Share

BAB 6

Penulis: Anisah97
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-18 21:20:05

KUBUAT MEREKA KEPANASAN KARENA SUDAH MEREMEHKANKU

BAB 6

Dering ponsel suamiku berbunyi. Mas Ridwan mengangkat panggilannya sambil menghitung uang yang akan kami bawa untuk membeli tanah yang kami lihat kemarin.

"Perlu berapa, Jhon?" tanya suamiku, aku tidak tahu dari siapa, mungkin saja karyawannya.

"Maaf, Jhon, bukannya saya tidak mau meminjamkan uangnya, hutangmu yang dulu masih banyak, pakai apa kamu membayarnya nanti kalau kamu mau menambah hutang lagi? Kalau segitu tidak bisa,"

"Maaf, ya, Jhon, tidak bisa." Suamiku menutup telpon setelah mengucapkan salam.

"Siapa, Mas?"

"Jhoni, orang kepercayaan Mas yang mengelola restoran di Bandung, mau meminjam uang, katanya untuk berobat ibunya, Mas tidak bisa memberinya lagi karena sudah hampir seratus juta hutangnya dan belum lunas, tiap gajian mau dipotong bilangnya nanti," jelas Mas Ridwan.

"Oh." Aku hanya bisa ber'oh saja. Sebab, urusan begitu aku tidak mau ikut campur. Biarlah jadi urusan Mas Ridwan. Mas Ridwan lebih tahu dan bijak dalam mengambil keputusan.

____

Setelah adzan subuh, ibuku sudah mulai berkemas. Membawa kue-kuenya yang sudah tersusun rapi ke depan halaman yang sudah tersedia warung kecil-kecilan agar ibu tidak perlu susah payah berjalan kaki pergi ke pasar.

Aku pun ikut serta membantu Ibu berjualan di depan rumah. Kebiasaan warga di sekitar sini adalah mencari sarapan kue basah dengan berjalan kaki di pagi hari.

"Hai, ini Jelita, 'kan? Sudah lama tidak bertemu, apa kabarnya kamu?" Hera, teman sekolahku yang menjadi pembeli pertama.

"Iya, aku sehat, kamu sehat?"

"Aku sehat kok, ngomong-ngomong kamu sudah punya anak berapa? Kamu sudah nikah 'kan?" ucap Hera sembari mengusap perutnya yang agak membuncit, sepertinya Hera sedang hamil.

"Alhamdulillah, aku belum punya anak," sahutku sambil tersenyum getir. Rasa yang sama saat keluarga suamiku menanyakan tentang aku kapan hamil? Sedih dan kecewa saat aku masih belum diberi amanah dari yang Maha Kuasa.

"Aku pikir kamu sudah punya anak, aku pulang dulu," ucap Hera, lalu Hera pergi setelah membayar kue-kue yang diambilnya.

"Sabar, rezeki itu datangnya dari Allah, berbaik sangka lah padanya, insyaallah, kamu akan segera diberi kepercayaan," kata Ibu sambil mengusap punggung tanganku.

"Insyaallah, Bu."

_________

"Jelita, lihat nih, aku dibeliin suamiku kalung berlian loh, cantik 'kan?" ucap Zahra, seraya memamerkan kalung yang melingkar di lehernya yang jenjang.

"Jangan dipamerin, nanti Jelita iri dan meminta suaminya untuk membelinya juga. Kasihan suaminya nanti kalau dimintai berlian, mana sanggup untuk beli sedangkan membeli sandal bagus saja tidak mampu!" sambung Tante Dira sambil mengangkat tangannya ke udara. Pastinya untuk memamerkan gelangnya padaku dan Ibu.

"Sabar." Ibu mengusap punggung tanganku, aku tersenyum menanggapi.

"Kalian ke sini mau ngapain? Mau beli kue?" tanyaku, berusaha untuk bersikap sopan dan manis.

"Ish! Mana level kue yang beginian? tenggorokan kami sekeluarga bisa alergi kalau memakannya!" sahut Tante Dira dengan sombong.

"Masa iya? Tadi Om Herman beli kue di sini, banyak pula belinya," ucapku membuat Tante Dira kelagapan.

"Beli kue di sini? Pantasan tenggorokan Ibu gatal, Ibu pulang dulu, mau buang semua kue-kuenya, bisa-bisa Sultan keburu memakannya dan membuatnya sakit perut, Sultan mana bisa makan-makanan murah!"

