Share

KUBUAT KAMU MISKIN, MAS
KUBUAT KAMU MISKIN, MAS
Author: AirinNash

1. Minta Tanda Tangan

Ku Buat Kamu Miskin, Mas!

**

'Alhamdulillah, Positif.' 

Tak sengaja aku melihat story' dari Miranti, sahabatku. Aku tertegun, dia sudah menikah? 

Aku begitu penasaran, lalu aku nge-chat dia lewat aplikasi hijau. 

[Mir, Tega kamu, kamu nikah gak ngundang-ngundang aku.] 

Dia tidak menjawabnya. Karena penasaran aku kembali lagi melihat story' nya namun sudah di hapus oleh Miranti. 

[Maaf, Sand, mana mungkin aku gak ngundang kamu dalam pernikahan aku. Itu punya kakak Iparku.] 

Balasan pesan dari Miranti datang. 

[Aku kira kamu yang hamil, awas ya kalau menikah gak ngundang-ngundang aku, aku marah besar sama kamu.] 

[Beres, doakan segera bertemu pendamping hidup. Kapan kamu pulang. Kamu kok sibuk sekali, Sand?] 

[Beginilah, mumpung belum punya anak, aku lagi senang-senang nya bekerja. Suamiku juga mendukung pekerjaanku. Soal pulang kayaknya dalam Minggu ini.] 

[Semoga sukses, Sand.] 

Miranti menutup percakapan kami. Aku duduk di balkon, sudah seminggu aku ada di Malaysia menghadiri undangan dari teman untuk memamerkan hasil karya desain pakaianku. 

Aku adalah desainer, beberapa rancangan pakaianku sudah tampil di beberapa event, walaupun aku belum terlalu terkenal namun aku yakin suatu hari aku akan tenar, rancangan pakaianku juga ku pasarkan di butik ku. 

[Sand, aku butuh persetujuan pencairan dana.] 

Suamiku berkirim pesan padaku. Seingat ku, aku baru saja menyetujui pencairan dana nya untuk Perusahaan yang di pegang suamiku. 

Desainer adalah pekerjaan sampingan ku sebagai hobi. Sedangkan usaha lain yang lebih pokok adalah Perusahaan makanan milik orang tuaku yang sekarang di pegang suamiku. Aku percaya padanya sepenuhnya karena Almarhum Papa juga percaya padanya. 

Tetapi tetap aku yang pegang kendali masalah keuangan karena itu adalah titah Papa. Mas Alif awalnya tak senang terlihat dari rautnya namun dia hanya bisa ikut saja karena itu sudah keputusan dari Papa. 

Aku menghubungi suamiku karena merasa heran, baru saja aku menandatangani pencairan dana nya. 

"Mas …," 

"Segera kirimkan tanda tangan kamu, Sandrina. Pabrik kita sedang perlu untuk membeli peralatan baru." 

Mas Alif langsung to the point. Dia bahkan tak bertanya kabarku dulu. 

"Tetapi, Mas. Bukannya aku baru saja tanda tangan ya?" 

"Itu kan tiga hari lalu. Itu buat bayar iklan dan menutup biaya produksi, kamu tenang saja, kalau produk baru selesai kita akan mendapat keuntungan." 

"Ya sudah kamu kirim aja file nya nanti aku pelajari." 

Mas Alif mematikan sambungan telepon. Dia sama sekali tak peduli padaku. Apakah hanya pekerjaan saja yang diingatnya. 

Beberapa saat kemudian, datanglah file yang harus aku tandatangani. Aku membaca file itu dengan seksama sepertinya sangat meyakinkan. 

Sebelum aku menandatanganinya, gawaiku kembali bergetar. Ada panggilan di nomor yang tak di kenal. Dahi ku mengernyit, siapa yang menghubungiku. Aku mengangkat panggilan itu. 

"Halo." 

"Bu, Sandrina. Ini saya Damar, Ibu masih ingat saya!" katanya di seberang. 

"Maaf, siapa ya?" 

"Saya bekerja di bagian keuangan di Perusahaan Bapak Almarhum Subroto, papanya Bu Sandrina." 

"Oh, Bapak Damar. Saya ingat. Ada apa?" 

"Saya mau berbicara sama Ibu." 

"Ada masalah apa?" 

"Masalah perusahaan. Suami Ibu sepertinya mau membuat Perusahaan sekarang bangkrut. Dia beberapa kali mencairkan dana Perusahaan yang tidak penting. Jika dia meminta persetujuan Ibu sebaiknya Ibu berpikir ulang. Saya hanya merasa sedih jika usaha Bapak Subroto hancur begitu saja karena ulah suami Ibu." 

"Kenapa kamu berkata seperti itu!" 

"Ada baiknya bila kita berbicara langsung, Bu. Tak enak saya harus berbicara di telepon karena saya juga ingin menunjukkan beberapa bukti pada Ibu supaya Ibu percaya dan tidak berkata saya fitnah." 

"Saya lagi di Malaysia. Saya gak bisa pulang sekarang karena ada fashion show juga." 

Aku menjadi gusar. Karena apa yang dikatakannya benar. Mas Alif sepertinya beberapa kali minta aku tanda tangan. Aku harus cari bukti lebih banyak. 

"Kapan Ibu pulang? Saya sekarang juga sudah di pecat oleh Pak Alif karena di nilai ikut campur urusan nya setelah protes." 

"Kamu saja yang datang ke Malaysia. Aku tunggu kamu di sini. Segera pesan tiket keberangkatan dan akan aku ganti setelah kamu sampai di sini. Kita bertemu di Bandara." 

"Baik, Bu." 

Aku menjadi semakin gusar. Bagaimana kalau apa yang di sampaikan Damar benar. Mengapa Mas Alif melakukan ini, padahal dia sudah ku percaya mengurus Perusahaan dan aku bekerja sebagai desainer.

.

.

Besok sore, aku menunggu kedatangan Damar yang akan berbicara panjang lebar tentang niat jahat Mas Alif. Dia menghubungiku dan berkata sudah sampai Malaysia. 

Dia melambaikan tangannya padaku. Perasaanku semakin menjadi-jadi, apa yang akan di sampaikan nya. 

Kami berada di Kafe tak jauh dari Bandara Internasional Kuala Lumpur. Damar sudah duduk di depanku. 

"Apa yang terjadi di Perusahaan?" tanyaku gusar padanya. Dia memberikan beberapa laporan pengeluaran uang Perusahaan Papa. Mataku membola karena Mas Alif banyak menarik Dana. 

Dana kecil tak perlu di laporkan namun dia banyak menariknya sementara Dana besar yang dia laporkan membuat kepalaku sakit. Aku beberapa kali menyetujui permintaanya. 

"Apakah Ibu menyetujui permintaanya?" 

"Belum, dia kemarin meminta aku tanda tangan karena akan menarik uang dalam jumlah besar." 

"Beberapa kali lagi meminta maka di pastikan Perusahaan peninggalan Papa Ibu akan bangkrut!" ucap Damar lagi padaku. Tanganku mengepal tega sekali Mas Alif melakukan ini padaku. 

"Pak Alif juga mengganti beberapa karyawan. Sekretarisnya juga di ganti, Bu," ucapnya menunjukkan photo padaku. 

Netra ku membola melihat photo itu. Bukankah itu Miranti, sahabatku. 

"Siapa dia?" 

"Ini Sekretaris baru Pak Alif, Bu!" katanya. Aku memukul meja tidak terima. Miranti beberapa waktu membuat story' dia positif hamil. Apakah itu anak Mas Alif? 

Next?

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Isabella
aku baca ulang lagi ternyata seruh
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status