Share

Bertemu Emily

Author: greyy2
last update Last Updated: 2021-10-12 20:36:22

Suara jangkrik terdengar. Angin dingin berhembus menerpa kulit. Daun-daun berguguran. Aroma tanah yang basah setelah diguyur hujan menguar. Rumput tebal sebagai alas makin membuat tubuh merasakan dingin.

Suara binatang yang mengaum samar-samar masuk ke indra pendengarannya. Batinnya kebingungan. Apakah kematiannya cuma mimpi? Tetapi mengapa rasanya benar-benar menyakitkan kala peluru itu menembus jantungnya?

Lalu jika bukan mimpi apa yang baru saja dia dengar dan rasakan saat ini?

Aden membuka kedua matanya. Dia tidak perlu menyesuaikan cahaya karena hari sudah malam. Hanya bulan sabit lah yang terlihat muncul dari balik awan.

Setelah itu dia berusaha duduk dari posisi berbaringnya. Matanya melihat sekeliling. Ini di luar ruangan, lebih tepatnya bisa dibilang hutan karena banyaknya pepohonan dan semak-semak belukar. Dahinya mengernyit. Mengapa dia bisa berada di sini?

Apakah orang dengan tangan kotor seperti dirinya tidak masuk ke dalam neraka? Rasanya tidak mungkin.

Masih sibuk memikirkan apa yang terjadi padanya, suara adu pedang kembali terdengar. Kini lebih keras dan seakan makin mendekat. Aden berdiri, memilih bersembunyi di balik pohon yang sekiranya bisa menyamarkan tubuhnya. Karena kan dia tidak tahu apakah mereka itu kawan atau musuh.

Trang trang trang.

Boom.

Duar!

Tiba-tiba seorang pria terpental. Tubuhnya tengkurap mencium tanah. Segera saja dia berdiri dan berbalik. Dia berlari secepat kilat ke arah tadi terpental.

"Auman halilintar!" pria itu teriak. Pedangnya yang terlihat diselimuti listrik dia arahkan ke seorang wanita yang tengah menunggangi beruang hitam, yang besarnya tidak bisa dikatakan normal.

"Apakah beruang itu hidup? Tetapi mengapa bisa sampai sebesar itu? Lalu hei, apakah pria itu yakin melawan wanita lemah itu?" tanya Aden pelan ketika melihat pria itu yang-

Sratt.

Crass.

Mata Aden membola menyaksikan pertarungan keduanya. Dia tarik kembali kata-katanya yang mengatakan wanita penunggang beruang itu lemah. Nyatanya hanya sekali pecutan pria itu tumbang.

"Wow! Benar-benar luar biasa!" pekiknya. Tak sadar Aden mengucapkan itu setengah berteriak. Si wanita penunggang beruang pun melihat ke arahnya.

"Siapa kau?"

Aden ingin melarikan diri ketika sadar pertanyaan itu ditujukan padanya. Namun langkahnya tidaklah lebih cepat ketimbang wanita itu yang dengan ajaibnya bisa terbang tanpa menggunakan sayap dan berdiri di depannya.

"Hantu!"

Plakk.

Mulut Aden ditampar wanita itu ketika tangan Aden menunjuk ke arahnya sambil mengatai bahwa dia hantu. Bah, mana ada hantu secantik dirinya.

"Apa matamu buta? Kakiku menapak di tanah, lihat!" suruh si wanita agar Aden melihat ke arah kakinya. Aden mengangguk percaya. Wanita itu menyedekapkan kedua tangannya di dada.

"Lalu apa yang kau lakukan di sini, bocah awam? Kalau aku tak melihat tingkat pelatihanmu terlebih dahulu, mungkin aku sudah melayangkan cambukku. Yah meski kau tak akan seberuntung pria di seberang sana." tangannya mengarah ke pria yang bertarung dengannya. "Dia hanya pingsan. Kalau kau, sudah bisa dipastikan akan mati saat itu juga."

Heh, wanita aneh ini berani-beraninya memanggilnya bocah. Dia bahkan hampir berkepala tiga. "Seharusnya aku yang memanggilmu bocah, nak. Umurku sudah dua puluh delapan tahun. Selain itu asal kau tahu saja, cambukmu itu tidak akan bisa membunuhku. Aku ini sudah kebal dengan barang yang seperti itu. Oh ya terkecuali dengan pistol."

Aden jadi teringat kembali momen kematiannya. Eh tunggu sebentar, jadi dia hidup kan sekarang ini?

