Aryo terlihat masih tetap emosi dan telah menyampaikan maksudnya yang meminta bantuan kedua sahabat dekatnya agar jadi saksi dan mendukung keputusan bercerai. Tapi Ode berusaha tenang dan tidak ingin menunjukkan rasa terkejut, termasuk juga ketidaksetujuannya terhadap apa yang diinginkan Aryo. Sedangkan Dido, hampir saja ingin menyahut protes jika tidak mendapatkan tanda diam dari Ode dengan kakinya diinjak saat akan bicara.
Untung saja di saat dalam kondisi psikologis membingungkan tersebut, sempat hadir sebuah ide di benak Ode.
“Iya nanti kita coba bantu Yo. Intinya aku dan Dido ingin yang terbaik, bagi kalian berdua,” sahut Ode diplomatis.
Aryo hanya mengangguk dan merasa kedua temannya mendukung.
“Oya, tugas kelompok kan satu sudah beres nih. Nanti saat mata kuliahnya minggu depan kamu datang Yo, karena dosen nanyain, jangan absen nggak hadir, nanti malah tambah berat nilaimu nanti untuk lulus mata kuliah ini,” jelas Ode
Malam ini Ode membongkar kembali buku-buku yang ada dalam lemari meja belajarnya. Semua bukunya jadi berantakan tidak beraturan. Satu persatu ia meneliti setiap buku hanya untuk mencari sesuatu, yaitu buku tentang kisah asmara.Pekerjaan mencari buku ia lakukan setelah sebelumnya terjadi perdebatan yang panjang antara Ode dan Dido. Diskusi mereka berdua siang tadi setelah pulang dari rumah Aryo memang terbilang alot. Mereka berusaha mencari tahu cara apa yang bisa membantu agar upaya untuk menghentikan Aryo dari sidang perceraiannya bisa berhasil. Antara Ode dan Dido terjadi perbedaan pendapat tentang hal apa yang seharusnya mereka lakukan secara praktis tapi menyentuh pusat kesadaran Aryo dan Dona.Hasil perdebatan akhirnya ditemukan. Ode sepakat juga dengan ide Dido yang ingin agar semua tulisan konsep surat-surat cinta yang pernah dibuatkan Ode untuk Aryo sebagai surat cintanya pada Dona, kembali akan mereka serahkan pada Aryo. Niat dan harapan Ode dan Dido sederhan
Dido mendekati Ode dan melihat sejenak buku yang mereka cari, tapi Ode langsung menutup buku.“Ayo Do, cepat bantu atur kembali buku-buku yang berantakan itu.” Tanpa banyak protes, Dido menurut saja perintah Ode untuk merapikan buku-buku itu meskipun Ode tidak membantunya. Tenaga Dido seperti sedang penuh, karena telah dialiri rasa gembira setelah mendapat foto sang artis idola. Sedangkan Ode langsung beranjak menuju tepi tempat tidur dan duduk bersandar sambil membaca kembali isi dari puisi-puisi yang ada di buku yang baru saja ditemukan. Ode sudah ingat dan yakin salah satu puisi yang memang sedang ia cari terdapat di halaman depannya.“Semoga usaha kita membantu Aryo bisa berhasil Do. Nanti kalau dia baca puisi ini mudah-mudahan bisa mengubah perasaan Aryo. Supaya kembali sayang sama Dona,” jelas Ode serius. Ia mulai memperhatikan kembali puisinya, seakan ingin bernostalgia lagi dengan semua kenangan yang pernah ia lalui bersama sahabat dekat
Di pendopo kampus, Ode duduk gelisah menuggu dosen pembimbing skripsinya.“Mana ya, kok belum selesai juga kelasnya?” pikir Ode sembari mengawasi tangga turun dari lantai atas tempat kelas perkuliahan.Kali ini Ode benar-benar menanti dengan serius dan tidak ingin gagal seperti tiga minggu sebelumnya, yang selalu saja tidak berhasil bertemu. Jika bukan Ode yang terlambat menemui ketika dosen telah selesai memberikan materi kuliah, kadang Ode yang tidak datang ke kampus. Adapun bahan materi skripsinya hanya ia titipkan pada pihak akademik, disertai dengan tugas makalah untuk diambil sang dosen ketika datang ke kampus.Akhirnya Ode baru menyadari dan merasakan langsung salah satu faktor yang membuat skripsi lama adalah karena sulitnya bertemu dengan dosen pembimbing untuk memeriksa bab per bab dari skripsi yang dibuat. Belum lagi ditambah dengan waktu untuk merevisi yang kadang tidak hanya sekali.Bukan hanya itu, kesulitan lain yang dialami Ode
