Share

Bab 9 - Tak Mengerti

Author: Rahmani Rima
last update Huling Na-update: 2024-08-28 08:30:14

Ketika Rania baru membuka pintu utama, sebuah mobil berhenti didepan pagar.

“Ma, itu siapa?” tanya Satria.

“Kayaknya tante Sani sama Agil.”

Benar saja, saat pintu mobil terbuka, Agil yang dua tahun lebih tua dari Satria langsung berlari mengelilingi komplek.

“Agil! Jangan jauh-jauh larinya! Hey, denger ibu gak?” Sani berusaha mengejar tapi kakinya pegal setelah seharian berdiri. Di bank tempatnya bekerja kebetulan sedang ada event awal tahun.

“Mbak?”

“Ran, kamu baru pulang?”

“Iya. Itu Agil...”

“Udah biarin aja. Mbak capek banget ngejarnya.”

“Pasti aman, mbak. Di depan ada satpam yang jaga. Masuk, mbak.”

Rania dan Sani duduk, sementara Satria berlari menuju kamar mandi karena sudah kebelet pipis sejak di taksi setelah pulang dari Day Care.

“Gimana hasil pemeriksaannya?”

“Baik, mbak.”

“Syukur lah. Oh iya ini mbak bawain Green Tea cake kesukaan kamu.” Sani menaruh paper bag diatas meja, “Dari outlet yang simpang lima itu.”

“Ya ampun, mbak, repot-repot deh, aku jadi gak enak.”

“Gak papa. Mas Arbi tadi wanti-wanti banget jangan sampe aku gak dapet yang rasa Green Tea. Katanya gak akan kamu makan kalo rasa lain.”

“Kak Arbi suka berlebihan deh. Aku suka semua rasa kok.”

“Mas Arbi kok tahu banget ya kesukaan kamu. Aku jadi iri.”

Rani tersenyum, “Ngapain iri sama aku? Kak Arbi pasti tahu lebih banyak soal mbak.”

Sani manyun, “Mana ada, Ran. Ipar kamu itu gak tahu apa-apa soal aku, dia juga gak peduli apapun yang terjadi sama aku.”

“Oyah?” Rani terkejut karena sikap Arbi padanya begitu manis. Jadi ia pikir sikapnya pada Sani pasti lebih manis lagi.

“Iya. Percaya gak percaya nih, waktu aku kepeleset di kamar mandi, dia sama sekali gak khawatir, gak bantu, dan gak ngajakin berobat. Aku harus ngelakuin semuanya sendiri. Apalagi kalo soal Agil, wah dia angkat tangan banget.”

“Mungkin kak Arbi capek di kantor. Jadi Manager ‘kan tanggung jawabnya pasti besar, jadi dia gak sempet bantu mbak buat ngasuh Agil.”

“Ran, siapa sih yang gak capek ditempat kerja? Alfi juga sibuk di resto karena dia kepala koki. Tapi apa yang terjadi? Dia bisa jadi suami dan ayah yang baikkkk banget buat kalian. Kamu tuh beruntung banget, Ran bisa punya Alfi.”

Rani tersenyum kecil. Andai Sani tahu apa ang terjadi pada Alfi, entah ia masih bisa bicara seperti itu atau tidak.

“Aku jadi bingung ujian pernikahan kalian apa. Financial oke, soal anak juga oke, kamu punya Satria, kamu juga lagi hamil dan katanya anaknya cewek, kamu gak capek sama sekali karena jadi IRT. Sedangkan aku? Ya kamu liat sendiri deh.”

“Percaya deh, mbak, aku pengen kerja kayak mbak, tapi... mas Alfi gak kasih izin.”

“Masa? Alfi gak izinin kamu kerja?”

Rania mengangguk.

“Itu karena dia takut kamu kecapean, Ran. Bagus jadi IRT, kamu cukup mikirin rumah aja.”

Rania tersenyum kecut, “Mbak, istirahat dulu ya, aku mau bersih-bersih terus lanjut masak.”