"Hahahaha. Bocah ini ternyata tidak waras." wanita itu tertawa terpingkal-pingkal sambil memegangi perutnya. Baru setelah tawanya berhenti dia melanjutkan kalimatnya. "Seharusnya kau masih tiga belas, atau mungkin lima belas tahun."

Aden tidak menghiraukan ucapan si wanita. Dia memegang pundak wanita itu dan mengguncangkannya. "Aku hidup? Jadi aku masih hidup bukan?"

"Ya, ya. Kau masih hidup karena aku tak membunuhmu tadi." alis wanita itu naik sebelah merasa heran karena melihat bocah laki-laki di depannya itu melompat-lompat kegirangan.

Dasar bocah, batinnya. Wanita itu memanggil beruang miliknya. "Max."

Max langsung menghampiri mereka, lebih tepatnya menghampiri wanita itu. Dia melambaikan tangannya pada Aden. "Baiklah kita berpisah di sini bocah."

Aden masih saja melompat-lompat, menghiraukannya. Perempat siku muncul di dahinya. Sungguh baru kali ini ada manusia awam berani mengacuhkannya. Tetapi yah berhubung suasana hatinya sedang bagus dia tak akan menyentuh Aden.

Saat wanita itu menghilang, Aden berhenti melompat. Gila. Hal gila apa yang barusan dia lakukan? Melompat-lompat seperti bocah berusia tiga tahun yang diberi gulali manis satu kamar. Oh astaga, jika ada anak buahnya yang melihatnya seperti ini, Aden ingin sekali menggali lubang dan bersembunyi di sana. Benar-benar tidak cocok dengan image pemilik dunia bawah.

Aden melihat ke tempat di mana wanita tadi berdiri namun kosong. Dia melihat ke sebelah kirinya, beruang besar itu juga menghilang. Astaga. Dia lupa menanyakan ini di mana.

Di lain tempat.

"Emily, kau-"

Wanita yang dipanggil Emily itu memukul punggung beruang yang ditungganginya. Yah dialah wanita yang ditemui Aden tadi.

"Apa kau lupa aku melarangmu memanggil namaku dengan nama menjijikkan itu, Max! Panggil aku Tuan Rednight." seperti yang kalian tahu, nama ini diambil dari kata red yang berarti merah. Dan night yang berarti malam. Dia memakai nama ini digabungkan.

Oleh karena itu Max mendengus. "Nama yang sangat tidak cocok untukmu, Em. Lagipula kau wanita, bukan pria. Orang lain tidak akan memanggilmu tuan."

Baiklah kita panggil saja si Emily ini dengan nama aslinya saja oke. Karena kalau dipanggil Rednight, nanti kesannya kita lupa kalau dia wanita.

Emily turun dari punggung Max. "Kalau begitu kita putuskan kontrak majikan dan peliharaan ini. Biar aku cari saja hewan yang lain."

"Kau lupa kita tidak mengikat kontrak?" Max sebenarnya ingin bebas dari Emily, tetapi dia tidak bisa mengingkari janjinya dengan orang itu. Ya, dia harus tetap bersama Emily apapun yang terjadi, sampai dia dihidupkan kembali.

Kini giliran Emily yang mendengus sebal. Oh ayolah dia mulai muak terus bersama Max. Bayangin coba selama seratus dua puluh tahun, siang dan malam hewan itu tidak pernah menghilang dari pandangannya. Kan sekali-kali Emily ingin melihat pemandangan lain juga.

Dia sudah mencari ke dalam hutan level perak, level emas, daratan ketujuh (ketiga tempat ini merupakan tempat di mana biasanya hewan buas berkumpul ataupun tinggal), bahkan hanya sekadar bertarung dengan musuh untuk mengambil hewan mereka.

Tetapi entah mengapa tidak ada yang cocok dengannya.

Dan Emily pikir ini semua karena Max. Hewan tua jelek itu membuat auranya sebagai majikan yang baik hati dan penyayang jadi tertutup.

"Kau jangan mengataiku tua, Em! Bahkan umurmu sekarang sudah seratus empat puluh lima tahun." bela Max bersungut-sungut.

Emily dan Max bisa membaca pikiran masing-masing. tetapi Emily memaksa agar Max memberinya privasi, begitu pula sebaliknya. Jadi Max memutuskan akan membaca pikiran Emily jika itu berkaitan dengannya. Yah seperti tadi.

