BAB 36KEGUGURANArdhan mendengarkan cerita Bi Asih dengan seksama. Kienan sudah mengalami masa-masa yang sulit sebelum bertemu dengannya. Dia berjanji dalam hatinya, tidak akan menyakiti wanita yang dicintainya itu.Tiba-tiba, ruang perawatan terbuka. Seorang dokter tampak keluar, Ardhan dan Bi Asih menghampirinya.“Dokter, bagaimana keadaan istri saya?” tanya Ardhan panik.“Anda suami Ibu Kienan?” tanya dokter tersebut.“Benar, Dok, saya suaminya!”“Kita bicara di ruangan saya saja!” ujar dokter tersebut, lalu segera melangkah menuju ruangannya. Ardhan mengikuti langkah dokter tersebut dengan pikiran berkecamuk.“Silahkan duduk, Pak!” ujar dokter tersebut.“Terima kasih, dok! Bagaimana keadaan istri saya, dok?” tanya Ardhan tak sabar.“Begini, Pak! Sebelumnya saya ingin bertanya dulu! Apakah Bapak tahu kalau Ibu mengonsumsi obat peluruh kandungan?” tanya dokter tersebut.“Apa, dok? Tidak, dok. Itu tidak mungkin. Pasti ada kesalahan,” ujar Ardhan tak percaya.“Berdasarkan hasil pemer
BAB 37KEGUGURAN 2"Mas, kok perutku kempes? Anakku mana?" tanya Kienan panik."Sayang …," panggil Ardhan lembut."Mas, apa yang sebenarnya terjadi? Anakku mana?" tanya Kienan histeris."Sayang, tenangkan diri kamu dulu!" ujar Ardhan lembut."Mas, anakku mana?" teriak Kienan lagi. Ardhan segera merengkuh Kienan ke dalam pelukannya. Tanpa terasa, dia pun menitikkan air matanya. Ardhan seakan tak tega melihat kondisi istrinya. "Aw …," rintih Kienan."Sayang, jangan terlalu banyak bergerak, lukamu belum sembuh benar!" ujar Ardhan lagi sambil mengusap lembut rambut Kienan. Setelah dirasa Kienan mulai tenang, Ardhan melepaskan pelukannya dan kembali membaringkannya."Mas, apa yang terjadi? Anakku mana?" tanya Kienan lirih sambil menatap sang suami."Sayang … kamu yang sabar, ya!" ujar Ardhan sembari menggenggam jemari Kienan."Mas …," ujar Kienan sambil tergugu. Meski Ardhan belum mengatakan apa-apa, namun dia sudah mulai menyadari apa yang terjadi. Ardhan menggenggam jemari Kienan denga
BAB 38MAMA AIRIN“Aw ....,” teriak Ardhan.“Mama sadis deh!” omel Ardhan sambil mengusap bahunya di pukul dengan keras oleh Mamanya.“Biarin! Salah sendiri! Ayo, Kienan, kamu sama Mama saja!” ujar Halimah, lalu segera mendorong kursi roda Kienan ke belakang. Kienan tertawa geli melihat tingkah Ibu dan anak itu. Ardhan pun mengikuti mereka dari belakang.“Mama Airin!” sebuah suara menghentikan langkah mereka. “Iya, sayang! Ada apa?” sahut Airin dari arah belakangnya.“Bunga untuk Mama Kienan ketinggalan di mobil,” ujar Bulan, lalu berbalik kembali ke mobil. Airin pun turut berbalik dan mengikuti langkah Bulan. Setelah mengambil barangnya, Bulan bergegas masuk ke dalam rumah.“Mama Kienan, selamat datang kembali ke rumah!” ujar Bulan dengan senyum sumringah sambil menyerahkan sebuah buket bunga krisan.“Terima kasih, sayang!” sahut Kienan sembari menerima bunga tersebut. Airin mengamati kejadian itu dari depan pintu sambil menenteng barang milik Bulan. “Mama mau mengunjungi makam ade
BAB 39CUCU LAKI-LAKIKienan segera melangkahkan kakinya meninggalkan kantor. Dia sudah cukup lama meningalkan rumah. Saat di perjalanan menuju rumahnya, mata Kienan tertuju kepada sebuah rumah sakit tempat dia menjalani operasi beberapa waktu yang lalu. Refleks, dia membelokkan mobilnya ke rumah sakit tersebut.Cukup lama Kienan duduk di dalam mobil di pelataran parkir. Setelah berperang dengan batinnya, dia segera turun dari mobil dan mendaftarkan diri ke poli kandungan.Setelah melakukan pendaftaran, Kienan segera mengantri di depan ruangan dokter. Setelah menunggu hampir tiga puluh menit, tiba-tiba sebuah panggilan masuk.“Halo, Bu Kienan!” sapa sebuah suara panik di seberang sana.“Iya, Bi, ada apa?” sahut Kienan.Maaf, Bu, ini non Celine mimisan lagi,” ujar Bi Asih.“Apa, Bi? Ya sudah, aku pulang sekarang!” ujar Kienan, lalu segera meninggalkan antrian.“Ibu Kienan! Pasien atas nama Ibu Kienan!” panggil seorang perawat. Kienan tertegun di tempatnya. Hatinya kembali bergulat. Nam
