Home / Romansa / KURUNGAN CINTA CEO KEJAM / Bab 03: Pemakaman dan pertemuan

Share

Bab 03: Pemakaman dan pertemuan

Author: Ra_ca
last update Last Updated: 2021-08-04 20:44:28

Beberapa saat kemudian, mobil untuk menjemput jenajah ibunya tiba di rumah sakit.

"Nona, mobil sudah sampai, apa kita akan pergi sekarang untuk membawa Nyonya?" ujar Bibi pengurus rumah menghampiri Aurora dan Susan.

"Apa tempat untuk pemakaman ibu sudah disiapkan?" tanya Aurora kepada Bibi pengurus rumah.

"Tentu Nona, semua telah siap dan tinggal menunggu Nona."

"Baiklah, ayo!"

Aurora bergegas meninggalkan rumah sakit untuk segera melakukan pemakaman, karena hari juga sudah mulai sore. Sesampainya di rumah, mereka segera berganti pakaian dengan warna hitam, semua anggota keluarganya tidak ada yang hadir, pemakaman hanya dihadiri oleh orang-orang terdekatnya dan para pegawainya saja, beberapa karyawan ayahnya juga hadir untuk mengantar kepergian istri dari atasan mereka.

...........................................................................................................................

Keadaan Aurora terlihat begitu lemah dan menyedihkan, walau ia berusaha terlihat tegar, akan tetapi ekspresi kesedihan itu terlihat sangat jelas di wajah cantiknya. Ia terdiam mematung tak bergeming memandangi sebuah batu nisan yang bertuliskan nama dan Poto ibunya.

Ia berkali-kali memejamkan mata untuk menghentikan air matanya yang tanpa ia sadari terus menetes membasahi pipi.

"Ibu, apa yang harus aku lakukan sekarang?" ucapnya dalam hati.

"aku tidak mau hidup sendirian di dunia ini." sambungnya.

Aurora berjongkok mengelus Poto ibunya yang berada di batu nisan.

"Semoga ibu bisa tenang dan damai di surga nanti." Ucap Aurora.

Susan mengikuti Aurora berjongkok seraya mengelus pundaknya.

Tak lama kemudian seorang pria yang berpostur tinggi dan gagah menghampiri tempat pemakaman tersebut, ditemani seseorang yang tidak lain, adalah asisten pribadinya.

Mendengar suara langkah kaki yang menghampirinya, Aurora mendongakkan wajahnya ke arah pria tersebut. Ia langsung berdiri menatapnya bingung, mungkin itu adalah rekan bisnis ayahnya, Aurora kemudian memberikan ruang untuk pria tersebut memberikan penghormatan terakhir.

"Silahkan Tuan." Ucap Aurora seraya membungkuk sopan.

Pria tersebut menatap wajah Aurora dengan dalam, tanpa ekspresi apapun. kemudian ia melirik ke arah asistennya.

"Dia adalah putri dari tuan Jordy tuan." jawab asistennya, yang telah mengerti dengan maksud tatapan tuannya.

Pria itu kembali menatap wajah Aurora dengan dingin.

"Oh." Jawabnya singkat.

Ya, tidak lain pria itu adalah Xavier Alexander. Ia segera melangkah untuk memberikan penghormatan terakhir untuk ibunya Aurora.

Disaat yang bersamaan, ketika Xavier tengah memberikan penghormatan, orang-orang mulai meninggalkan pemakaman tersebut.

"Nona... maaf, kami tidak bisa berlama-lama," ujar mereka sopan untuk berpamitan.

"Tidak apa-apa, terimakasih sudah berkenan mengantar kepergian ibu saya." Sahut Aurora kepada orang-orang tersebut seraya membungkukkan badannya.

"Kalau begitu kami permisi Nona." Pamit mereka semua.

"Silahkan." Ujar Aurora sopan.

Xavier yang telah selesai memberi penghormatan, ia tiba-tiba melangkah menghampiri Aurora, yang didampingi Susan dan bibi Lani selaku pengurus rumahnya.

"Apa kamu anak dari tuan Jordy?" ujar Xavier bertanya.

Susan yang sudah tahu siapa pria ini, ia hanya terdiam membeku tak bergeming, seluruh badannya terasa kaku seperti mati rasa, ia merasakan tekanan yang begitu hebat dari aura pria tersebut.

"Maaf Tuan, anda adalah?" Aurora balik bertanya, karena ia tidak tahu siapa pria yang berdiri di depannya saat ini.

"Kamu tidak tahu siapa saya Nona?" Xavier balik bertanya dengan dingin.

