Share

BAB 2. ANAK DURHAKA

last update Last Updated: 2024-11-19 14:07:30

"Shena, tolong maafkan kami. Hentikan hukuman ini, dan izinkanlah aku menikahi Vidya," pinta Arya yang menangkupkan kedua telapak tangannya, dengan wajah penuh penyesalan.

Shena tersenyum sinis, sambil menatap tajam ke netra sang suami.

"Mas Arya, apa kamu pikir sejak tadi aku sedang menghukum kekasih gelapmu?" tanya Shena dengan nada penuh cemoohan.

Arya menoleh, menatap Irma yang masih terengah-engah karena emosi yang terus bergelora di dalam hatinya.

Sejatinya, Irma ingin memberikan hukuman yang lebih pedih lagi pada Vidya. Namun, ingatan akan pesan almarhum kedua orang tua mereka muncul kembali, untuk melindungi adik satu-satunya itu. Dilanda rasa penyesalan, kekecewaan, dan kemarahan, Irma merasa seolah telah gagal menjalankan amanat yang diberikan kedua orang tua mereka.

Ia menatap Vidya dan Arya dengan penuh kebencian, menahan tangis yang hendak pecah melampaui embun yang menggelayuti wajahnya.

"Mas Arya, aku memang menghormatimu karena kau adalah suami dari bosku --- Mbak Sena. Tapi maaf, kini rasa hormatku hanya untuk istrimu saja! Karena kau dan adikku sama-sama dua orang pengkhianat yang tidak berperasaan. Lihat saja, jika kalian benar-benar menikah, maka akan kupastikan kalian tidak akan pernah bahagia!" ucap Irma dengan emosi yang semakin meradang.

"Hei, apa yang terjadi di sini?" Teriak seorang wanita paruh baya dari teras rumah, dengan wajah nampak bingung, yang tiba-tiba muncul dan menerobos kerumunan warga yang tengah sibuk menyaksikan perselingkuhan Arya dan Vidya.

"Ibu!" Shena menjerit pilu, kemudian berlari ke arah Bu Surti -- ibu kandung Arya.

Wanita cantik berambut panjang itu memeluk erat wanita yang ia anggap seperti ibu kandungnya sendiri.

Tak bisa ditahan lagi, air mata mengalir deras di kedua pipinya, membuat matanya terlihat sayu dan wajah tak berdaya.

"Sayang, ceritakan pada Ibu apa yang sebenarnya terjadi, Nak?" tanya Bu Surti dengan lembut, seraya mengusap rambut Shena dengan penuh kasih sayang.

"Mas Arya dan adiknya Irma, melakukan perbuatan tercela di kamar kami, Bu ...," suara Shena lirih, penuh luka, hampir tak terdengar.

Wanita cantik berusia tiga puluh lima tahun itu masih tenggelam dalam pelukan sang mertua yang sekaligus menjadi oase di tengah badai.

Bu Surti menghela napas panjang, menahan amarah dan kekecewaan yang memuncak di hatinya.

Rasa terpukul, syok, dan marah bercampur menjadi satu begitu mendengar pengakuan menantu kesayangannya itu.

"Astaghfirullah, bagaimana bisa? Anakku yang seharusnya menjadi pelindung dan penyayang, malah ...," suaranya lirih, penuh pilu.

Seketika, emosi dalam dada wanita paruh baya itu memuncak dengan sempurna. Ingin rasanya mengulangi aksi yang pernah dilakukannya tiga puluh tahun yang lalu -- menggerus cabai hingga halus, mencampurkannya dengan segelas air, lalu menyiramkan air cabai tersebut pada wanita murahan yang telah merusak kebahagiaan rumah tangganya bersama sang suami.

Betapa menyakitkan bagi hatinya untuk melihat pemandangan di depannya ini, yang tanpa ampun menyeret kembali ingatan pahit yang pernah ia usahakan untuk dikubur sedalam mungkin di lubuk hatinya.

Bu Surti mengurai pelukan Shena dengan perlahan, lalu menghampiri anak laki-lakinya yang tampak menunduk lesu.

PLAK! PLAK!

Dua tamparan keras mendarat di wajah sang anak, yang seketika membuat pipinya memerah dan terasa kebas.