“Gak usah masak. Mas Arbi bilang dia udah di jalan dan bakal bawa Gudeg Yogya favorit kamu. Udah kamu bersih-bersih aja. Sana.”

Rania mengangguk. Arbi begitu perhatian padanya, tapi ia merasa tidak suka. Terlebih ketika ia mendengar sikap iparnya itu tidak sebaik yang ia pikir pada istrinya.

Ketika kembali ke ruang tamu setelah mandi, Alfi pulang. Mendapati ada Arbi disini, membuatnya langsung masuk kamar dan enggan makan malam bersama.

“Alfi kenapa? Kalian berantem, mas?”

Arbi menggeleng.

“Eum... mas Alfi paling kecapean. Kalian makan aja, ya. Satria udah nunggu di meja. Yuk.”

Arbi, Sani dan Agil melenggang ke ruang makan. Mereka duduk melingkar.

“Kalian makan duluan aja, ya, aku nanti sama mas Alfi.”

Sani mengangguk, “Kamu pijitin aja tuh Alfi, kasian.”

“Udah gak perlu, Ran. Tangan kamu ‘kan pasti sakit.”

Sani melirik Arbi, “Kenapa emangnya sama tangan Rania?”

“Tadi pagi gak sengaja kena pisau.”

“Oh.” Sani mendadak murung, “Ran, kita makan duluan ya.”

“Iya, mbak, silakan. Aku susul mas Alfi dulu ke kemar.”

Alfi turun dari tangga, “Gak perlu disusul, sayang. Kak, maaf tapi lebih baik kakak pulang aja.”

Semua menatap Alfi termasuk Satria, “Kok papa usir om Arbi?”

Alfi hanya melirik Satria sekilas.

“Ehm, iya, kita makan di rumah aja.” Arbi bangkit dari kursi, “Ayo.” ajaknya pada Sani dan Agil.

Rania mengerti kenapa Alfi bersikap begitu. Meski tidak pantas mengusir kakaknya yang akan makan, ia diam saja. Ia malas ribut dengan suaminya.

Alfi berjalan cepat menuju depan rumah.

“Mas, duluan aja, aku ke toilet dulu.”

Arbi mengangguk. Ia berjalan keluar rumah membawa jasnya. Ia mendekati mobilnya dan berhenti saat berdiri samping Alfi, “Soal pagi tadi, maaf, Fi.”

“Gak perlu terlalu sering kesini.”

Arbi bergeming.

“Tolong hargai aku, kak.”

“Fi, tadi kakak cuma—”

Rania menyusul keluar membawa dua rantang berisi nasi dan lauk pauk yang dibeli Arbi. Ia tidak enak jika harus memakannya sendiri, padahal yang membelinya adalah Arbi, “Kak, ini Gudeg sama lauk lainnya.”

“Gak perlu, Ran, ini buat disini kok.”

“Gak papa.”

Arbi terpaksa membawa rantang itu, “Makasih ya.”

Sani keluar menyeret Agil yang sibuk lari berkeliling rumah, “Mas, aku ikut mobilmu ya. Nanti mobilku aku bawa besok aja.”

“Kita bawa mobil masing-masing aja.” Arbi melenggang masuk ke dalam mobilnya.

Sani membuang nafas kesal, “Tuh, kamu lihat, Ran, kelakuan ipar kamu. Mbak tiap hari dapet perlakuan kayak gitu dari mas Arbi. Ya udah, mbak sama Agil pulang dulu ya, Fi, Ran.”

“Iya, mbak, hati-hati.”

