Share

Bab 10 - Mencomblangkan Roland

Author: Rahmani Rima
last update Huling Na-update: 2024-08-29 08:12:55

Rania dan Alfi belum bicara lagi setelah pertanyaan tadi sore diberikan. Rania tentu tak menjawab apapun, ia hanya kebingungan karena ditanya seperti itu. Kini, saat Satria sudah tidur, ia hanya duduk diranjang dengan pikiran yang penuh.

Apalagi yang harus ia lakukan untuk mencari bukti tentang penyimpangan suaminya? Kalau foto bisa di edit, berarti bukti penginapan itu juga? Tapi ucapan Alfi saat mengangkat telpon dari Roland tidak bisa dibantah. Suaminya itu ketakutan dan mengatakan jangan sampai ia tahu?

“Sayang.” Alfi mendekati ranjang.

Sikap Alfi tak berubah seolah tidak ada pertengkaran diantara mereka. Memang tidak ada, tapi ia tahu suaminya marah pada kakaknya karena dirinya.

“Aku mau,” Alfi menatap genit, “Tadi kata dokter kita boleh, ‘kan?”

Rania menarik nafas sebelum harus pura-pura tersenyum, “Dokter bilang adek bayinya gak boleh kena guncangan.”

Alfi menatap kecewa, “Padahal aku pengen banget.”

Rania mengusap lengan suaminya, “Sabar ya, mas.”

“Sampe kapan?”

“Gimana kalo kamu pake alat bantu aja?”

“Ngapain?”

Rania tersenyum miring, ‘iya ngapain, kamu ‘kan punya Roland.’ gerutunya dalam hati, “Buat sementara aja.”

Alfi tidur terlentang dikasur tanpa bicara.

Rania melirik wajah suaminya yang meneduhkan, “Mas?”

Alfi menoleh, “Kamu mau dibuatin minuman Madu Jahe?”

Rania menggeleng, “Hmmm, waktu kamu berantem sama Roland beberapa tahun lalu, itu kenapa?” ia mendadak ingat mengenai kejadian itu, dan bagus jika ia bisa menemukan bukti lebih kuat dari jawaban Alfi.

Alfi terduduk tegap, “Dulu salah paham aja kok.”

“Hm gitu. Roland tuh bentar lagi ulang tahun ‘kan, mas? Kamu mau kasih kado apa?”

“Apa ya bagusnya? Dia udah punya semua.”

Rania melendot manja pada lengan Alfi, “Tahun ini ‘kan Roland udah mau tiga puluh tiga, ya aku bukannya mau nyinyir, tapi menurutku usianya udah mateng buat... punya hubungan, mas. Jadi, gimana kalo kita comblangin dia?”

Alfi melirik Rania, “Sama siapa?”

“Aku baru inget punya temen SMA yang belum nikah. Tadi siang dia tiba-tiba ngechat terus nanyain aku punya sodara atau temen yang belum nikah gak. Aku bilang ada, terus dia antusias banget. Aku udah kasih foto Roland, dan kayaknya dia suka deh.”

Alfi tak langsung menjawab, ia menyentuh lehernya lalu menatap istrinya penuh pengertian, “Kalo Rolandnya gak mau gimana? Dia... agak susah loh soal ginian.”

“Ya kamu tanyain, coba kamu telpon sekarang. Kalo Roland gak mau ya... kita bisa cari perempuan lain. Ternyata temen-temen SMA aku ada yang beberapa belum nikah. Gak ada salahnya ‘kan kita bantu comblangin?”

Alfi mengangguk ragu.

“Ayo telpon Rolandnya, mas.”

Alfi dengan terpaksa mengambil ponsel di atas nakas dan menelpon Roland. Tidak lama telpon tesambung setelah ia menyalakan loud speaker, “Halo?”

“Hai, kenapa, Fi?”

“Ngomong, mas,” bisik Rania karena Alfi tak kunjung bicara.

“Ini... gue cuma mau tanya, lo... punya pacar gak?”

Suara tawa Roland menggema, “Gak ada lah. Punya pacar dari mana, ada-ada aja.”

“Ya kali aja ada. Jadi ini Rania... mau nyomblangin lo sama temennya. Barang kali lo minat?”

Sepi. Rania yang duduk berhadapan dengan Alfi bisa melihat raut tidak nyaman suaminya saat menunggu jawaban Roland.

Ketika bertemu, Rania mengatakan pada Roland bahwa ia akan pura-pura tidak tahu masalah mereka pada Alfi. Semua akan terjadi seperti biasa. Roland saat itu tidak menjawab.

“Nggak dulu deh, Fi, gue masih mau fokus sama kerjaan. Bilangin maaf ya sama Rania.”

“Oke.”

“Gue dipanggil nih. Gue tutup ya.”

“Iya, Land.” Alfi menutup ponselnya, lalu beranjak dari kasur membuat Rania gatal sekali untuk bertanya.

“Mas, kamu kok kayak gak suka aku mau jodohin Roland sama temen aku. Kenapa?”

“Ah, masa? Perasaan kamu doang itu. Aku cuma tahu Roland gak nyaman sama hal-hal begini. Aku ke kamar mandi dulu.”

