Share

Bab 8

last update Last Updated: 2022-06-21 15:46:52

Rena menyisir rambut panjangnya sehabis mandi. Udara yang panas telah berganti segar setelah diguyur air. Rena tampak cantik walau hanya mengenakan baju sederhana. Matanya bulat besar dihiasi bulu mata yang lentik, hidung mungil yang bangir dan kulit kuning langsat menambah keayuannya. 

Sejenak Rena menatap dirinya di cermin. Berbagai rasa berkecamuk dalam dada. Rasa pedih akan kehilangan, rasa sesal, rasa takut dan entah rasa apalagi. 

Sebuah panggilan masuk ke ponselnya, menyadarkan Rena dari lamunan. segera diangkatnya.  

"Hallo." Suara bariton itu begitu sering mengusiknya akhir-akhir ini. Walau malas dia terima juga. Takut jika ada hal penting yang akan disampaikan lelaki itu. 

"Hallo?" Kembali suara itu terdengar lagi karena tak didapat jawaban.  Wajah Rena terlihat malas menjawab. 

"Iya," jawab Rena singkat. 

"Aku jemput hari ini jam 7, bersiaplah!" pinta lelaki itu.

"Untuk apa? Aku lagi malas bepergian." Rena menjawab dengan enggan. 

Terdengar hembusan napas kasar dari sebrang sana. 

"Aku ingin membelikanmu baju untuk pernikahan kita nanti," jawabnya tenang.

"Apa harus?" tanya Rena ketus. 

"Baiklah kalau kamu tidak bersedia. Lupakanlah!" jawab Dokter Fredy berusaha tetap tenang. Rena tersentak. Entah mengapa ada rasa sesal menyelusup. 

"Bukan begitu. Oke, tapi sebentar saja!" jawab Rena akhirnya. 

.

Tepat jam 7, mobil Dokter Fredy sudah terparkir di depan gang. Rena segera menghampiri. Seperti biasa Dokter Fredy membukakannya pintu dan menutupnya setelah Rena duduk dengan nyaman. 

Rena terdiam selama perjalanan. Tak ada percakapan di antara mereka. Gadis bermata lentik itu hanya melihat pemandangan sepanjang jalan dari kaca jendela. Dokter Fredy sesekali meliriknya. 

"Kamu mau kuliah jurusan apa nanti?" tanya Dokter Fredy memecah keheningan. 

"Eh?" Rena menoleh. Dokter Fredy menoleh sekilas lalu kembali fokus ke jalanan. 

"Kamu minat di bidang apa? Kamu bisa konsultasikan dulu denganku," lanjut lelaki bertinggi badan 180 sentimeter itu. Rena menggeleng pelan.

"Atau mau aku pilihkan?" tanyanya lagi. Rena menoleh cepat.

"Kok maksa, sih? Kalau aku tidak mau gimana?" jawab Rena ketus. 

"Lalu nanti kamu mau apa di rumah? Melayani aku seharian?" goda Dokter Fredy. Mata Rena membulat, mulutnya mencebik. 

"Oke, aku mau ambil jurusan Akuntansi," jawab Rena cepat. Dokter Fredy manggut-manggut sambil terkekeh. 

"Rena ... Rena .... Aku hanya becanda. Aku tidak mau kalau nanti kamu kesepian di rumah jika aku sedang praktek di rumah sakit." 

"Memangnya di rumahmu tidak ada siapa-siapa? Istri? Anak?" tanya Rena menatap lelaki di sebelahnya. Dokter Fredy tertawa mendengar pertanyaan itu. 

"Aku senang kamu  mulai mau bertanya," ucapnya seraya menoleh. Pandangan mereka bertemu. Rena melengos gugup. 

"Aku tinggal di rumah sendirian, hanya adikku yang tinggal di kota ini, dia kadang datang, tapi jarang. Seorang pembantu setiap hari datang untuk membersihkan rumah, siang juga sudah pulang lagi." 

"Aku pernah menikah, tapi sudah lama bercerai." Ucapannya terhenti. Dokter Fredy terlihat jengah. Menyisakan sebuah tanda tanya besar di benak Rena. 

"Ah, kita sudah sampai. Di sini selain bisa memesan, katanya banyak baju yang sudah siap pakai. Kau boleh memilih sesukamu," ucap Dokter Fredy seraya memarkir mobilnya di depan sebuah butik gaun pengantin. Dia turun lalu membukakan pintu untuk Rena. Sekilas gadis itu mencuri pandang lalu cepat  membuang muka. 