Dido masih berharap mendapat balasan bersalaman. Ia juga menunggu jawaban gadis berbaju montir. Dari pakaiannya sudah jelas, tapi Dido masih ingin memastikan, sekaligus untuk membuka obrolan.Bukannya membalas salaman dan mengenalkan nama, sang montir terkesan cuek. Ia hanya menunjukan tangannya yang kotor dan tidak menghiraukan uluran tangan Dido.”Motornya kenapa?” tanya sang gadis montir cantik datar, dingin, tanpa senyum.”Waow, aku ndak nyangka bakal ketemu montir wuayu. Sudah lama jadi montir? Masih single? ” tanya Dido tanpa malu.”Eh, mas, mau datang servis motor atau mau jadi petugas biro jodoh?” tegas montir cantik itu mulai sedikit kesal.Dido terkejut karena mendengar suara tegas montir cantik. Akhirnya ia sadar dan mulai menjelaskan kondisi motornya. Sementara itu, dari dalam garasi bengkel, tampak seorang bapak ikut bicara.”Ra, aku sekalian makan ya, keburu l
Apa yang dialami Aryo dan Dona sebenarnya bukan hal yang baru diketahui Ode. Seiring waktu, persoalan tentang pertengkaran dalam rumah tangga mereka juga telah mulai muncul di media massa beberapa kali. Bahkan hampir empat bulan berlalu, pemberitaan kasus Aryo dan Dona masih saja muncul di media massa.Aryo sebagai anak seorang pebisnis terkenal, dan Dona puteri seorang pejabat penting, rupanya menjadi daya tarik pemberitaan wartawan pada koran rubrik gosip. Kemelut rumah tangga mereka yang bocor kini mulai menjadi berita yang menarik bagi para pegiat infotainment.Hal lain yang memang sangat mendukung Ode dan Dido dalam mendapatkan informasi tentang kabar Aryo dan Dona adalah karena sebagian dari para kakak kelas mereka adalah orang yang juga turut meliput perkembangan berita tersebut.”De, kamu sudah dengar kabar terbaru Aryo? Mereka tetap ingin bercerai ya?” tanya Santy ketika Ode pernah bertemu dengannya di perpustakaan. Ia adalah
Ode dan Dido belum juga beranjak dari tempatnya. Mereka masih memikirkan apa yang baru saja dilihatnya dan penasaran.“Iya juga. Tapi mungkin saja mereka ada kegiatan meeting di sini. Kan biasanya gitu, eksekutif muda sering ada kegiatan di luar kantor,” sahut Ode coba berprasangka positifDido mengangguk dan mereka tampak berpikir.“Jangan-jangan ini sebenarnya yang jadi sumber masalah rumah tangga Aryo dan Dona,” jelas Ode dan sempat merasa bahwa dugaan Dona pada Aryo benar.“Nah itu, aku juga mikirnya begitu,” lanjut Dido membenarkan tapi sambil sesekali masih melihat foto close up wajah gadis yang dipotretnya tadi. Ia masih terkesima dengan kecantikannya.“Apa kita telepon aja Aryo ya langsung tanyain?” usul Ode.“Eh jangan, justru nanti malah ketahuan. Bagusan gini, kita diam-diam mengamati. Kayak detektif, kayak paparazi. Ini foto biar aja aku simpan, siapa tahu nanti berguna.
Pagi yang cerah seharusnya dijalani dengan ceria. Tapi kali ini terasa berbeda bagi Ode dan Dido karena kembali mengalami ketegangan seperti yang pernah mereka rasakan saat berada di rumah Aryo.Dua hari sebelumnya, Ode dan Dido sudah mendapat surat panggilan dari Kantor Pengadilan Agama Surabaya, untuk diminta sebagai saksi dari pihak Aryo atas permintaan Aryo.“Aku sebenarnya nggak mau nih kalau begini,” keluh Ode.Ode dan Dido bingung, dilema. Mereka tidak tahu bagaimana nanti jadinya jika memberi kesaksian. Padahal mereka sendiri sudah cukup dipusingkan dengan tugas-tugas kuliah yang sering terabaikan dan selalu dalam ancaman tidak lulus.“Biarin saja De. Ikuti saja maunya. Aku juga sudah capek dan malas. Tugas kuliah kita sendiri malah jadi nggak keurus. Emangnya cuma dia saja yang kita urus?” protes Dido sesaat sebelum mereka memberi kesaksian di pengadilan agama. Ia sudah bosan dan muak karena upaya mereka untuk membantu per
Dalam sekejap, Aryo langsung maju menghampiri Ode dan Dido dengan agak berlari. Ia menerjang bagaikan banteng mengamuk, Amarahnya tidak terbendung lagi, bahkan ia seakan lupa keduanya adalah sahabat dekatnya. Ia benar-benar emosi, kecewa dan tidak terima atas sikap Ode. Harapannya yang semula semua berjalan lancar sesuai keinginannya pupus. Kesaksian tadi menjadi hambatan yang bahkan bisa jadi membuat perceraiannya gagal, atau minimal jadi tertunda.”Kamu itu teman apa bukan sih?!” hardik Aryo memaki dengan amarah yang membuncah, sebagaimana kebiasaannya jika sedang marah. Ia langsung menubruk Ode, menarik kerah bajunya dengan kasar, sedangkan Ode hanya diam dan memandangnya dengan lekat, wajah datar dan berusaha tidak terpancing emosi atau meladeni kemarahan Aryo.”Ternyata kamu nggak bantu aku! Jan##k!” tegasnya mengumpat, emosi dan wajah membara. Ia menatap Ode dengan tatapan tajam, matanya agak memerah.Ode melihat Dido dan bebe