Seperginya mobil Arbi dan Sani, Alfi menatap Rania intens, “Kamu seneng liat mereka gak akur?”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
si rani kayaknya g punya otak dan hanya punya nafsu aja. klu orang waras pasti g akan mau bolang klu dia tertarik sama kakak iparnya. betul2 wanita tolol tanpa pertimbangan
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • KUMINTA CERAI KETIKA RAHASIA SUAMIKU TERBONGKAR    Bab 89 - Kehidupan Impian

    “Kamu kuat gak jalannya? Mau aku pinjemin kursi roda aja?” Rania menggeleng, “Aku kuat ko, mas. Aku ‘kan kuat kayak Satria.” Arbi tertawa, “Satria paling kuat sedunia, disusul kamu, disusul sama calon adik Satria.” Ia mengelus perut yang sudah mulai membesar itu. Rania tersenyum, “Satria mana ya, mas? Kok lama banget.” “Aku susul deh, kamu duduk dulu.” “Ya udah, aku tunggu disini.” Sesaat sebelum Arbi membantu Rania duduk dikursi tunggu lobi rumah sakit, sepasang kaki yang berhenti didepan mereka. Rania dan Arbi sontak mendongak menatap siapa pemilik sepatu yang mereka kenal baik. Senyuman itu tidak berubah. Rania melihatnya senang. Kedua matanya mendadak panas, “Mas Alfi?” “Rania, apa kabar?” Bukan jawaban yang Rania berikan, tapi sebuah tangisan yang sudah lama ia pendam. Seluruh hatinya dipenuhi rindu untuk kekasih lamanya yang baru terlihat lagi. Arbi menelisik wajah istrinya. Ia takut sekali hatinya kembali memihak Alfi seperti dulu. “Mama, papa, maaf ya ak

  • KUMINTA CERAI KETIKA RAHASIA SUAMIKU TERBONGKAR    Bab 88 - Kembali Kehilangan

    Enam bulan kemudian... PRANG! “Rania?” Fira yang baru sampai dan berniat akan mengantarkan Rania ke kampus karena ia juga ada urusan disana, menutup pintu mobil dengan kencang dan berlari menerobos rumah yang pintunya tertutup rapat. Ia berlari mencari sumber suara dimana mungkin Rania sedang membutuhkan bantuannya, “Ran? Ran, lo dimana?” “Fir, tolong.” Fira mendengar suara itu dibelakang rumah. Ia menemukan setumpuk piring pecah dan aliran darah dari bagian bawah sahabatnya, “Ran?” “Fir, aku—aku gak kuat. Ini sakit banget.” “Ya ampun, Ran, sini kita ke mobil pelan-pelan ya.” Di depan ruang Ponek, nafas Fira naik turun menunggu hasil pemeriksaan dokter. Wajahnya pucat, tubuhnya bergetar. Ia mengingat dengan jelas rumah sangat berantakkan tadi. Barang berterbangan, dan ada noda merah dibeberapa bagian sofa. Rania juga hanya sendiri di rumah. Seharusnya ada Arbi disana. Kemana ya dia? Satria jelas sedang sekolah. Tunggu, apakah Satria baik-baik saja? “Dengan wa

  • KUMINTA CERAI KETIKA RAHASIA SUAMIKU TERBONGKAR    Bab 87 - Menikah

    Rania dan Arbi berkeliling mendatangi tamu. Acara akad dan resepsi berjalan lancar tanpa kendala. Acara yang disiapkan Fira begitu sempurna. Ia berharap sahabatnya itu akan segera menyusul menikah. Rania tak menemukan orang yang sedari tadi dicarinya. Dari pihak keluarga suaminya, ia tidak melihat Alfi. “Sayang, kamu capek ya?” “Hm?” “Kamu agak pucet. Kamu gak enak badan ya?” “Enggak kok, mas.” “Kamu duduk aja, nanti aku nyusul.” “Gak papa, mas.” Arbi mencolek hidung Rania, “Nanti malem kamu harus bugar loh. Jadi sekarang jangan terlalu capek. Gih, duduk dulu. Aku keliling sebentar. Ada beberapa temen yang baru dateng.” Rania mengangguk, “Aku duduk ya, mas.” Rania berjalan dengan langkah pelan menuju pelaminan. Ia berharap Alfi datang agar bisa melihat kondisi terbarunya. Ia ingin tahu apakah mantan suaminya itu sehat. Fira yang sedang berbincang dengan teman-teman kuliah melihat Rania duduk lemas. Ia menghampirinya, “Ran, lo haus? Gue ambilin minum ya?” Ra