Aurora mengerutkan dahinya, karena ia memang tidak tahu siapa pria tersebut.

"Maaf atas kelancangan saya Tuan, tapi saya tidak mengenal, dan tidak tahu anda siapa," sahut Aurora.

Xavier tersenyum tipis dengan dingin diujung bibirnya, seperti ia tengahmeremehkan ucapan Aurora.

"Nona yang begitu terlihat polos." Ujarnya.

Mendengar hal itu, Aurora segera melirik kearah Susan, mencoba bertanya siapa pria tersebut, namun melihat dari ekspresi Susan saat ini, ia seperti menduga kalau pria dihadapannya, bukanlah orang biasa-biasa saja. Susan dengan ragu mendekatkan badannya kepada Aurora seraya berbisik.

"Nona... dia, dia adalah tuan Xavier Alexander, yang telah bekerja sama dengan ayah Nona." Ujar Susan sedikit menjelaskan, seraya tangan dan bibirnya bergetar.

Mata Aurora seketika langsung terbelalak dengan kaget, ia memang telah mendengar kalau perusahaan ayahnya telah bekerjasama dengan sebuah perusahaan besar bernama X.A technologi, yang pemiliknya adalah bernama Xavier Alexander, seorang pria yang dirumorkan berdarah dingin dan terkenal dengan sifatnya yang tak berbelas kasih dan tanpa ampun, akan tetapi, ia tidak pernah tahu seperti apa dari wajah pria tersebut.

"Apakah pria ini yang telah menuntut perusahaan ayah, pantas saja ayah memintaku untuk meninggalkan rumah secepatnya." Ujarnya dalam hati seraya menatap wajah Xavier.

"Tuan, maaf saya tidak mengenali anda, saya memang tidak ikut campur dalam urusan perusahaan ayah saya," ujarnya sopan.

"Nona, apakah maksud anda, kalau anda tidak tahu apa yang telah dilakukan ayah anda, dan menjelaskan bahwa anda tidak terlibat, begitu?" Tegas Xavier mencibir.

"Maaf Tuan, saya tidak bermaksud berbicara seperti itu, yang saya maksud adalah, saya tidak tahu rekan bisnis ayah saya siapa saja," sahut Aurora.

Xavier yang mendengar ucapan Aurora, ia mendengus dan sedikit menyeringai.

"Benarkah?" ujar Xavier bertanya, seraya mendekat kearahnya.

"Ya Tuan."

Aurora spontan segera mundur selangkah ke belakang dengan sangat cepat.

"Nona, apakah kamu tengah melihat hantu?" Xavier mengerutkan dahi dan mendengus geram, melihat wanita itu yang terlihat ketakutan, bahkan segera menghindari jarak dengannya.

"Maaf Tuan, saya tidak bermaksud tidak sopan," Sahut Aurora sopan, mencoba tenang walau ia sebenarnya merasa begitu tertekan.

"Wanita ini cukup tenang." Xavier berkata dalam hatinya, seraya ia menatap dalam wajah Aurora cukup lama.

"Tuan, apa ada yang mau anda katakan?" Aurora bertanya seraya ia menggenggam erat tangan Susan.

"Sepertinya kau telah menduga, bahwa aku yang telah menggugat ayahmu," tegas Xavier. Aurora hanya bisa terdiam.

"Apa tidak ada yang ingin kau utarakan?"

Xavier mencoba untuk mencari keuntungannya sendiri dibalik setiap situasi.

Aurora ragu untuk menjawab pertanyaan itu, akan tetapi, ia teringat perkataan ayahnya, kalau dia telah dijebak oleh pamannya sendiri, dan uang perusahaan, kemungkinan pamannya yang telah membawa kabur uang tersebut.

"Maaf Tuan, sepertinya ayah saya telah dijebak oleh seseorang." Ucap Aurora spontan.

"Oh... apakah menurut kamu aku yang telah menjebaknya?" seringai Xavier dibalik bibir tipisnya.

"Tidak, Tuan. Bukan seperti itu, ayah saya berkata, paman saya telah menghilang dan tidak diketahui keberadaannya," sahut Aurora menjelaskan dengan ucapan yang sedikit terbata-bata.

"Itu artinya, ayah kamu bodoh. Sebagai pemilik perusahaan, tidak bisa mengurus orang sendiri dengan benar, bagaimanapun dia harus bertanggung jawab atas kerugian perusahaanku!" tegas Xavier penuh cibiran.

"Saya mengerti Tuan." sahut Aurora singkat.

Mendengar perkataan wanita tersebut, Xavier mengerutkan dahi nya.