"Dasar anak durkaha!" teriak Bu Surti, matanya berkaca-kaca dan hatinya tersayat oleh kekecewaan yang tak terhingga.

"Sudah sejauh ini Ibu berusaha keras mendidikmu, agar kamu tak terjerumus dalam lubang yang sama seperti bapakmu! Apakah semua pengorbanan Ibu selama ini sia-sia belaka?"

Anak lelaki itu terdiam, menatap nanar ke arah ibunya yang berurai air mata. Rasa sakit yang ia rasakan bukan hanya karena tamparan keras tadi, melainkan juga karena melihat ibunya menangis. Namun, di dalam hatinya muncul pertanyaan 'apakah aku benar-benar seburuk itu, Bu?'

Kini, sorot mata Bu Surti yang tajam dan menghunus itu beralih pada gadis muda dengan rambut yang telah terpotong tak beraturan, berantakan.

"Heh, gadis jalang, apa kau sudah tak menemukan lelaki kaya raya di luar sana, hingga kau tega menggoda suami dari bosmu sendiri?" celetuk Bu Surti, yang terang-terangan, tidak peduli dengan bisik-bisik para tetangga yang masih setia menyaksikan aib anak kandungnya.

"A --" bisik Vidya lemah.

"Tak usah bicara apapun!" potong Bu Surti, menegaskan sikapnya, ketika Vidya mencoba untuk menjelaskan sesuatu.

Gadis bertubuh seksi itu menelan ludahnya dengan susah payah. Tenggorokannya terasa tercekat saat ia hendak mengucapkan sesuatu.

"Pak RT," lanjut Bu Surti, "segera nikahkan mereka! Saya tidak ingin dua orang yang tak punya rasa malu ini terus meresahkan warga di sini!" ucapannya tegas dan penuh amarah.

Tatapan tajam wanita paruh baya itu beralih pada Shena, yang wajahnya nampak semakin murung dan larut dalam kesedihan.

Shena tak menyangka jika mertuanya akan merestui hubungan terlarang anak lelakinya dengan adik perempuan Irma, keputusan yang begitu meruntuhkan harapannya.

Entah apa yang ada di pikiran Bu Surti, Shena tidak bisa menebaknya. Namun yang jelas, wanita cantik ini tidak akan melepaskan Vidya begitu saja, meski Arya resmi berpoligami.

Dalam hati dan kepalanya, sejuta pertanyaan dan keraguan bercampur menjadi satu.

"Jangan khawatir, Sayang. Ibu tidak akan pernah membuat hatimu merasa tersiksa," bisik Bu Surti lembut di telinga menantu kesayangannya itu, seolah menenangkan badai yang menggulung dalam jiwa Shena.

Seketika, wajah Shena nampak berbinar, penuh harapan yang bangkit kembali. Mendengar penuturan dari ibunya Arya, ia merasa sedikit lega, namun pertarungan emosi di hatinya belum berakhir.

'Akhirnya wanita tua itu mau menikahkan aku dengan Mas Arya. Lihat aja, Mbak Shena, sebentar lagi kamu akan kusingkirkan dengan mudah!' Vidya tersenyum tipis dan bermonolog dalam hatinya.

"Terima kasih, Bu. Arya janji, akan adil pada dua istriku." Ucap pria itu tanpa tahu malu menghampiri sang ibu.

"Sayang, tolong maafkan aku, dan terima Vidya sebagai adik madumu. Aku yakin, kalian berdua bisa hidup akur dan tak akan pernah menyakiti satu sama lain." Pandangan Arya tertuju pada Shena yang nampak acuh dengan ucapan sang suami.

Irma merasa malu dan tak enak pada Shena, karena adik yang selama ini disayanginya, malah menjadi pelakor dan duri di dalam rumah tangga bosnya sendiri.

Tanpa menunggu lama, warga pun membawa Arya dan Vidya ke Balai Desa, untuk dinikahkan.

Kebetulan, salah satu warga di komplek perumahan tempat mereka tinggal adalah seorang penghulu.

Pernikahan siri Arya dan Vidya disaksikan oleh Ketua RT, Pak Ustad, juga beberapa warga yang tadi ikut berkerumun di kediaman Shena.

Bu Surti menolak permintaan Arya yang ingin memberikan mahar mewah karena Shena menginginkan agar kedua calon pengantin itu benar-benar merasakan kesulitan seperti dulu saat Shena menikah dengan Arya.

