BAB 11TERSANGKA"Aku akan menggunakan anak kami sebagai senjata.""Anak kalian? Dia beneran hamil?" "Iya, sayang! Kamu sabar dulu, ya! Aku pasti akan menikahi kamu secara resmi. Tapi, tidak dalam waktu dekat. Aku harus bisa mendapatkan hati Kienan dulu!""Iya, sayang! Aku ngerti, kok!" jawab Rachel sembari tersenyum.***********************************Satu Minggu berlalu. Kini, Rachel sudah pulang ke rumahnya. Hari ini adalah hari dimana Akbar seharusnya memenuhi undangan pihak kepolisian. Sayang, dia mangkir. Hari ini, Akbar ada janji temu dengan seorang pengacara."Selamat siang Pak Darmawan!""Selamat siang, Bapak Akbar! Silahkan duduk!" ujarnya. "Terimakasih, Pak Darmawan!""Bagaimana, Pak Akbar? Ada yang bisa saya bantu?""Iya, Pak! Begini!" Akbar menceritakan semua masalahnya. "Posisi Bapak cukup sulit! Maaf, saya tidak bisa membantu!" ujar Pak Darmawan."Tolonglah, Pak! Saya bisa membayar Bapak mahal,asalkan Bapak bisa membantu saya bebas dari segala tuduhan!" Akbar mulai
BAB 12BURONAN"Bu Ana? Ada apa? Kok ada polisi segala? Trus, kalian mau kemana kok bawa-bawa koper segala?" tanya Bu Hindun, biang gosip di daerah mereka."Bukan urusanmu. Minggir! Kalian semua juga, bubar!" teriak Bu Ana."Hu …." Teriakan Bu Ana disambut sorakan oleh para warga. Banyak bisik-bisik tak sedap yang terdengar. Mereka memilih untuk tidak mendengarkan, dan swgwra meninggalkan tempat tersebut. "Rachel! Rachel! Bi Murni!" teriak mertuanya saat memasuki rumah Rachel."Ada apa sih,Bu? Kok teriak-teriak? Kayak di hutan saja," sahut Rachel sambil ngedumel."Kalian ngapain kesini bawa koper segala?" tanya Rachel sambil mengernnyit heran."Rumah kita disita polisi. Jadi, kami akan tinggal disini," jawab Aira."Apa? Kenapa harus disini?""Lalu kami harus kemana? Lagian, rumah ini yang beli juga Akbar. Jadi, kami juga punya hak atas rumah ini," jawab Bu Ana sewot."Bi, tolong bereskan kamar tamu! Mulai sekarang, kami akan tinggal di sini!" ujar Bu Ana kepada Bi Murni."Iya, Bu!
BAB 13SIDANG PERDANA"Halo! Ra, ini Rachel ngajak Ibu makan siang di luar. Ikut gak?" tanya Bu Ana."Ikutlah, Bu! Mau makan siang dimana? Ntar aku langsung nyusul kesana," jawab Aira. "Ya sudah, ntar Ibu kirim lokasinya." Klik.Bu Ana menutup ponselnya.Setelah bersiap-siap, mereka segera berangkat. Satu j kemudian, mereka sudah sampai di restoran yang dituju. Tak lama kemudian, Aira ikut bergabung."Mbak, sering-sering traktir kita kayak gini, dong! Biar asyik!" ujar Aira."Kalau sering-sering gak bisa, Ra. Kamu tahu kan, kondisi kita sekarang. Gak ada pemasukan sama sekali. Ini mbak hanya mengandalkan uang tabungan," jawab Rachel."Benar juga! Trus, bagaimana langkah kita selanjutnya? Khanza masih kecil. Dia masih butuh banyak biaya," ujar Bu Ana."Rencana, saya akan kerja, Bu. Ini masih cari-cari lowongan. Jadi, saya minta tolong Ibu untuk merawat Khanza. Bagaimana?""Boleh juga rencana kamu, Chel. Gak apa-apa Ibu harus merawat Khanza. Lagian, dia itu kan cucu yang selama ini I
BAB 14TERUSIRMereka segera berangkat menuju lokasi sidang. Sesampainya disana, mereka berpapasan dengan Kienan."Kienan!" panggil mertuanya.Kienan menghentikan langkahnya. Dia biarkan Bu Anak melangkah menghampirinya."Ada apa, Bu?" tanya Kienan."Apa kamu tidak mau mempertimbangkan permintaan Ibu kemarin?" tanya Bu Ana."Bu, saya rasa penjelasan saya kemarin sudah jelas. Permisi!" ujar Kienan, lalu segera melangkahkan kakinya memasuki ruang sidang.Sidang perdana ini agendanya adalah pembacaan dakwaan dari penggugat. Sidang akan dilanjutkan Minggu depan dengan agenda pemanggilan saksi.Setelah selesai sidang, Bu Ana dan Aira segera pulang ke rumah. Sementara Rachel, dia izin ingin mengunjungi temannya."Bu, aku izin ke rumah teman dulu, ya! Katanya, dia mau nawarin kerjaan! Ibu dan Aira gak papa, kan, pulang naik taksi?""Ya sudah, gak papa. Khanza bagaimana?"" Nanti aku ambil setelah dari rumah temanku.""Ya sudah. Ayo, Ra!"Mereka segera meninggalkan gedung pengadilan. Sesampai
BAB 15BERTEMU RACHEL KEMBALI"Ada apa, Sayang?" tanya Akbar.Rachel menyerahkan sebuah map kepada Akbar. "Bukalah!" ujar Rachel. Perlahan, Akbar membuka map itu. Matanya terbelalak menyaksikan isi dalam map tersebut."Apa maksudnya ini?" teriak Akbar emosi."Aku minta cerai," ujar Rachel santai."Kenapa? Aku sudah melakukan segalanya untuk kamu. Apa karena keadaanku sekarang?" tanya Akbar."Tentu saja. Mana ada perempuan yang mau punya suami narapidana? Kasus korupsi lagi!" ejek Rachel."Aku melakukan semua ini untuk kamu, Sayang!" rayu Akbar."Benar. Sayangnya, semua sudah disita dan kamu sekarang jatuh miskin! Aku gak mau hidup susah!""Aku sudah meninggalkan Kienan demi kamu! Demi anak kita! Kenapa sekarang kamu melakukan semua ini padaku?""Itu bukan urusanku! Oya, ada satu rahasia yang ingin aku beritahukan kepadamu!" ujar Rachel dengan senyum misterius.Akbar mendongakkan kepala penasaran."Khanza. Dia bukan putrimu," lanjut Rachel. Mendengar hal itu, Akbar sangat terkejut.