Seorang pelayan toko membukakan pintu mempersilakan mereka masuk. Dokter Fredy tersenyum ramah. Berbeda dengan Rena yang nampak tidak senang. 

Deretan patung manekin yang memakai aneka gaun juga kebaya terlihat menarik perhatian Rena. Seumur hidupnya tidak pernah melihat gaun seindah itu. Sekilas Dokter Fredy bisa melihatnya. Dia tersenyum kecil. Dokter Fredy memilih sebuah kebaya modern lalu meminta Rena untuk mencobanya. Gadis itu melengos, kemudian memilih salah satu kebaya berwarna putih tulang. Dokter Fredy menarik napas panjang menahan kecewa. 'Sabar!' bisik hatinya. 

Rena masuk ke kamar pas ditemani seorang gadis pelayan butik.  

"Itu calon suaminya ya Mbak? Ganteng sekali ya?" tanya pelayan itu dengan senyum merekah. Rena menoleh sekilas. 

"Ganteng apanya? Udah tua juga," jawab Rena datar. 

"Masa sih udah tua, Mbak? Paling juga tiga puluhan," ungkap gadis itu seraya terkekeh. Rena hanya tersenyum kecil tak mau menanggapi. Mereka mulai mencoba kebaya yang Rena pilih. Begitu pas melekat di tubuh Rena yang langsing. Gadis itu merasa terpukau dengan penampilan yang tidak biasanya. 

"Cantik sekali, Mbak. Masnya pasti suka." Mendengar itu membuat Rena jadi sebal, buru-buru dia melepaskan baju itu dan segera memakai bajunya kembali. 

"Nggak akan diliatin ke Masnya dulu, Mbak?" tanya pelayan itu polos. Rena menggeleng cepat. "Tidak perlu," jawabnya agak ketus. Pelayan itu sepertinya mengerti, dan segera merapikan baju yang tadi Rena coba. "Wah, cowok ganteng begitu kok dijutekin ya? Padahal aku juga mau," desis gadis pelayan butik setengah berbisik. Rena menoleh. Gadis pelayan itu pun nyengir kuda.  Rena memutar bola matanya, jengah. 

Mereka akhirnya kembali ke luar. 

"Bagaimana? Cocok?" Dokter Fredy segera bangkit dari duduknya dan menghampiri Rena. Gadis itu  diam enggan menjawab. 

"Cocok sekali Pak. Mbak ini cantiiikkkkkk sekali pakai bajunya." Gadis pelayan itu berceloteh sedikit lebay. Dokter Fredy tertawa melihatnya. 

"Ok, tolong dibungkus. Komplit dengan bawahannya!. Sekalian dengan yang tadi," pinta Dokter Fredy seraya memberikan sebuah kartu debit. Pelayan itu mengangguk. Rena menoleh, tapi lelaki berkemeja biru tua itu pura-pura tak melihat. 

Tak berselang lama, gadis pelayan itu kembali dengan dua tas kertas ukuran besar. Dokter Fredy menerimanya, lalu mengajak Rena pulang. 

"Kamu lapar?" tanya Dokter Fredy setelah berada di mobil. Rena menggeleng. 

"Aku hanya ingin pulang, kasian adikku sendirian di rumah," jawab Rena. Dokter Fredy segera menginjak pedal gas tak ingin berdebat lagi dengan gadis di sampingnya. 

"Kenapa kau membeli dua kebaya?" tanya Rena di tengah perjalanan. Dokter Fredy bergeming. Rena menatap lelaki di sampingnya, menanti jawaban. Merasa di perhatikan, Dokter Fredy menoleh sekilas. 

"Aku suka. Kenapa? Tidak boleh?!" Dokter Fredy balik bertanya. Rena membuang napas kasar. 

"Sepertinya kau selalu menggunakan uangmu untuk membeli segala sesuatu yang kau suka," sindir Rena. Dahi lelaki itu berkerut tak mengerti. 

"Maksudnya?" 

"Iya, kau selalu menggunakan uangmu untuk membeli sesuatu yang kau suka, dan memaksakannya pada orang lain. Seperti padaku saat itu. Kau membeli tubuhku, saat aku tidak punya pilihan lain saat itu," ucap Rena ketus. 

Dokter Fredy menginjak rem secara mendadak, untung saja posisi mobilnya berada di kiri jalanan agak lengang. 