“Aku pinjem hape kamu dong. Aku mau nyari kontak instruktur Yoga kehamilan. Kalo gak salah kamu masih simpen kontaknya ‘kan?”

Alfi menyerahkan ponselnya tanpa curiga.

Pintu kamar mandi tertutup. Rania sebenarnya ingin melihat aktivitas Alfi dengan Roland di ponsel. Ia mencari dengan cepat riwayat chat, galeri, dan aplikasi yang tersembunyi. Tidak ada yang mencurigakan. Semua terjadi sewajarnya.

“Roland bener, mas Alfi udah jadi pemain ahli. Omongan Fira juga bener. Suami yang Homo akan bersikap seolah dia suami dan ayah yang bertanggung jawab. Terus gimana caranya supaya mas Alfi ngaku kalo dia... beda?”

Rania menyimpan ponsel Alfi. Tak ada yang bisa ia cari disana, membuatnya harus berpikir sangat ekstra karena untuk membuktikan suaminya menyimpang ternyata tidak semudah yang ia pikirkan. Ia butuh bukti lain yang ia temukan sendiri sehingga Alfi kehabisan kata-kata dan akhirnya mengaku.

“Kalo mas Alfi akhirnya ngaku... apa aku... bakal bisa terima dia kayak biasa?” ia menutup wajahnya frustasi.

Mana mungkin semuanya sama, apalagi setelah suaminya mengaku kalau selama ini ia tidak sama dengan suami lainnya.

“Kalo mas Alfi gak mau ngaku... apa aku... masih bisa minta cerai dari dia? Alesannya apa?”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
ciri2 wanita dungu yg g bisa mencari solusi dari permasalahannya sendiri. bukti yg sdh ditangan ternyata g berguna utknya. dan terlalu mencari2 alasan utk menutkpi kebodohannya dlm memecahkan masalah.
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • KUMINTA CERAI KETIKA RAHASIA SUAMIKU TERBONGKAR    Bab 89 - Kehidupan Impian

    “Kamu kuat gak jalannya? Mau aku pinjemin kursi roda aja?” Rania menggeleng, “Aku kuat ko, mas. Aku ‘kan kuat kayak Satria.” Arbi tertawa, “Satria paling kuat sedunia, disusul kamu, disusul sama calon adik Satria.” Ia mengelus perut yang sudah mulai membesar itu. Rania tersenyum, “Satria mana ya, mas? Kok lama banget.” “Aku susul deh, kamu duduk dulu.” “Ya udah, aku tunggu disini.” Sesaat sebelum Arbi membantu Rania duduk dikursi tunggu lobi rumah sakit, sepasang kaki yang berhenti didepan mereka. Rania dan Arbi sontak mendongak menatap siapa pemilik sepatu yang mereka kenal baik. Senyuman itu tidak berubah. Rania melihatnya senang. Kedua matanya mendadak panas, “Mas Alfi?” “Rania, apa kabar?” Bukan jawaban yang Rania berikan, tapi sebuah tangisan yang sudah lama ia pendam. Seluruh hatinya dipenuhi rindu untuk kekasih lamanya yang baru terlihat lagi. Arbi menelisik wajah istrinya. Ia takut sekali hatinya kembali memihak Alfi seperti dulu. “Mama, papa, maaf ya ak

  • KUMINTA CERAI KETIKA RAHASIA SUAMIKU TERBONGKAR    Bab 88 - Kembali Kehilangan

    Enam bulan kemudian... PRANG! “Rania?” Fira yang baru sampai dan berniat akan mengantarkan Rania ke kampus karena ia juga ada urusan disana, menutup pintu mobil dengan kencang dan berlari menerobos rumah yang pintunya tertutup rapat. Ia berlari mencari sumber suara dimana mungkin Rania sedang membutuhkan bantuannya, “Ran? Ran, lo dimana?” “Fir, tolong.” Fira mendengar suara itu dibelakang rumah. Ia menemukan setumpuk piring pecah dan aliran darah dari bagian bawah sahabatnya, “Ran?” “Fir, aku—aku gak kuat. Ini sakit banget.” “Ya ampun, Ran, sini kita ke mobil pelan-pelan ya.” Di depan ruang Ponek, nafas Fira naik turun menunggu hasil pemeriksaan dokter. Wajahnya pucat, tubuhnya bergetar. Ia mengingat dengan jelas rumah sangat berantakkan tadi. Barang berterbangan, dan ada noda merah dibeberapa bagian sofa. Rania juga hanya sendiri di rumah. Seharusnya ada Arbi disana. Kemana ya dia? Satria jelas sedang sekolah. Tunggu, apakah Satria baik-baik saja? “Dengan wa