  • KUMINTA CERAI KETIKA RAHASIA SUAMIKU TERBONGKAR    Bab 86 - Menerima Cinta Arbi

    Papa dan mama sedang bicara santai di ayunan belakang rumah. Rania yang haus tengah malam, tidak sengaja diam lebih lama mendengar obrolan mereka di dapur. “Tabungan papa semakin tipis, ma. Kita harus bayar kuliah profesi Rian. Kita juga harus bayar uang pangkal SD nya Satria.” “Mama bisa kok jual semua perhiasan mama, pa.” “Jangan, ma. Kehidupan kita masih panjang.” “Ya terus papa mau apa? Papa gak mungkin kerja lagi.” “Kita jual aja mobil pertama kita.” “Papa yakin? Papa sayang banget loh sama mobil itu.” “Demi Satria. Mana Rania juga mau kuliah profesi. Kemarin biayanya lumayan ‘kan pas disebutin? Kasian kalau dia harus mengubur mimpinya lagi.” Mama membuang nafas pelan, “Andai aja Rania mau terima Arbi langsung, dia pasti bahagia. Arbi bilang dia bersedia menanggung semua biaya kuliah Rania, bayar uang pangkal SD Satria juga. Sayang, Rania masih mikirin si Alfi.” “Ma, kasih aja Rania waktu.” “Mama cuma takut dia gak mau nikah lagi, pa. Apalagi dia gak mencintai

  • KUMINTA CERAI KETIKA RAHASIA SUAMIKU TERBONGKAR    Bab 85 - Kehidupan Setelah Bercerai

    Empat bulan kemudian... Rania menyirami bunga di halaman rumah mama. Ia tertawa melihat Satria bermain lempar bola dengan Agil. Sudah empat bulan ia dan Satria tinggal disini. Kehidupannya setelah bercerai terjadi baik dan lancar. Mama memintanya bergabung mengikuti organisasi pemberdayaan perempuan yang baru bercerai. Disana terdapat banyak kegiatan sehingga hal tersebut cocok sekali untuknya. “Mama, aku capek.” “Aku juga capek, tante.” “Ya udah kita istirahat dulu ya. Kalian tunggu aja di teras, mama bawain dulu minuman seger buat kalian.” “Yeee!” Satria dan Agil berteriak kegirangan. Rania menaruh poci siram dipinggir dan berjalan menaiki tangga. “Mau kemana? Minumannya udah mbak bikinin.” “Makasih ya, mbak.” “Iya. Minuman dataaaang.” Satria dan Agil berlari untuk mengambil jus tomat itu. “Abisin jusnya, biar mainnya makin semangat.” “Makasih ya, tante.” “Sama-sama, Satria.” Mereka duduk bersama di teras rumah mama yang asri. Mama dan papa ikut keluar

  • KUMINTA CERAI KETIKA RAHASIA SUAMIKU TERBONGKAR    Bab 84 - Kehadiran Roland di Persidangan

    Rania melirik ke belakang untuk melihat ekspresi semua keluarganya. Mama dan Fira mengangguk untuk ia mengatakan ada alasan selain KDRT itu sehingga ia menggugat cerai suaminya. “Saya ulangi, di berkas perkara gugatan saudari pada suami adalah karena adanya hal lain. Kami ingin mendengar langsung apa yang terjadi selain KDRT itu? Silakan.” Rania menutup matanya. Ia memegangi mikrofon dengan tangan bergetar. Di belakang, mama dan Fira saling berpegangan tangan, berharap Rania tak bodoh seperti biasanya demi menjaga harkat dan martabat calon mantan suaminya. “Alasan saya meminta cerai dari suami saya selain KDRT itu, karena rahasia suami saya yang terbongkar, yang mulia.” “Rahasia apa itu?” “Suami saya—” Roland yang sedari pagi sibuk mengelilingi semua tempat untuk menemukan Alfi, akhirnya menemukan tempat ini setelah berpikir keras buah dari informasi singkat dari petugas resepsionis rumah sakit. Kini ia berdiri sejajar dengan tempat duduk mama dan yang lain, “Mohon izin

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status