BAB 40PERMINTAAN KIENAN“Iya, Mama tahu. Tapi kan, Mama pengen punya cucu laki-laki.”“Ma, laki-laki atau perempuan kan, sama saja.”“Mama tidak mau tahu, kalian harus segera memikirkan rencana itu. Mama tidak mau menunggu lebih lama lagi,” sahut Ahlimah tegas.Ardhan menghela napas panjang.“Itu tidak mungkin, Ma!” sahut Ardhan lirih.“Kenapa tidak mungkin?”“Karena ....”“Karena Kienan tidak mungkin punya anak lagi, Ma!” sahut Ardhan.“Apa maksudmu? Bagaimana bisa?” tanya Halimah tak percaya.“Karena ....”“Apa? Cepat jawab! Jangan membuat Mama penasaran!” bentak Halimah.“Karena ... rahimnya sudah diangkat ketika operasi kemarin!” sahut Ardhan lirih.Prang ....Suara gelas jatuh yang beradu dengan lantai mengagetkan mereka.“Kienan!” ujar Ardhan lirih. Matanya menatap sendu ke arah sang istri. Kienan pun menatap sang suami dengan mata berkaca-kaca.Perlahan, dia melangkah mendekati Ardhan. “Sayang, disitu saja! Ada banyak pecahan kaca!” ujar Ardhan.Namun, Kienan tak perduli. Dia
BAB 41JEBAKAN“Halo!”“Mas, tolong aku!” ujar Airin lirih sambil terisak.“Airin, ada apa?” tanya panik.“Tolong aku, Mas!” ujar Airin lagi.“Kamu dimana sekarang?” tanyanya panik.“Aku di apartemen, Mas!” sahut Airin lirih.“Baiklah, aku akan segera kesana! Kamu tunggu ya!” ujar Ardhan, lalu segera mematikan panggilan. Dia segera melesat menuju apartemen Airin. Ardhan mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dia takut terjadi sesuatu dengan Airin. Apapun alasannya, dia satu-satunya keluarga Anita yang tersisa. Beruntung, lalu lintas pun lancar. Setelah menempuh perjalanan sekitar lima belas menit, Ardhan telah tiba di area apartemen Airin.Sesampainya di apartemen, Ardhan mendapati pintu apartemen tidak terkunci rapat dan dalam keadaan gelap gulita. Ardhan segera masuk dan mencoba menyalakan saklar lampu, namun hasilnya nihil. Alhasil, Ardhan mengeluarkan ponselnya dan menyalakan senter. Dengan penerangan seadanya, dia mencoba mencari keberadaan Airin.“Rin! Airin!” panggilnya
BAB 42KIENAN MENGHILANGArdhan melajukan kendarannya dengan kecepatan tinggi. Dia berusaha mencari keberadaan Kienan, namun sayang, dia telahkehilangan jejak. Ardhan segera melajukan kendarannya kembali ke rumah. Dia berharap, Kienan pun pulang. Sesampainya di rumah, Ardhan segera memarkirkan kendaraannya. Sayang, mobil sang istri belum kelihatan. Ardhan menunggu di depan dengan gelisah.Ardhan melirik jam di dinding yang berada di ruang tamu. Sudah pukul 02.00 WIB dini hari. Mobil Kienan belum kelihatan sama sekali. Ardhan kembali gelisah. Dia mencoba menghubungi ponsel sang istri, namun sayang, ponselnya tak aktif. Ardhan mengacak rambutnya frustasi.Sementara itu, di apartemennya, Airin tersenyum puas. Rencananya berjalan dengan lancar. Tiba-tiba, lampu apartemennya kembali menyala dan Pak Cakra masuk ke dalam apartemennya.“Bagaimana? Apa kamu puas dengan hasilnya?” tanya Pak Cakra.“Puas sekali! Terima kasih!” ujar Airin sambil memeluk Pak Cakra. “Aku tidak butuh terima kasih d
BAB 43KEPULANGAN KIENAN“ Sayang, kamu sudah pulang! Syukurlah!” ujar Ardhan sambil merentangkan kedua lengannya hendak memeluk Kienan, namun Kienan menghindar.“Sayang!” ujar Ardhan memelas. Kienan menatap Airin tajam. Mendapat tatapan seperti itu, Airin mengkerut. Dia menunduk dan bersembunyi dibalik tubuh Ardhan. Kienan tersenyum sinis. “Pulanglah!” ujar Ardhan kepada Airin.“Tidak perlu. Ada yang ingin saya bicarakan dengan kalian!” sahut Kienan.Kienan melangkahkan kakinya duduk di sofa diikuti oleh Ardhan dan Airin.“Sayang, apa yang ingin kamu bicarakan?” tanya Ardhan gugup.Kienan menghela napas panjang. Dia berusaha menetralkan perasaannya.“Saya sudah memutuskan, saya merestui hubungan kalian. Jadi, kalian tidak perlu berhubungan di belakang saya!” ujar Kienan.“Sayang, apa maksudmu? Aku dan Airin tidka punya hubungan apa-apa!” sahut Ardhan.Kienan menatap Ardhan sinis.“Tidak ada hubungan apa-apa? Lalu yang kemarin itu apa?” tanya Kienan sarkas.“Sayang, itu hanya kesalaha