"Sudah cukup! Jika kau tidak mau memakainya aku pun tidak memaksa. Mungkin suatu saat nanti aku bisa memberikannya pada putriku," jawab Dokter Fredy menahan emosi. Tangannya mencengkram handle setir mobilnya erat. 

Rena menoleh. "Putrimu dari siapa? Aku? Heh, jangan mimpi!" cibir Rena. 

Dokter Fredy tak ingin melanjutkan perdebatannya. Dia segera menginjak pedal gas dengan emosi. Hanya perlu setengah jam mereka pun sampai di depan gang menuju rumah Rena. Dokter Fredy segera turun untuk membukakan pintu bagi Rena, tapi gadis itu sudah turun duluan sebelum Dokter Fredy sampai. 

Rena melenggang pergi tanpa berpamitan. Meninggalkan lelaki itu yang masih bergeming, memejamkan matanya lalu menarik napas panjang. 

'Ini baru permulaan Dokter sialan!' bisik hati Rena. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KUJUAL KEGADISANKU DEMI IBU   Bab 64

    Dokter Fredy segera mengambil beberapa butir obat mual dari ruang praktiknya. Dia pun membawakan Rena segelas air putih hangat."Ayo, minun dulu, biar mualnya agak berkurang." Lelaki itu memberikan sebutir obat dan menyodorkan segelas air. Walau berat, Rena terpaksa melakukannya. Dia yakin jika sang suami lebih mengetahui keadaan dirinya.Setelah minum obat Rena kembali membaringkan tubuhnya. Berusaha memejamkan matanya agar rasa mual itu berkurang.Dokter Fredy sudah pergi dari tadi untuk mencari sarapan bersama sang buah hati.Rena menyadari, jika suaminya benar-benar berubah seperti janjinya dulu. Hati yang sempat ragu dan terkoyak, kini mulai pulih. Tak ada lagi alasan untuknya meragukan sang suami.Kehamilan kali ini, dia betul-betul dimanjakan oleh sang suami. Dua asisten rumah tangga dia pekerjakan untuk membantu Rena.Raffa pun terlihat bahagia saat melihat kedatangan omanya. Sepertinya anak kecil itu sangat merindukan wanita tua yang begitu menyayanginya.Hari berlalu, bulan

  • KUJUAL KEGADISANKU DEMI IBU   Bab 63

    Dia merengkuh tubuh mungil itu dalam dekapan."Sayang, bisakah kamu melupakan itu semua? Hatiku sakit jika mengingatnya. Aku menyesal pun, semua tidak bisa diulang. Tapi aku sungguh menyesal, Rena.""Rasa sesal itu tidak akan merubah keadaan, Bang. Karena itu, pikirkanlah segalanya sebelum melangkah."Rena menunduk dalam."Sayang, aku akan menebusnya dengan mencintaimu seumur hidupku."Dokter Fredy mengangkat wajah itu agar menatapnya. Dia dekatkan hingga menghapus jarak diantara mereka."Jangan pernah berjanji, karena manusia itu gudangnya khilaf." Rena bangkit dan meninggalkan suaminya termenung sendirian.*Beberapa saat kemudiam Raffa terbangun dan menangis. Dokter Fredy langsung menggendong dan membawanya ke luar mencari Rena. Setelah berkeliling, ternyata Rena ada di dapur sedang menikmati semangkuk mi instan yang terlihat pedas."Ren, makan mie instan pedas? Kenapa gak makan makanan yang baik aja, sih?" tanya Dokter Fredy sambil menarik kursi di depan Rena. Raffa terlihat meren

  • KUJUAL KEGADISANKU DEMI IBU   Bab 62

    Sinar mentari menerobos gorden yang sedikit terbuka. Rena mengerjapkan matanya karena silau. Sesaat dia sadar, lalu segera bangkit dan memindai sekeliling. Hingga akhirnya pandangan manik coklat itu berakhir di tubuhnya.Polos.Rena mengusap wajahnya pelan."Astagfirullah, sampai lupa. Abang ... bangun! Sudah pagi, kita belum salat Subuh, ini," pekik Rena sambil menggoyangkan tubuh yang masih terlelap di sampingnya.Dokter Fredy hanya bergumam, "Nanti dulu, Abang masih cape." Lelaki itu menarik selimut hingga menutupi wajahnya.Rena mencebik, lalu bangkit hendak beranjak dari tempat tidur. Dia kembali duduk, saat disadari tak ada sehelai benang pun melekat di tubuhnya. Dia melirik ke arah suaminya yang tertutup selimut. Rena mencari keberadaan baju tipis yang dipakainya semalam. Tak ada.'Ke mana tuh, baju?' Rena membatin. Padahal semalam, dia ingat jika baju itu tergeletak begitu saja di lantai. Walaupun sudah sah sebagai suami istri, tetapi Rena merasa malu jika harus berjalan dal