BAB 16MENCARI KONTRAKANKarena kehamilan itu, Rachel menuntut untuk dinikahi. Aku belum bisa menikahinya secara resmi, jadi kuputuskan untuk menikah secara siri dahulu. Untungnya, keluarganya tidak keberatan. Ibu yang kuberitahu pun juga turut gembira. Maklumlah, anak yang dikandung Rachel merupakan cucu pertama untuk Ibu. Aku hanya dua bersaudara dan adikku masih kuliah.Hari-hari kulalui dengan penuh semangat. Sebentar lagi, aku akan menjadi seorang ayah. Aku sering izin keluar kota kepada Kienan untuk menemani Rachel. Bahkan, aku pun mulai jarang ke kantor. Aku lebih asyik dengan tempat karaoke yang sudah memiliki 3 cabang.Hari ini, aku mengantar Rachel untuk memeriksakan kandungannya. Kami bertemu Kienan di depan rumah sakit. Disitulah awal malapetaka ini terjadi.*****************************Akbar menangis tergugu. Dia menyesal telah menduakan Kienan. Bagaimana mungkin dia bisa mengkhianati perempuan sebaik Kienan?Sebagai seorang istri, Kienan mampu menjalankan perannya den
BAB 17PERMINTAAN BU ANA"Kontrakan jelek begini, apa harganya gak bisa dikurangi?" tanya Bu Ana nyinyir."Gak bisa, Bu. Harganya segitu itu sudah murah. Yang lain saja gak ada yang protes," ujar Bu Markonah."Tapi itu terlalu mahal," Bu Ana masih mencoba untuk bernegosiasi."Kalau menurut Ibu kemahalan , cari saja kontrakan lain. Beres," ujar Bu Markonah sewot."Gak gitu juga Bu. Saya mu disini saja, tapi kurangi ya harganya?""Maaf, tidak bisa. Saya tidak mau kena komplain sama yang lain. Sudah, jadi apa gak ini? Kalau gak jadi gak papa, saya bisa nyari orang lain buat ngontrak.""Jangan dong, Bu! Jadi, kok. Ini uangnya," ujar Bu Ana lalu menyerahkan uang untuk kontrak sebulan."Nah, gitu dong dari tadi! Nih, kuncinya! Ingat, kalau bayar kontrakan jangan sampai telat," ujar Bu Markonah, lalu pergi. Bu Ana menghembuskan napas perlahan."Ra, kamu beneran mau pindah kesini?" tanya Cindy memastikan."Iya, tapi … aku bisa minta tolong lagi, gak?" tanya Aira lirih."Tentu. Apa?" tanya Ci
BAB 18SUGAR BABY"Sudah, Sayang. Semuanya sudah beres. Setelah ini, kita akan tinggal dimana? Aku gak mau ketemu mereka lagi," sahut Rachel."Bagaimana kalau sementara kita tinggal di tempat ibumu saja?""Apa? Gak mau. Ibu tinggal di desa, Sayang. Malas ah, pulang kesana. Tetangganya suka julid.""Biarin aja, gak usah didengerin," ujar Gerry."Gaklah! Aku mau kita pindah ke kota sebelah saja! Aku mau mendirikan butik, mumpung masih ada duitnya!""Ya sudah kalau itu mau kamu! Gini aja! Sementara kita di sini dulu aja. Di kota sebelah aku punya teman, nanti aku minta tolong dia untuk mencarikan ruko yang bagus. Bagaimana?" usul Gerry."Nah, kalau itu aku setuju. Terimakasih, Sayang!""Sama-sama!" sahut Gerry sembari memeluk kekasihnya."Sayang … mau minum gak?" tawar Rachel. "Boleh, biar aku yang ambil, kamu disini saja!" sahut Gerry.Gerry segera beranjak mengambil botol minuman keras dan dua buah gelas."Ini untuk kamu, Sayang!" ujar Gerry mengulurkan gelas berisi minuman."Terimaka