  • KUMINTA CERAI KETIKA RAHASIA SUAMIKU TERBONGKAR    Bab 87 - Menikah

    Rania dan Arbi berkeliling mendatangi tamu. Acara akad dan resepsi berjalan lancar tanpa kendala. Acara yang disiapkan Fira begitu sempurna. Ia berharap sahabatnya itu akan segera menyusul menikah. Rania tak menemukan orang yang sedari tadi dicarinya. Dari pihak keluarga suaminya, ia tidak melihat Alfi. “Sayang, kamu capek ya?” “Hm?” “Kamu agak pucet. Kamu gak enak badan ya?” “Enggak kok, mas.” “Kamu duduk aja, nanti aku nyusul.” “Gak papa, mas.” Arbi mencolek hidung Rania, “Nanti malem kamu harus bugar loh. Jadi sekarang jangan terlalu capek. Gih, duduk dulu. Aku keliling sebentar. Ada beberapa temen yang baru dateng.” Rania mengangguk, “Aku duduk ya, mas.” Rania berjalan dengan langkah pelan menuju pelaminan. Ia berharap Alfi datang agar bisa melihat kondisi terbarunya. Ia ingin tahu apakah mantan suaminya itu sehat. Fira yang sedang berbincang dengan teman-teman kuliah melihat Rania duduk lemas. Ia menghampirinya, “Ran, lo haus? Gue ambilin minum ya?” Ra

  • KUMINTA CERAI KETIKA RAHASIA SUAMIKU TERBONGKAR    Bab 86 - Menerima Cinta Arbi

    Papa dan mama sedang bicara santai di ayunan belakang rumah. Rania yang haus tengah malam, tidak sengaja diam lebih lama mendengar obrolan mereka di dapur. “Tabungan papa semakin tipis, ma. Kita harus bayar kuliah profesi Rian. Kita juga harus bayar uang pangkal SD nya Satria.” “Mama bisa kok jual semua perhiasan mama, pa.” “Jangan, ma. Kehidupan kita masih panjang.” “Ya terus papa mau apa? Papa gak mungkin kerja lagi.” “Kita jual aja mobil pertama kita.” “Papa yakin? Papa sayang banget loh sama mobil itu.” “Demi Satria. Mana Rania juga mau kuliah profesi. Kemarin biayanya lumayan ‘kan pas disebutin? Kasian kalau dia harus mengubur mimpinya lagi.” Mama membuang nafas pelan, “Andai aja Rania mau terima Arbi langsung, dia pasti bahagia. Arbi bilang dia bersedia menanggung semua biaya kuliah Rania, bayar uang pangkal SD Satria juga. Sayang, Rania masih mikirin si Alfi.” “Ma, kasih aja Rania waktu.” “Mama cuma takut dia gak mau nikah lagi, pa. Apalagi dia gak mencintai

  • KUMINTA CERAI KETIKA RAHASIA SUAMIKU TERBONGKAR    Bab 85 - Kehidupan Setelah Bercerai

    Empat bulan kemudian... Rania menyirami bunga di halaman rumah mama. Ia tertawa melihat Satria bermain lempar bola dengan Agil. Sudah empat bulan ia dan Satria tinggal disini. Kehidupannya setelah bercerai terjadi baik dan lancar. Mama memintanya bergabung mengikuti organisasi pemberdayaan perempuan yang baru bercerai. Disana terdapat banyak kegiatan sehingga hal tersebut cocok sekali untuknya. “Mama, aku capek.” “Aku juga capek, tante.” “Ya udah kita istirahat dulu ya. Kalian tunggu aja di teras, mama bawain dulu minuman seger buat kalian.” “Yeee!” Satria dan Agil berteriak kegirangan. Rania menaruh poci siram dipinggir dan berjalan menaiki tangga. “Mau kemana? Minumannya udah mbak bikinin.” “Makasih ya, mbak.” “Iya. Minuman dataaaang.” Satria dan Agil berlari untuk mengambil jus tomat itu. “Abisin jusnya, biar mainnya makin semangat.” “Makasih ya, tante.” “Sama-sama, Satria.” Mereka duduk bersama di teras rumah mama yang asri. Mama dan papa ikut keluar

  • KUMINTA CERAI KETIKA RAHASIA SUAMIKU TERBONGKAR    Bab 84 - Kehadiran Roland di Persidangan

    Rania melirik ke belakang untuk melihat ekspresi semua keluarganya. Mama dan Fira mengangguk untuk ia mengatakan ada alasan selain KDRT itu sehingga ia menggugat cerai suaminya. “Saya ulangi, di berkas perkara gugatan saudari pada suami adalah karena adanya hal lain. Kami ingin mendengar langsung apa yang terjadi selain KDRT itu? Silakan.” Rania menutup matanya. Ia memegangi mikrofon dengan tangan bergetar. Di belakang, mama dan Fira saling berpegangan tangan, berharap Rania tak bodoh seperti biasanya demi menjaga harkat dan martabat calon mantan suaminya. “Alasan saya meminta cerai dari suami saya selain KDRT itu, karena rahasia suami saya yang terbongkar, yang mulia.” “Rahasia apa itu?” “Suami saya—” Roland yang sedari pagi sibuk mengelilingi semua tempat untuk menemukan Alfi, akhirnya menemukan tempat ini setelah berpikir keras buah dari informasi singkat dari petugas resepsionis rumah sakit. Kini ia berdiri sejajar dengan tempat duduk mama dan yang lain, “Mohon izin

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status