"Sayang, di dompetku hanya ada uang lima puluh ribu rupiah saja. Bolehkan aku meminjam uangmu untuk mas kawin pernikahanku dengan Vidya?"

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KUJADIKAN KAU BABU JIKA INGIN JADI MADUKU   BAB 79. AULIA KECEWA

    Ervan hanya mengangguk kecil menanggapi Aulia yang barusan mengucapkan terima kasih. Wajahnya tetap tenang, meski terlihat sedikit lelah. Ia lalu menghampiri Shena yang duduk di samping ranjang Sheira."Aku pamit dulu ya, Shena. Mau pulang sebentar, ganti pakaian. Hari ini ada jadwal mengajar di kampus juga," ujarnya dengan nada sopan dan tampak tergesa.Shena menatap Ervan sejenak lalu mengangguk. "Iya, Mas Ervan. Terima kasih banyak ya, sudah repot-repot membantu dan menemani kami sejak tadi malam."Ervan tersenyum tipis. "Tidak usah berterima kasih. Ini memang sudah menjadi tugasku. Kamu juga harus jaga kesehatan, ya."Ervan lalu melirik sekilas pada Aulia yang berdiri tidak jauh dari ranjang Sheira. "Aulia, saya duluan ya."Aulia mengangguk pelan, berusaha menyembunyikan raut kecewa yang jelas terpancar di wajahnya. "Iya, Pak. Hati-hati di jalan."Begitu Ervan meninggalkan ruangan, Aulia berdiri terdiam beberapa saat, menatap pintu yang baru saja tertutup. Dadanya sesak. Ia merasa

  • KUJADIKAN KAU BABU JIKA INGIN JADI MADUKU   BAB 78. BERTEMU ERVAN

    Arya duduk di tepi ranjang, menatap wajah kecil Arvi yang terlelap. Jari-jarinya mengusap pelan rambut bocah itu, perasaan sayang bercampur dengan kekecewaan yang sulit ia ungkapkan. Sudah hampir dua bulan ia menjalani peran sebagai ayah bagi Arvi, menganggapnya sebagai darah daging sendiri, tapi kenyataan yang Vidya sembunyikan begitu menyakitinya.Ia menarik napas dalam, lalu menoleh sekilas ke arah Vidya yang masih duduk di sofa, sibuk dengan ponselnya. Perempuan itu tampak lelah. Sejak semalam, Vidya tak berhenti memperhatikannya, seolah takut ia akan pergi begitu saja.Arya tahu bahwa Vidya bisa merasakan sikap dinginnya. Ia tak lagi berbicara dengan nada lembut, tak lagi menatap istrinya dengan kehangatan seperti dulu. Semua terasa berbeda sejak rahasia itu terungkap.Setelah beberapa saat, Arya bangkit dari kursinya. Ia mengambil jaket yang tergantung di sandaran kursi dan melangkah ke arah pintu.Vidya langsung menoleh."Kamu mau ke mana, Mas?" tanya wanita itu, suaranya terde

  • KUJADIKAN KAU BABU JIKA INGIN JADI MADUKU   BAB 77. VIDYA MARAH

    Shena merasakan darahnya mendidih mendengar ucapan Arya. Matanya menatap tajam ke arah pria itu, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja keluar dari mulutnya."Apa maksudmu dengan mengatakan aku tidak bisa merawat anakku sendiri?" suaranya bergetar, menahan kemarahan yang siap meledak. "Sejak kapan kau peduli, Mas? Sebelum kita bercerai, di mana kau saat Sheira sakit? Di mana kau saat dia menangis mencari ayahnya?"Arya mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. "Jangan membalikkan keadaan, Shena. Aku tidak pernah menelantarkan Sheira!"Shena tertawa miris. "Oh, ya? Lalu kenapa selama ini kau tidak pernah menanyakan keadaannya? Kenapa harus menunggu sampai dia terbaring di ranjang rumah sakit baru kau muncul dan bersikap seperti seorang ayah yang bertanggung jawab?"Arya terdiam. Ia tahu Shena benar. Tapi egonya tak membiarkannya mengakui kesalahannya begitu saja."Aku tidak tahu dia sakit," jawab Arya akhirnya, suaranya sedikit melembut. "Jika aku tahu, aku tidak akan tinggal di

