ratu. Dia sangat berterima kasih kepada istrinya itu karena telah bersedia mengandung anaknya. Kejadian beberapa hari yang lalu ketika Ratu menerima pesan dari Revan sempat membuat Bayu cemburu dan khawatir. Namun, Ratu pun memberikan penjelasan kepada suaminya tersebut. Dia mengaku tidak akan mengkhianati cinta Bayu. “Kenapa dia masih hubungin kamu, Sayang? Apa perlu Kakak ngomong sama dia supaya jauhin kamu?” Bayu sangat jelas tidak ingin melihat Ratu kembali berkomunikasi dengan Revan. “Dia itu hanya masa lalu, Kak. Terbukti sekarang, aku mengandung anak Kakak.” Ratu mendekatkan tangan Bayu ke perutnya. “Kakak percaya sama kamu.” Bayu pun mencium kening Ratu. Aku tidak mengerti kenapa Revan kembali menghubungi Ratu. Setelah beberapa bulan berlalu, dia tiba-tiba muncul lagi. Harusnya dia sadar kalau cintanya tidak akan pernah
🏵️🏵️🏵️ Beberapa menit kemudian, Ratu kembali keluar dengan pakaian yang berbeda. Dia juga tampak lebih segar dengan polesan make up tipis di wajahnya. Apa mungkin dia ingin menemui Revan? Itu artinya, dia masih belum berhasil melupakan mantan kekasihnya itu sepenuhnya. “Saya ingin ketemu Revan, Tante.” Ratu melihat ke arah Mbak Sandra. Ternyata dugaanku benar kalau dia ingin bertemu pemuda yang dulu sangat dia cintai tersebut. “Kamu serius?” Mbak Sandra tampak kaget. “Iya. Saya bersedia menemui Revan hanya sebagai rasa kemanusiaan. Itu juga atas izin suami saya dan dia juga yang akan ngantar saya.” Sungguh, aku terkejut melihat dan mendengar ketegasan Ratu terhadap Mbak Sandra. Anakku itu juga tidak menyebut dirinya lagi menggunakan nama ketika berbicara dengan Mbak Sandra. Sepertinya dia sudah telanjur sakit atas perbuatan yang Mbak Sandra lakukan selama ini. “Bagaimana kalau Revan makin sakit setelah melihat kamu datang bersama Bayu?” Mbak Sandra sepertinya berharap agar Rat
🏵️🏵️🏵️ Lagi dan lagi, Mbak Sandra seolah-olah ingin selalu mencari masalah denganku. Dia berkacak pinggang sambil menatapku dengan tajam. Harusnya aku yang melakukan itu karena dia telah berbuat jahat terhadap anakku. “Apa kau ingin balas dendam?” Mbak Sandra meninggikan suaranya. “Apa maksud Mbak?” Aku tidak mengerti kenapa dia melontarkan pertanyaan yang membingungkan. “Kau puas melihat Revan terluka dan seperti orang kehilangan semangat hidup?” “Mungkin Mbak salah alamat kali, ya.” Aku tidak ingin tahu apa maksud ucapannya. “Seandainya kau tidak kasih tahu Revan tentang pernikahan Ratu, dia pasti masih sehat-sehat saja sekarang. Sepertinya kau ingin melihat anakku menderita.” Seenaknya dia memberikan tuduhan terhadapku. “Aku bukan seperti Mbak. Aku hanya ingin agar Revan tidak mengganggu Ratu lagi. Dia harus tahu kalau wanita yang dia hubungi adalah istri orang lain.” “Tapi kenyataannya, anakmu yang berusaha menghubungi anakku. Apa kau nggak didik dia supaya nggak ganjen
🏵🏵🏵 Keluar darah pada saat kehamilan trisemester atau tiga bulan awal, bisa terjadi karena berbagai hal, di antaranya adalah; keguguran, kehamilan di luar rahim, hubungan badan, plasenta terlepas dari dinding rahim, dan plasenta yang posisinya melekat pada bagian bawah rahim. Stress juga dapat berperan dalam mengganggu kadar hormon dalam tubuh hingga menyebabkan serangkaian reaksi yang mengakibatkan pendarahan dan pusing kepala. Dokter yang menangani Ratu pernah mengingatkan jika hal itu sampai terjadi, sebaiknya dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Dokter kandungan dapat melakukan pemeriksaan penunjang menggunakan USG untuk mengetahui status kandungan, juga dapat menentukan apakah dibutuhkan pengawasan yang ketat atau penanganan lain demi kelangsungan kehamilan. “Kita harus segera ke rumah sakit, Pah,” ucapku kepada Mas Fandy. Aku sangat khawatir dengan keadaan Ratu mengingat penjelasan dokter yang selama ini memeriksa kandungannya. “Iya, Mah. Papa akan segera keluarin mobil da
🏵🏵🏵 “Bayu? Kamu udah pulang?” Aku sangat terkejut melihat keberadaan Bayu. Apa dia pulang bersama Mas Fandy? “Papa minta saya pulang sebentar, Mah, untuk ambil berkas yang ketinggalan. Papa juga kasih kunci supaya saya bisa buka pintu sendiri. Papa kirain Mama dan Ratu nggak di rumah.” Aku tersenyum kepada Bayu. Semoga dia tidak membicarakan apa yang Ratu ucapkan tadi. Terus terang, aku sangat kesal mendengar pengakuan Ratu dan aku kasihan melihat Bayu. Bagaimana jika menantuku itu berpikir kalau Ratu memanfaatkan dirinya? Kenapa Ratu yang dulu dan sekarang sangat jauh berbeda? Apa mungkin penderitaan yang dia alami telah mengubah cara berpikirnya? Harusnya dia sadar kalau apa yang dia alami sekarang, terjadi karena kenikmatan sesaat. Jika Ratu mampu menjaga diri dengan baik, semua ini tidak akan terjadi. Namun, dia telah mengabaikan nasihat kedua orang tuanya. Aku dan Mas Fandy selalu mengingatkan Ratu agar tidak melangkah jauh dalam menjalin hubungan walaupun saat itu, kami t