"Apa kau akan membiarkan ayah kamu membusuk didalam penjara?" tanya Xavier dengan seringai liciknya, "Oh iya... dan juga, aku akan menyita rumah kalian, begitu juga perusahaan, sebagai ganti rugi untuk sebagian hutang ayahmu terhadapku!" Tegas Xavier memperingatkan.

"Tuan anda--" ujar Aurora ragu, dan segera menghentikan ucapannya

"Kenapa, apa kau keberatan Nona? Bagaimanapun, aku orang yang telah kehilangan berapa milyar oleh kebodohan ayahmu itu," tegas Xavier.

"Saya mohon, jangan lakukan itu Tuan." Ucap Aurora dengan lirih.

"Heh... Nona, setiap orang harus menanggung kesalahan mereka sendiri!" Tegas Xavier, seraya ia berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan tempat tersebut.

Aurora seketika terdiam, dadanya sesak, frustasi, bingung, ia hanya bisa menangis kedalam pelukan Susan, ketika ia melihat pria itu pergi tanpa menoleh sedikitpun.

"Susan, apa yang harus aku lakukan?" Ucapnya seraya menangis tersedu-sedu bingung.

"Nona, apa kita akan meninggalkan rumah?" tanya bibi Lani ragu.

Aurora bingung harus menjawab apa, apakah ada cara untuk menyelamatkan perusahaan ayahnya, juga cara mempertahankan rumahnya, baginya, rumah tersebut begitu berarti, karena begitu banyak menyimpan kenangan bersama ibunya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KURUNGAN CINTA CEO KEJAM    Bab 29- Memprovokasi Xavier

    Aurora menarik napas panjangnya yang dalam dan berat. Dia menggelengkan kepalanya seraya merubah ekspresi yang semula datat. Raut wajah Aurora kini berubah ramah kembali, dengan senyuman tipis yang menghiasi ujung bibirnya. "Nona Lusi, apakah pria seperti Xavier ... bisa menjadi milik anda seorang?" ujar Aurora bertanya dengan santai. Lusi mengerutkan dahinya, jelas dia tahu dengan pasti. Pria seperti Xavier yang selalu menjadi incaran para wanita, tidak akan cukup dengan satu wanita. Namum rasa ingin menguasai itu tidak bisa dia kendalikan. Xavier hanya boleh menjadi miliknya seorang. Aurora menyunggingkan kembali senyum tipisnya. "Sepertinya anda sadar akan hal itu. Kalau begitu jangan terlalu rakus, Nona." Aurora kembali mengingatkan. "Dasar jalang gila, berani sekali kau mengatakan aku rakus. Kau tidak tahu seberapa istimewa hubungan kami," ujarnya seraya mendelikkan bola matanya. "Ouw, lalu apakah Nona Lusi tahu seberapa istimewa hubungan kami?" jawab Aurora dengan melempark

  • KURUNGAN CINTA CEO KEJAM    Bab 28 - Perdebatan Aurora dan Lusi part 2

    Aurora sejenak terdiam, dia menarik napas panjang dan kembali menghembuskannya berat. Dia setidaknya memang berhutang budi kepada Xavier, tapi bukan berarti dia bisa di tindas begitu saja oleh orang lain, bahkan tidak dia kenali. "Nona, ketika anda memanggilnya dengan sebutan namanya, apakah itu tandanya oramg lain tidak boleh memanggilnya seperti itu?" tanya Aurora masih dengan ekspresi, dan nada bicaranya yang tenang. Semua orang yang melihat, dan tengah memperhatikan kejadian saat ini, mereka semua tercengang heran, tak menyangka. "Siapa wanita yang baru saja ke luar dari ruangan presdir itu?" tanya seorang karyawan di ujung sana, yang sedari awal sudah memperhatikan kejadiannya seperti apa. "Entahlah, tadi saya melihat. Asisten pribadi Luxas, bahkan menjemputnya hingga lobi," jawab seorang karyawan di sampingnya. "Benarkah? Itu artinya, status wanita cantik itu bukan orang biasa. Atau mungkin dia adalah wanita baru presdir?" salah satu karyawan lain menimpali perbincangan dua