Aku menggeleng kepala sambil melihat Tante Dira pergi masuk ke halaman rumahnya. Gayanya seperti orang kaya saja, perasaan dulu tidak separah ini, apa karena Tante Dira mempunyai menantu yang katanya konglomerat? Jadi, membuatnya semakin bertambah sombong dan terlalu lebay menurutku.

"Maklum, suamiku itu terbiasa dengan makanan mahal, jadi, kalau setiap suamiku pulang ke sini, kami akan sama-sama menjaga kesehatannya. Makanan murah seperti itu kan pasti banyak bakteri jahatnya, jadi tidak sehat kalau suamiku sampai memakannya, apa lagi sampai menyentuhnya." Aku memutar bola mata malas mendengar celotehan Zahra.

"Tante Nur, mau beli kue apa?" Aku menyapa Tante Nur dan memberinya kantong keresek.

Tante Nur menyambarnya dan mulai membuka tutup kue satu persatu dan memasukkan kue-kue yang dipilihnya ke dalam kantong kresek. Setelah memenuhi kresek yang berwarna oren, Tante Nur langsung berbalik badan untuk pergi.

"Belum bayar, Tante!" cegahku, volume suaraku naik beberapa oktaf karena Tante Nur sudah mulai melangkahkan kaki.

"Besok dibayar!" sahutnya dan langsung melanjutkan langkah.

"Tidak bisa Tante! Masa iya mau ngutang?" ucapku membuat Tante Nur langsung membalikkan badan.

"Kamu tidak dengar? Besok Tante bayar! Dua puluh ribu kok dipermasalahkan, apa suami pengusahamu itu tidak mampu memberimu uang? Sampai-sampai dua puluh ribu jadi dipermasalahan?"

Apa-apaan ini? Apa hubungannya dengan suamiku?

"Tante ini ngomong apa? Aku minta bayar kuenya, ini tidak ada sangkut-pautnya dengan suamiku, bayar!" ucapku yang sudah terpancing emosi.

"Sudah, Nak, biarkan saja," ujar ibuku.

"Tidak boleh dibiarkan, Bu, enak sekali kalau dibiarkan!" sahutku dengan hati yang dongkol.

"Jelita, Jelita, ini uangnya, ambil semua tidak perlu kembalian, cuma dua puluh ribu aja diributin!" Zahra melempar uang lima puluh ribu tepat dibawah kakiku. Tante Nur tersenyum puas dan melenggang pergi.

"Tunggu, Zahra!" cegahku saat Zahra ingin pergi. Aku mengeluarkan uang tiga puluh ribu dan melemparnya tepat diwajahnya.

Zahra tampak menggeram melihatku. Dia pikir apa? Aku akan diam saja begitu?

"Mis kin aja belagu!" hardiknya dan pergi berlalu.

"Lain kali, Ibu harus tegas, Bu. Biar saudara Ibu itu tidak berbuat semena-mena sama kita, kalau dibiarin terus menerus itu sama saja membenarkan perbuatan mereka," ucapku pada Ibu yang sedang memandangiku.

"Maafkan, Ibu, lain kali Ibu akan tegas," sahut Ibu.

"Buang ke dalam tong sampah! Biar sekalian diangkut sama tukang sampahnya, lain kali jangan beli di sana lagi kue-kuenya, makanan murah seperti itu tidak cocok untuk keluarga kita!"

Aku dan ibu serentak menoleh ke asal suara yang melengking tinggi dan mengundang perhatian orang-orang yang sedang melintas di depan rumah Tante Dira.

Om Herman berjalan menunduk menuju ke tempat sampah yang ada di depan jalan rumahnya. Kasihan sekali Om Herman.

________

Kami bersiap-siap untuk pergi menemui pemilik tanah yang akan kami beli. Ibu dan kedua adikku juga ikut. Rencananya, aku dan Mas Ridwan ingin membelikan motor untuk adikku Rindu. Biar pergi kuliah tidak naik angkot lagi.

"Kenapa, Mas?" tanyaku saat melihat Mas Ridwan berjongkok di samping ban mobil.

"Ban mobilnya kempis, Sayang."

"Kok bisa? Jadi, gimana dong?" tanyaku yang mendadak lesu mendengarnya.

"Bengkel di sini jauh tidak?"