🏵️🏵️🏵️ “Kenapa tiba-tiba sakit, Dek?” tanya Bayu kepada Ratu. “Aku juga nggak tahu, Kak. Tapi ini sakit banget.” Ratu kembali merintih kesakitan. Aku yang sedang berada di depan pintu kamar Ratu, tidak tinggal diam. Aku langsung memasuki kamarnya lalu bertanya, “Perut kamu kenapa sakit, Sayang?” “Ratu juga bingung, Mah. Padahal tadi baik-baik aja.” Ratu memegang perutnya. “Apa tadi kamu makan pedas?” tanyaku kepadanya. “Nggak, Mah.” “Ya udah, Mama panggilin dokter yang meriksa kamu kemarin.” Aku pun segera beranjak menuju kamarku untuk meraih ponsel. Aku juga tidak lupa untuk membangunkan Mas Fandy lalu menceritakan apa yang terjadi terhadap Ratu. Beberapa menit kemudian, Dokter Alya pun tiba. Wanita itu yang telah memeriksa keadaan Ratu sejak hamil. Dia segera menghampiri Ratu. Aku berharap semoga anakku itu baik-baik saja. Sudah cukup penderitaan yang dia rasakan dalam beberapa bulan ini. Aku ingin melihat Ratu bahagia bersama Bayu. Laki-laki yang bernama Revan tidak pa
🏵️🏵️🏵️ “Maksud kamu apa, Bay?” tanyaku kepada Bayu. “Saya bersedia jadi ayah dari anak yang dikandung Ratu, Tante.” Bayu memberikan jawaban di luar dugaan. “Itu nggak mungkin, Bay. Bagaimana reaksi Bunda kamu jika mengetahui hal ini?” Aku lqngsung ingat Mbak Dewi. “Nanti saya akan jelasin ke Bunda, Tante.” Aku tidak tahu harus bersikap seperti apa sekarang. Di satu sisi, aku sangat terharu jika Bayu bersedia membantu Ratu. Namun di sisi lain, aku tidak yakin kalau Mbak Dewi akan setuju. Aku sangar tahu seperti apa sifat wanita itu. Bagaimana mungkin Mbak Dewi setuju memiliki menantu yang sedang mengandung anak dari laki-laki lain? Ini tidak masuk akal menurutku. Hanya keajaiban yang dapat mengubah hati dan pikiran Mbak Dewi. “Kakak nggak perlu melakukan itu. Apa yang terjadi denganku, bukan tanggung jawab Kakak.” Ratu mengeluarkan suara. “Tapi Kakak ikhlas untuk bertanggung jawab, Dek.” Jawaban Bayu kembali membuatku kagum. “Untuk apa, Kak? Kakak berhak bersanding dengan wa
🏵️🏵️🏵️ “Apa? Dua bulan?” Aku sangat terkejut mendengar jawaban Ratu. “Iya, Mah.” “Kenapa ini harus terjadi?” Aku menjauh dari Ratu sambil memegang dadaku yang tiba-tiba sesak. Ratu kembali mual, kemudian berlari menuju kamar mandi. Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana reaksi Mas Fandy jika mengetahui apa yang terjadi terhadap putri kami? Hukuman apa ini? Kenapa harus Ratu yang mengalami nasib seperti ini? Apakah ini balasan atas niatku terhadap Mbak Sandra? Aku membeli rumahnya bukan semata-mata untuk memiliki tempat tinggal baru yang lebih besar, tetapi juga untuk membeli kesombongan yang dia tunjukkan selama ini. Apakah perbuatanku salah? Padahal, aku melakukan itu untuk mengobati hatiku yang selalu tersakiti selama bertahun-tahun. Apa aku tidak pantas bahagia? Saat aku sedang menikmati indahnya hidup, aku dihadapkan pada kenyataan yang sangat menyakitkan. Tanpa pikir panjang, aku segera keluar kamar dan akan membeli alat tes kehamilan ke apotek terdekat untuk memastikan
🏵️🏵️🏵️ Pengakuan Ratu membuat dadaku sesak. Aku seolah-olah sedang dihantam batu yang sangat besar. Aku tidak ingin percaya dengan apa yang keluar dari bibirnya. Anakku tidak mungkin melakukan sesuatu yang membuat orang tuanya malu. “Kamu jangan bercanda, Sayang.” Aku memegang kedua lengannya dengan kuat. “Maafin Ratu, Mah. Ratu nggak bisa jaga nama baik keluarga.” Dia menangis histeris. “Ada apa, Mah?” Aku dikejutkan suara Mas Fandy. Mungkin karena mendengar suara Ratu, dia pun terbangun. “Anak kita, Pah.” Aku juga tidak mampu membendung air mataku agar tidak jatuh. Sementara Mas Fandy langsung menghampiriku dan Ratu. “Ratu kenapa, Mah?” Suamiku itu tampak bingung. “Revan udah merusak Ratu, Pah.” Aku sangat sakit mengeluarkan kalimat tersebut. “Maksudnya apa, Mah?” Mas Fandy kembali bertanya. Akhirnya, aku pun menceritakan apa yang terjadi sebenarnya kepada Mas Fandy. Wajahnya menunjukkan perubahan. Tanpa bicara satu kata pun, dia keluar kamar. Aku tidak tahu apa yang aka