Emily mendecih tidak suka saat diingatkan tentang usianya. Oh ayolah dia itu masih terlihat cantik dan elegan tanpa ada keriput di sekitar mata ataupun dahi layaknya nenek tua. Bahkan acapkali musuh yang tidak mengenalnya mengira kalau Emily seorang bocah yang luar biasa karena kekuatannya hampir mengalahkan tingkatan seorang kesatria level perak.

Emily memang tidak bangga akan hal itu. Karena bagaimanapun di usianya yang ke enam belas tahun, dia sudah mencapai level perak tahap menengah. Lalu di usianya yang kini, mengalahkan level perak sangatlah mudah. Itu seharusnya.

Hanya saja karena pertarungan beberapa dekade yang lalu, kekuatannya tersegel separuh. Kini sambil bepergian ke berbagai tempat, Emily mencoba mengumpulkan kembali kekuatannya. Memang sangat susah baginya. Apalagi jika tiba-tiba muncul orang dengan level yang sedikit lebih tinggi, atau sama dengannya itu akan sedikit menyulitkannya.

Ingat ya, itu cuma sedikit. Karena bagaimanapun juga Emily ini orang yang cukup pintar membuat musuhnya terpicu emosi melalui kata-katanya sehingga dia bisa mencari celah dari sana.

Mungkin bisa saling adu domba, begitulah maksud dari kata-kata tadi. Kalaupun lawannya cuma satu tetap bisa tetapi soal caranya, itu ada banyak. Intinya selain tua Emily ini juga punya akal licik guna mengelabui musuh.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kaisar Naga Langit   Munculnya Binatang Buas Level Dua – bagian 2

    Aden, Nugi, dan Mizu bersiap. Ketiganya berdiri di depan Wuzu dan Lin. Aden mengacungkan pedang, menatap si pemimpin serigala. Serigala itu menggeram melihat mata Aden, merasa seolah-olah bisa mengalahkannya dengan mudah. Nugi dan Mizu saling lirik. Masing-masing membatin akan menunjukkan siapa yang bisa mengalahkan serigala itu lebih banyak lalu mengambil posisi sebagai ketua. Hanya dengan lirikan itu, keduanya seperti merasa sedang berlomba dan berlari maju bersamaan. Beberapa serigala itu pun maju. Mereka melewati Aden karena berpikir dia bagian sang pemimpin. Nugi mengeluarkan tombak serta cambuknya. Kali ini dia akan menggunakan dua senjata itu. Berbeda dari Aden, serigala itu tidak akan berpikir secerdas manusia. Mereka hanya mengandalkan kemampuan bertarung dan bertahan di alam bebas. Dari tiga serigala yang menyerangnya, Nugi berhasil menumpas dua diantaranya. Dia memakai trik yang sama sewaktu bertarung dengan

  • Kaisar Naga Langit   Munculnya Binatang Buas Level Dua

    Pagi ini, para siswa baru sudah berada di lapangan. Masing-masing membawa tas di punggung yang berisi senjata, bekal, serta obat-obatan. Kemarin Zidi berpesan agar mereka membawa obat untuk berjaga-jaga, karena setelah mereka masuk dia tidak mungkin membuntuti mereka dan menolong apabila sesuatu terjadi. Namun, untuk kasus tertentu mereka boleh menyalakan api warna sebagai tanda bahaya. Api warna itu semacam petasan kembang api, namun tidak meledak. Jika dilepaskan ke langit maka akan terlihat warna merah dan kuning. Sebelum mereka berangkat, Zidi memberi kantung penyimpanan untuk wadah tanaman obat yang mereka dapatkan. Batas waktu sampai pukul lima sore. Jadi mereka harus sudah berkumpul kembali di lapangan sebelum waktunya habis. "Siapa yang menjadi ketua?" tanya Mizu melihat kelompoknya. Matanya menilai mereka satu persatu, lalu menghembuskan napas. "Tidak ada yang pantas selain aku." ucap Mizu menunjuk dirinya sendiri. Rautnya agak terbebani, ked