"Hi-hi-hi ..." Kami semua serentak menoleh ke rumah Tante Dira. Suara cekikikan terdengar tapi orangnya tidak kelihatan.

Apa Tante Dira dan Zahra pelakunya? Yang sengaja mengempiskan ban mobil kami.

"Keterlaluan!" geram Mas Ridwan dan ingin melangkah menuju ke rumah Tante Dira.

BERSAMBUNG...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • KUBUAT MEREKA KEPANASAN KARENA SUDAH MEREMEHKANKU   Akhir kebahagiaan

    "Janin kembarnya berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, beratnya normal, semua sehat dan normal, bulan depan jangan lupa datang lagi, ya? Bulan depan sudah bisa ditentukan tanggal berapa operasi sesarnya," ucap Dokter, yang menangani kelahiran anak pertamaku dulu.Dua tahun pernikahanku dengan Mas Azka, aku pikir, aku akan lama hamilnya, seperti hamil Yusuf, yang memakan waktu bertahun-tahun untuk menunggu kehadirannya di dalam rahimku.Mas Azka tidak pernah menanyakan soal anak. Dia sangat perhatian dan pengertian, tidak pernah menuntut dan memaksa keinginan.Sekarang, aku sudah hamil lagi, kehamilan kembar yang sama sekali tidak pernah aku bayangkan. Mas Azka menggenggam jemariku, mengucap syukur saat aku memberitahu tentang kehamilanku waktu itu."Rumah pasti akan semakin ramai setelah bayi kita lahir," ucap Mas Azka seraya mengusap perutku.Sepulangnya dari rumah sakit, Mas Azka mengajakku untuk singgah di warung pinggir jalan. Warung menjual mie ayam bakso adalah makanan kegem

  • KUBUAT MEREKA KEPANASAN KARENA SUDAH MEREMEHKANKU   BAB 32

    37PoV author."Jadi kapan kalian akan menikah?" tanya ibunya Ranti. Saat Teguh mengantar mereka pulang ke rumah setelah makan malam bersama di rumah eyangnya."Habis lebaran ini, gimana?" sahut Ranti sambil menatap Teguh dari pantulan cermin."Aku ikut saja," kata Teguh sambil fokus menyetir mobil."Iya, habis lebaran ini saja menikahnya, Ibu tidak mau ya? Kalau Teguh bawa kamu ke sana ke sini dengan enaknya, lebih cepat kalian menikah maka lebih baik," sambung ibunya Ranti."Ibu setuju secepat itu karena apa? Apa karena tadi Eyang bilang mobil ini dan rumah tadi adalah milik Teguh?" tanya ayahnya Ranti."Bapak mikir apa? Apa Bapak pikir, Ibu ini mata duitan dan harta gitu? Wajarlah Ibu bersikap seperti tadi, Ibu hanya tidak mau anak kita satu-satunya jatuh ketangan duda kere, makanya Ibu ingin memastikan yang sebenar-benarnya," sahut ibunya Ranti."Jadi, butuh berapa banyak uang untuk membuat pesta pernikahan kami?" tanya Teguh, setelah mobilnya berhenti tepat didepan rumah calon me

  • KUBUAT MEREKA KEPANASAN KARENA SUDAH MEREMEHKANKU   BAB 31

    BAB 36PoV Teguh.Drtt!Ponselku bergetar di atas nakas, aku menggeser tombol hijau untuk menerima. Karena malas memegangnya, aku mengaktifkan pengeras suara. Aku tidak khawatir siapa pun yang mendengarnya, karena hanya aku yang ada di rumah ini."Assalamualaikum, Mas, kamu sibuk?" "Wa'alaikumsallam, tidak, ini lagi rebahan di ranjang." "Baiklah, Mas. Oh, ya, kapan kamu mau memperkenalkan aku dengan keluargamu, Mas?" tanya Ranti, wanita yang sudah kukenal lama dari dunia maya dan kami mulai dekat dalam dua bulan terakhir ini. Setelah memutuskan untuk ketemuan agar kami saling mengenal. Yang pastinya, setelah berpisah dari Marni.Aku berniat ingin menikah lagi, menikah secara resmi. Kesalahan masa lalu tidak akan kuulangi lagi, menikah dibawah tangan tanpa sepengetahuan keluarga."Kalau kamu mau, malam ini juga boleh, kita buka puasa di rumah Eyangku, kalau di rumahku, tidak ada siapa-siapa," jawabku."Baiklah, sore nanti jemput aku ke rumah, aku mau berbuka puasa dengan keluargamu."