  • KUJADIKAN KAU BABU JIKA INGIN JADI MADUKU   BAB 76. SHEIRA MASUK RUMAH SAKIT

    Arya ingin mengomel lebih banyak, tapi tangis Arvi kembali pecah. Ia menambah kecepatan mobilnya.Sesampainya di rumah sakit, seorang perawat segera membawa Arvi ke ruang pemeriksaan. Arya dan Vidya bergegas mengikuti, wajah mereka penuh kecemasan.Seorang dokter anak datang tak lama kemudian. Wanita berusia sekitar 40-an itu memeriksa Arvi dengan saksama, menyentuh dahinya, membuka popoknya, lalu memeriksa tenggorokannya dengan senter kecil."Demamnya tinggi, hampir 39 derajat. Sejak kapan mulai rewel begini?" tanya dokter itu sambil mencatat sesuatu di clipboard."Sejak tadi siang, Dok," jawab Vidya dengan cepat. "Tapi dari tadi malam Arvi udah mulai susah tidur."Dokter mengangguk. "Apakah dia masih mau menyusu?"Vidya menggeleng. "Nggak, Dok. Aku udah coba berkali-kali, tapi dia nolak terus."Dokter terlihat berpikir sejenak, lalu berkata, "Dari gejalanya, kemungkinan besar ini infeksi saluran pernapasan atas. Biasanya pada bayi seusia ini, bisa disebabkan oleh virus atau bakteri.

  • KUJADIKAN KAU BABU JIKA INGIN JADI MADUKU   BAB 75. ARVI DEMAM

    Arya menghela napas panjang saat mobilnya melaju di jalan raya yang mulai ramai oleh kendaraan sore itu. Matanya masih terlihat kosong, pikirannya terus dipenuhi oleh bayangan Shena dan Sheira yang kini tampak bahagia bersama Ervan. Dadanya sesak, tapi ia berusaha mengabaikan perasaan itu.Di sampingnya, Anna melirik Arya sekilas. Ia bisa melihat betapa terpukulnya sang adik tahu bahwa tak ada gunanya terus membahas hal itu sekarang. Yang terpenting, Arya harus menenangkan diri dan tidak bertindak gegabah."Arya, tolong antar ke rumah Mbak saja. Hari ini Mas Lukman mau mengantar Luna ke rumah," ucap Anna dengan lembut, menyebut nama putrinya.Arya mengangguk tanpa banyak bicara. Ia tahu betapa pentingnya momen itu bagi Anna. Setelah perceraian, Anna dan mantan suaminya memang sepakat untuk tetap berbagi waktu dengan Luna, meskipun hubungan mereka tidak bisa dibilang baik."Tapi setelah itu, kamu langsung pulang, ya?" lanjut Anna, menatap Arya dengan khawatir.Arya hanya diam, tidak me

  • KUJADIKAN KAU BABU JIKA INGIN JADI MADUKU   BAB 74. PENYESALAN ARYA

    Dua minggu telah berlalu sejak Arya dan Anna menyerahkan sampel DNA ke laboratorium di rumah sakit. Selama dua minggu ini, Arya mencoba menjalani hari-harinya seperti biasa. Ia tetap bekerja, tetap pulang ke rumah setiap malam, dan tetap berusaha untuk bersikap normal di hadapan Vidya. Tapi jauh di dalam hatinya, ada sebuah ketakutan yang terus menghantui. Pagi itu, ponselnya bergetar saat ia sedang duduk di meja makan, menyeruput kopi yang terasa hambar di lidahnya. Layar ponsel menampilkan nama sebuah rumah sakit. Saat itu pula, jantungnya langsung terasa berdetak lebih cepat."Halo?" suaranya terdengar sedikit bergetar._"Selamat pagi, Bapak Arya. Kami dari bagian laboratorium Rumah Sakit Sumber Medika. Hasil tes DNA Anda sudah keluar dan bisa diambil hari ini."_Mendengar informasi tersebut, Arya menelan ludahnya. "Baik, nanti siang akan saya ambil."Setelah menutup telepon, Arya menatap kosong ke depan. Vidya, yang sejak tadi duduk di seberangnya sambil menggendong Arvi, menyada

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status