  • KUJUAL KEGADISANKU DEMI IBU   Bab 61

    Rena menatap dirinya dalam pantulan cermin. Kebaya pengantin yang pernah dipilih Dokter Fredy kala itu, kini melekat di tubuhnya. Terlihat pas dan cantik. Rena tak menyangka jika semua ini ternyata sudah menjadi skenario hidupnya yang telah disusun Tuhan dengan begitu sempurna.Suka-duka sejak bertemu dengan lelaki yang sebentar lagi akan kembali menjadi suaminya itu begitu penuh lika-liku. Pahit, manis. Namun, justru membuat cintanya semakin besar. Rena menyadari, jika tidak ada lelaki lain yang mencintainya sebesar Fredy.Dengan dituntun Bu Wulan, Rena berjalan ke meja yang sudah disiapkan untuk acara akad nikah pagi itu. Deretan tamu undangan juga keluarga besar telah hadir di sana. Tak terkecuali Bayu, yang sudah hampir dua tahun tidak bertemu dengan kakaknya, hari ini hadir. Dia tersenyum melihat kakaknya yang menyongsong hari bahagianya.Mengenakan sebuah koko putih, celana hitam dan peci, Dokter Fredy tampak semakin gagah dan tampan. Dia duduk di depan penghulu dan wali hakim.

  • KUJUAL KEGADISANKU DEMI IBU   Bab 60

    Rendy terdiam seketika. Menatap pada wanita polos dan baik hati di depannya. Dia masih ingat, saat dulu dia masih kecil, hanya Dewi yang mau berteman dengannya. Wanita yang tak pernah menilai seseorang dari harta.Dewi tidak berubah. Saat Rendy kecil yang hanya anak seorang tukang ojek, hingga menjadi seorang pemilik toko dengan merek-merek ternama. Dewi tetap bersikap baik.Wajahnya yang imut dengan pipi chubby membuatnya tampak menggemaskan. Rendy tersenyum sendiri."Rendy, kamu kenapa?" tanya Dewi mengibaskan tangannya di depan muka lelaki itu. Rendy terperanjat kaget."Eh, gak papa. Lihat kamu jadi inget masa kecil. Cuma kamu yang baik sama aku, Wi," ungkap Rendy sambil kembali mencomot nasi beserta lauknya."Iyakah?" tanya Dewi sambil mengunyah."Ih, kamu, kalau ngomong abisin dulu makanan yang di mulut," protes Rendy."Iya, Sayangku," ucap Dewi tanpa sadar hingga membuat Rendy tersedak."Kamu keselek, Ren? Duh, makanya kalau makan tuh, hati-hati. Kamu takut aku mintain ya?" tany

  • KUJUAL KEGADISANKU DEMI IBU   Bab 59

    Rendy termenung di mejanya. Karyawannya bisa melihat jika sang bos sedang dilanda galau. Setahun berlalu, tapi hati Rena tetap tertutup untuk dirinya.Ternyata hati itu benar-benar rumit. Kadang kita mencintai orang yang tidak mencintai kita. Dan kadang kita tidak bisa menerima orang yang mencintai kita dengan tulus.Siang itu, Dewi berjalan-jalan ke mal. Dia ingat jika Rendy memiliki toko di sana. Dewi celingak-celinguk mencari posisi toko itu."Nah, itu dia. Lagi ngapain ya dia?" gumam Dewi sambil melangkah mendekati toko itu.Seorang pelayan menyapanya ramah ketika dia sampai di pintu."Silakan, Mbak.""Eh, anu ... Rendy-nya ada?" tanya Dewi.Yumna tersenyum ramah. "Ada, Mbak. Di dalam," jawabnya sambil mempersilakan Dewi masuk."Makasih ya." Dewi tersenyum dan manggut-manggut. Sambil melangkah, Dewi larak-lirik memindai seisi toko. Baju-baju bermerek itu begitu menarik perhatiannya. Beberapa kali dia menabrak deretan gantungan baju."Ish, kok tiba-tiba ada di sini sih, ini gantun

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status