  • KUBUAT MEREKA KEPANASAN KARENA SUDAH MEREMEHKANKU   BAB 30

    Pakaian Suamiku di Keranjang Baju Kotor PembantuBab 30PoV Suci."Apa kalian sudah menemukan ibunya Marni?" tanya Mas Teguh sesaat aku dan Mas Azka baru sampai di lobby rumah sakit."Kami belum menemukannya, menurut informasi dari mantan suaminya dulu, ibunya Marni sudah pindah dari kampungnya, setelah menjual rumah dan tanahnya," jelas Mas Azka sesuai dengan apa yang dikatakan laki-laki yang mengaku mantan suaminya Marni."Kalau tidak salah, namanya Azril," lanjut Mas Azka."Iya, namanya Azril, Mas." Aku membenarkan ucapan Mas Azka."Di mana kalian bertemu dengan Azril?" tanya Mas Teguh, sepertinya Mas Teguh sudah mengenal pria itu, dari pertanyaannya saja sudah bisa kutebak."Di kampung Marni, itu pun ketemunya tidak sengaja, saat kami menanyakan ibunya Marni, kamu sudah kenal?""Ya, aku sudah kenal. Jadi, gimana ini?" tanya Mas Teguh dengan gelisah."Tidak punya cara lain, kita sebar foto Marni ke sosmed, siapa tahu ada tetangga baru ibunya yang melihat postingan itu," usul Azka.

  • KUBUAT MEREKA KEPANASAN KARENA SUDAH MEREMEHKANKU   BAB 29

    Pakaian Suamiku di Keranjang Baju Kotor PembantuBAB 29Teguh bersahur dan berbuka puasa pertama tanpa Bu Sukma, teguh sedih melihat kursi yang selalu Bu Sukma duduki. Sebak di dada Teguh saat mengingat Ibunya yang sudah pergi meninggalkannya.Tiada siapa yang menemaninya sahur dan berbuka puasa. Teguh sendiri menyiapkan segala sesuatu.Sudah beberapa hari ini Teguh tidak pergi ke rumah Azka. Teguh hanya tidak mau menambahkan masalah, bila Ia terus datang ke rumah Azka untuk melihat anak-anaknya.Tok!Tok!Tok!Suara ketukan dan bel berbunyi membuat Teguh urung untuk menyuap nasi ke dalam mulutnya. Entah siapa yang datang disaat hari sudah magrib? Teguh berlalu ke depan untuk membukakan pintu utama."Mas Teguh." "Marni! Ngapain kamu datang ke sini lagi!" bentak Teguh saat melihat Marni sudah berdiri di ambang pintu rumahnya."Mas, bantu aku, aku sudah disiksa sama calon suamiku dan anak buahnya," ucap Marni mengiba kepada Teguh."Kau pergi dari sini! Kita tidak punya urusan apa-apa l

  • KUBUAT MEREKA KEPANASAN KARENA SUDAH MEREMEHKANKU   BAB 28

    Pakaian Suamiku di Keranjang Baju Kotor PembantuBAB 28PoV Author."Sari, kamu masuk dan tolong mandiin Zulaikha, ya, jangan beri Bu Suci melakukan pekerjaan sendirian, saya takut Istri saya sakit karena kecapek'an," ucap Azka pada Sari yang sedang menyirami bunga di teras."Baik, Pak," sahut Sari sambil mematikan keran air dan menggulung selangnya."Oh, ya, Sari. Ini uang, kamu belikan sayur katuk dan ayam kampung ya, katuknya dibening dan ayam kampungnya di sop seperti biasa," pesan Azka pada Sari. Sari mengangguk sambil menerima dua lembar uang merah dari Azka.Azka pernah mendengar dari almarhumah Bu Sukma, bahwa sayur katuk bisa memproduksi Asi lebih banyak, begitu juga dengan sop ayam kampung. Itulah sebabnya, Azka selalu mengusahakan untuk menyediakan makanan itu, ditambah Suci harus menyusui dua anak sekaligus."Sudah mau berangkat kerja, ya, Pak?" tanya Sari. Azka mengangguk dan berlalu untuk pergi ke pabrik."Mbok, Pak Azka perhatian sekali ya, aku kepengen suami seperti pa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status