Share

Bab 6

Berselang satu jam, terdengar suara gaduh. Rena penasaran dengan yang terjadi, dia tolehkan wajahnya ke dalam. Beberapa perawat mendorong brankar keluar dari ruang pemulihan. Hati Rena mulai berdebar, takut sesuatu terjadi pada ibunya. Rena coba mendekat, bertanya pada perawat yang bertugas.

"Ada apa, Sus?" tanya Rena.

"Pasien tidak bereaksi, jadi dibawa ke ICU," jelasnya. Rena terpaku sesaat. Timbul pertanyaan dalam hatinya, 'apakah itu ibunya?'

Rena segera menyusul perawat tadi menuju  ruang ICU.

Terlihat para perawat itu masuk ke dalam ruangan, sementara Rena ditahan tidak diperbolehkan masuk.

"Maaf, Mbak silakan tunggu di luar!" ucap salah satu perawat lalu menutup pintu kaca itu. Rena kembali kecewa.

Selama beberapa hari, sang ibu mengalami koma. Rena hanya bisa menungguinya di luar ruang perawatan. Beberapa kali Rena bertemu dengan Dokter Fredy, entah mengapa ada rasa risih juga malu saat bertemu dengannya. Namun, kali ini Rena beranikan diri mendekat saat jadwal dokter itu mengontrol kondisi ibunya.

"Dokter, bagaimana kondisi ibu saya?" tanya Rena berusaha setenang mungkin. Ada beberapa perawat bersamanya.

"Kami sedang berusaha, berdoa saja semoga ibumu lekas sadar," jawabnya tenang. Ingin rasanya Rena marah pada dokter itu, tapi marah untuk apa? Toh sebenarnya lelaki itu sudah berusaha sampai titik ini untuk kesembuhan ibunya. Rena mengangguk pasrah.

Sudah empat hari Lastri berada di ICU, belum ada perkembangan yang signifikan. Rena hanya bisa pasrah. Teringat kata-kata ibunya waktu itu, jika dia ingin mati saja daripada merepotkan anaknya.

"Ibu ... jangan sia-siakan pengorbananku, Bu," gumamnya lirih di sela doa yang selalu terucap.

Hari itu, Rena pulang dulu untuk melihat keadaan Bayu. Adiknya itu dia titipkan pada tetangga dekatnya, juga sahabatnya, Ratna. Memang, hanya keluarga Ratna lah yang selama ini baik padanya. Rena merasa tak enak hati karena terlalu lama merepotkan keluarga Pak Eman, ayah Ratna. Rena tahu jika kondisi keluarga Ratna tak jauh beda dengannya. Hanya sebuah keluarga miskin.

Saat Ratna menengok ibunya di rumah sakit, Rena menitipkan Bayu pada Ratna, tak lupa Rena pun menitipkan uang untuk makan adiknya itu.

Sesampainya di rumah, ternyata Bayu sedang bermain bersama anak-anak lainnya di halaman. Saat melihat kedatangan kakaknya, Bayu berlari menghambur memeluk Rena.

Bau prengus menguar tercium oleh Rena. Dia usap puncak kepala adiknya itu.

"Mbak, Ibu mana? Kok nggak pulang bareng Mbak?" tanyanya polos. Rena tersenyum.

"Ibu belum boleh pulang. Ayo masuk, mbak bawain kamu makanan," ajak Rena sambil menunjukan bungkusan yang dibawanya. Bayu mengangguk bahagia.

Rena menaruh sebungkus nasi rames dengan ayam goreng di atas piring dan memberikannya pada Bayu. Menaruh lagi satu bungkus lainnya untuk dia makan sendiri. Mereka duduk berhadapan di atas tikar lusuh. Rena bahagia melihat adiknya makan dengan lahap. Dia terharu karena Bayu jarang sekali bisa makan enak.

Suapan pertama hendak Rena suapkan ke mulutnya, saat dering telepon berbunyi dari ponselnya. Rena segera mengangkatnya, takut jika telepon itu dari rumah sakit.

"Mbak, tolong segera ke sini. Ibu Lastri sudah ... mmh ... sudah meninggal."

Mata Rena membulat dengan mulut menganga tak percaya. Ia segera bangkit dan meninggalkan Bayu dalam keheranan.

"Mbak ... mau ke mana lagi? Kenapa makannya gak diabisin?" teriak Bayu dari ambang pintu.

"Nanti saja, Bayu. Mbak harus ke rumah sakit lagi. Kamu tunggu saja di rumah ya. Habisin makanannya!" ucap Rena sambil berbalik sesaat.

.

Rena segera menuju ruang ICU. Dilihatnya sang ibu yang masih terbaring di sana. Tertidur tenang bagai orang yang tengah terlelap. Tanpa ada gerakan sedikit pun. Rena menghampirinya. Menyentuh tubuh kurus itu yang kini kaku. Air matanya tak bisa dibendung lagi. Tangis penyesalan, tangis kehilangan, dan entah untuk rasa sakit yang mana lagi dia keluarkan.

"Atas perintah Dokter Fredy, kami belum memindahkannya ke kamar mayat. Katanya tunggu Mbak Rena kembali," ucap seorang perawat. Rena menoleh lalu mengangguk.

"Saya akan langsung membawanya pulang saja, Sus," jawab Rena yang juga dibalas anggukan oleh perawat itu. Lalu perawat itu pun pergi meninggalkan Rena sendiri.

Rena pandangi wajah  tua dan kurus itu. Bagai tulang berbalut kulit. Dia sentuh lalu dia ciumi keningnya lama. Tangisnya pecah walau dia tahan dalam isakan.

"Maaf, aku sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi ...."

"Sudahlah, aku tidak perlu penjelasan darimu. Tinggalkan aku sendiri dengan ibuku!" potong Rena. Lelaki berbadan tegap itu tidak memaksa. Dia pun berlalu dengan wajah sayu.

.

Rena kembali ke rumah dengan ambulans. Saat tiba di rumah sudah terpasang tenda juga kursi-kursi. Ada sedikit rasa heran di hati Rena, siapa yang menyiapkan semua itu?

Segala sesuatunya sudah tersedia, berbagai makanan juga air mineral kemasan untuk para pelayat. Entah siapa tetangga yang sudah begitu baik menyiapkan ini semua. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status