  • Kaisar Naga Langit   Misi Pertama

    Suasana kelas pagi ini tidak berbeda seperti dua hari yang lalu. Zidi masih saja menyulitkan siswa baru dengan serangkaian tindakan yang didasarkan atas statusnya sebagai guru. Dan mereka sebagai murid tentu harus menurutinya. Hampir sepuluh hari mereka dilatih keras oleh Zidi. Banyak yang mengeluh karena latihannya berat. Bagaimana tidak, Zidi terus membuat mereka menggerakkan tiap bagian tubuh mereka. Alhasil tiap pulang mereka akan kelelahan. Meski begitu, mereka bisa dikatakan beruntung. Karena dari rumor yang ada, angkatan yang dilatih oleh Zidi kebanyakan menghasilkan murid yang hebat. Salah satunya Kirin. Oleh karena itu kemarin Kirin berani menghentikan Zidi yang hendak menampar Yilu. Bagi Zidi Kirin merupakan murid favoritnya, jadi dia tidak begitu perhitungan saat amarahnya mereda. Latihan-latihan yang diajarkan Zidi merupakan tingkatan ketiga dari tahap dasar. Seperti melihaikan gerakan senjata yang dipakai, menggunakannya untuk bertarung d

  • Kaisar Naga Langit   Flashback

    Kirin melihat token itu sekali lagi, lalu bertanya, "Apa dia mengetahui tentang ini?""Tidak." jawab Edgar cepat, "Ah, namun dia memang ada di sana saat Emily memberikan token itu padaku. Meski begitu dia belum sempat melihatnya." tambah Edgar.Dahi Edgar berkerut, dia mencoba mengingat kembali kejadian dua malam yang lalu.FlashbackMalam ini, awan putih terlihat bergumul di langit. Awan-awan itu bergerak pelan tertiup angin. Udara malam ini tidak terlalu dingin, jadi menguntungkan bagi mereka yang bertugas jaga. Beruntungnya juga hujan tidak turun, padahal beberapa hari terakhir jam-jam segini sudah hujan deras.Kali ini giliran berjaga sampai dini hari merupakan tugas Edgar. Dia bersama dua guru lain dan lima murid senior dibagi menjadi empat kelompok. Kemudian mereka pergi ke arah yang sudah ditentukan.Hampir empat jam lamanya, mereka ke

  • Kaisar Naga Langit   Token

    "Lili." gadis itu memperkenalkan diri. Senyum manis lagi-lagi tak pernah luput dia sunggingkan."Apa kita pernah bertemu?" tanya Aden.Lili terlihat syok karena Aden tidak mengingatnya, sementara Jin menatap keduanya bergantian. Apakah si Lili salah satu fans Aden?Aden benar-benar tidak ingat siapa Lili. Baru saat Lili mengatakan mereka bertemu di padang rumput beberapa hari lalu, Aden ingat."Kita ternyata satu angkatan, ya." Lili mulai bicara karena ketiganya kompak tidak ada yang membuka percakapan. Daripada canggung, bukan?Jin mengiyakan. Dia menanyakan darimana asal Lili. Siapa tahu dia kenal. Lagipula mana bisa dia mengabaikan Lili yang cantik itu."Aku dari Kerajaan Sheng," sahut Lili.Mata Jin terbuka lebar, "Apa kau seorang putri?"Jin begitu terkejut saat Lili menganggukkan kepalanya. Bagaimana dia bisa melewatkan daftar gadis yang bisa menjadi calonnya?Tak!"Aduh!" Jin mengusap dahinya yang terkena r

  • Kaisar Naga Langit   Aden vs Nugi

    Yang diucapkan Nugi benar. Besoknya, Aden berada di kelas yang sama dengan Jin dan Nugi. Ini hanya sementara, kalau Edgar sudah selesai dengan urusannya maka Aden dilatih langsung olehnya.Untuk tahun ini, jumlah murid hanya tiga puluh orang. Sangat sedikit ketimbang tahun yang lalu. Sudah jelas ini disebabkan ujiannya. Kalau ditotal dari keseluruhan, murid yang diterima kurang dari sepuluh persen.Seperti yang dikatakan kemarin, mulai sekarang mereka akan berlatih. Entah bisa dibilang keberuntungan atau kesialan, murid baru yang sekarang diajar oleh Zidi.Jubang merahnya dia tepuk-tepuk sebentar, kemudian menaruh kedua tangannya di belakang. Menghitung berapa murid yang sudah duduk.Matanya agak menyipit kala melihat tiga orang yang menonjol datang. Ya, siapa lagi kalau bukan Aden, Nugi, dan Jin. Mungkin kelihatannya Jin hanya pelengkap, namun Jin juga memiliki latar belakang dari keluarga kerajaan meski bukan pangeran. Bangku yang tersisa ada lima. Dua

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status