  • KURUNGAN CINTA CEO KEJAM    Bab 27 - Perdebatan Aurora dan Lusi part 1

    Xavier terdiam menatap wajah Aurora bingung, sebenarnya apa yang telah terjadi, kenapa dia melupakan banyak hal, tentang cerita dan kisah lalu kehidupan dirinya."Baiklah. Aku masih ada pekerjaan. Kamu bisa menungguku di sini terlebih dahulu," ujar Xavier setelah selesai makan siang, buatan Aurora. "Apa tidak apa-apa, jika aku menunggu di sini?" tanya Aurora sedikit ragu. "Memangnya kenapa?" tanya balik Xavier seraya sedikit mengerutkan dahinya. "T-tidak apa-apa," jawab Aurora sedikit canggung."Baiklah, lakukan apapun yang kau mau, tunggu aku selesai bekerja!" tegas Xavier seraya bangkit dari tempat duduknya. Dia berdiri merapihkan jas dan dahinya, berlalu pergi meninggalkan ruangan kantornya, diikuti oleh Luxas dari belakang. Sementara Aurora yang sedikit bosan, dia memutuskan untuk membaca buku yang ada di ruangan kerja Xavier. ***Lusi yang sudah sedari pagi menunggu balasan dari Xavier, namun tidak juga kunjung datang, dia memutuskan untuk menemui Xavier kembali di kantorny

  • KURUNGAN CINTA CEO KEJAM    Bab 26 : Ke kantor xavier.

    Aurora sedikit tercengang, ia sungguh tidak mengerti dengan apa yang saat ini Xavier pikirkan. Bukankah pernikahan ini hanya sebuah kontrak semata, dia juga semula yang menegaskan jangan pernah muncul di halayak ramai. Lalu apa yang saat ini pria itu pikirkan. 'Menyuruhku mengantar makan siang ke kantor? yang benar saja' pikirnya bingung. 'Sudahlah. Pria itu memang tuannya, raja segala keputusan. Terserah dia ingin apa' Seraya menunggu sup itu matang dengan benar, Aurora sedikit larut dalam pikirannya sendiri. "Kamu mendengarku tidak?" tanya Xavier, karena sepertinya Aurora tidak mendengarkan dengan baik. "Ah ... saya mendengarnya. Sebentar saya tengah mencicipi masakannya terlebih dahulu." Ujarnya beralasan. "Baiklah, minta pak Nan untuk mengantar. berpakaian yang bagus!" walau ucapannya tegas, namun nada bicaranya saat ini sedikit lebih lembut. "Saya mengerti, saya tutup teleponnya, ya?" Walau dengan p

  • KURUNGAN CINTA CEO KEJAM    Bab 25: Pertaruhan. Suamiku

    "Hoam ...." Aurora yang masih menguap merasakan ngantuk, seketika ia menutup mulutnya. Ketika ia sadari Xavier tengah duduk di sampingnya, menatap dirinya dengan tajam. "Kenapa kamu ada di sini?" spontan Aurora bertanya, dengan keadaannya yang masih sedikit linglung. "Ini tempat tidurku." Jawab Xavier dingin.Aurora memperhatikan sekelilingnya, benar saja, ruangan ini adalah kamar pribadi Xavier. Kenapa dia bisa berbaring di atas ranjang pria ini. Matanya terbelalak, ketika dia mengingat hal apa saja yang terjadi malam tadi. Aurora melirik Xavier dengan ujung matanya, dia ingin bertanya mengenai ucapan yang selalu Xavier gumamkan, ketika pria itu berada dalam keadaan mabuk."Sudahlah, tidak perlu di pikirkan." Ujarnya dalam hati. "Kenapa, apa ada yang ingin kamu tanyakan?" tanya Xavier menelisik ke dalam matanya. "T-tidak," sahutnya gelagapan. Mendengar jawaban Aurora, Xavier hanya mengerutk

  • KURUNGAN CINTA CEO KEJAM    Bab 24: Tabir masa lalu

    Suara cicitan burung di pagi hari, rasa dahaga di tenggorokannya, membuat Xavier tersadar. Mau tidak mau, walau kepalanya sungguh terasa berat, dia memaksakan diri untuk bergerak. "Uh ... ini kamarku?" Xavier memeriksa sekitarnya. ia melirik jam di atas nakas. "Sudah siang." Gumamnya.Dia mencoba beranjak dari atas ranjangnya, disibakan selimbutnya ke sebelah dirinya. Namun betapa terjetunya, ketika dia melihat Aurora yang tengah tertidur di samping ranjangnya.Wanita itu terlelap dalam keadaan duduk di kursi, dan separuh bagian atas tubuhnya terlengkup di atas ranjang samping Xavier"Apakah wanita ini, semalaman tidur dalam posisi seperti ini?" ujar Xavier menatap dalam wanita tersebut. Matanya melihat, dan memastikan baju yang saat ini dia kenakan, tentunya sudah berbeda dengan pakaiannya semalam, batinnya bertanya-tanya, sejak kapan wanita jahat ini perhatian terhadap dirinya. Xavier hanya terdiam dengan posisi tubuhn

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status