Kirin melihat token itu sekali lagi, lalu bertanya, "Apa dia mengetahui tentang ini?"
"Tidak." jawab Edgar cepat, "Ah, namun dia memang ada di sana saat Emily memberikan token itu padaku. Meski begitu dia belum sempat melihatnya." tambah Edgar.
Dahi Edgar berkerut, dia mencoba mengingat kembali kejadian dua malam yang lalu.
Flashback
Malam ini, awan putih terlihat bergumul di langit. Awan-awan itu bergerak pelan tertiup angin. Udara malam ini tidak terlalu dingin, jadi menguntungkan bagi mereka yang bertugas jaga. Beruntungnya juga hujan tidak turun, padahal beberapa hari terakhir jam-jam segini sudah hujan deras.
Kali ini giliran berjaga sampai dini hari merupakan tugas Edgar. Dia bersama dua guru lain dan lima murid senior dibagi menjadi empat kelompok. Kemudian mereka pergi ke arah yang sudah ditentukan.
Hampir empat jam lamanya, mereka ke
Suasana kelas pagi ini tidak berbeda seperti dua hari yang lalu. Zidi masih saja menyulitkan siswa baru dengan serangkaian tindakan yang didasarkan atas statusnya sebagai guru. Dan mereka sebagai murid tentu harus menurutinya. Hampir sepuluh hari mereka dilatih keras oleh Zidi. Banyak yang mengeluh karena latihannya berat. Bagaimana tidak, Zidi terus membuat mereka menggerakkan tiap bagian tubuh mereka. Alhasil tiap pulang mereka akan kelelahan. Meski begitu, mereka bisa dikatakan beruntung. Karena dari rumor yang ada, angkatan yang dilatih oleh Zidi kebanyakan menghasilkan murid yang hebat. Salah satunya Kirin. Oleh karena itu kemarin Kirin berani menghentikan Zidi yang hendak menampar Yilu. Bagi Zidi Kirin merupakan murid favoritnya, jadi dia tidak begitu perhitungan saat amarahnya mereda. Latihan-latihan yang diajarkan Zidi merupakan tingkatan ketiga dari tahap dasar. Seperti melihaikan gerakan senjata yang dipakai, menggunakannya untuk bertarung d
Pagi ini, para siswa baru sudah berada di lapangan. Masing-masing membawa tas di punggung yang berisi senjata, bekal, serta obat-obatan. Kemarin Zidi berpesan agar mereka membawa obat untuk berjaga-jaga, karena setelah mereka masuk dia tidak mungkin membuntuti mereka dan menolong apabila sesuatu terjadi. Namun, untuk kasus tertentu mereka boleh menyalakan api warna sebagai tanda bahaya. Api warna itu semacam petasan kembang api, namun tidak meledak. Jika dilepaskan ke langit maka akan terlihat warna merah dan kuning. Sebelum mereka berangkat, Zidi memberi kantung penyimpanan untuk wadah tanaman obat yang mereka dapatkan. Batas waktu sampai pukul lima sore. Jadi mereka harus sudah berkumpul kembali di lapangan sebelum waktunya habis. "Siapa yang menjadi ketua?" tanya Mizu melihat kelompoknya. Matanya menilai mereka satu persatu, lalu menghembuskan napas. "Tidak ada yang pantas selain aku." ucap Mizu menunjuk dirinya sendiri. Rautnya agak terbebani, ked
Aden, Nugi, dan Mizu bersiap. Ketiganya berdiri di depan Wuzu dan Lin. Aden mengacungkan pedang, menatap si pemimpin serigala. Serigala itu menggeram melihat mata Aden, merasa seolah-olah bisa mengalahkannya dengan mudah. Nugi dan Mizu saling lirik. Masing-masing membatin akan menunjukkan siapa yang bisa mengalahkan serigala itu lebih banyak lalu mengambil posisi sebagai ketua. Hanya dengan lirikan itu, keduanya seperti merasa sedang berlomba dan berlari maju bersamaan. Beberapa serigala itu pun maju. Mereka melewati Aden karena berpikir dia bagian sang pemimpin. Nugi mengeluarkan tombak serta cambuknya. Kali ini dia akan menggunakan dua senjata itu. Berbeda dari Aden, serigala itu tidak akan berpikir secerdas manusia. Mereka hanya mengandalkan kemampuan bertarung dan bertahan di alam bebas. Dari tiga serigala yang menyerangnya, Nugi berhasil menumpas dua diantaranya. Dia memakai trik yang sama sewaktu bertarung dengan
Di ruang bawah tanah yang pengap dan minim cahaya, seorang pria yang tubuhnya dipenuhi luka diikat di kursi. Matanya ditutup dengan kain. Tetapi kain itu dengan cepat dilepas oleh pria yang berdiri di depannya dengan kasar."T-tuan ..." ucapnya tersengal karena napasnya terasa tercekat. Siksaan yang diberikan oleh pria yang dia panggil tuan itu nyaris membuatnya kehilangan nyawa.Tetapi dia belum mau mati sekarang ini. Dia harus meluruskan ah tidak meyakinkan tuannya itu."Sudah kubilang aku tidak mengizinkan siapa pun berkhianat. Dan meskipun kau tangan kananku sendiri aku tidak akan mengecualikannya!" Aden Tereo, seorang pengusaha kaya raya di negara Z itu menggeram marah."B-bukan ak-akhh!" pria itu kembali berteriak ketika Aden menancapkan pisau di paha kirinya. Darah segar pun mengucur.Pria itu meringis. Tubuhnya terasa hampir mati rasa. Oh god tolong jangan biarkan dia mati dahulu. Dia tidak bisa membiarkan Aden mengalami kejadian yang buruk
Suara jangkrik terdengar. Angin dingin berhembus menerpa kulit. Daun-daun berguguran. Aroma tanah yang basah setelah diguyur hujan menguar. Rumput tebal sebagai alas makin membuat tubuh merasakan dingin.Suara binatang yang mengaum samar-samar masuk ke indra pendengarannya. Batinnya kebingungan. Apakah kematiannya cuma mimpi? Tetapi mengapa rasanya benar-benar menyakitkan kala peluru itu menembus jantungnya?Lalu jika bukan mimpi apa yang baru saja dia dengar dan rasakan saat ini?Aden membuka kedua matanya. Dia tidak perlu menyesuaikan cahaya karena hari sudah malam. Hanya bulan sabit lah yang terlihat muncul dari balik awan.Setelah itu dia berusaha duduk dari posisi berbaringnya. Matanya melihat sekeliling. Ini di luar ruangan, lebih tepatnya bisa dibilang hutan karena banyaknya pepohonan dan semak-semak belukar. Dahinya mengernyit. Mengapa dia bisa berada di sini?Apakah orang dengan tangan kotor seperti dirinya tidak masuk ke dalam neraka? Ras
Daratan Genezula. Sebuah tempat yang sangat luas, di mana di dalamnya berdiri beberapa perguruan. Ada lima perguruan besar, dan kurang dari sepuluh perguruan kecil. Setidaknya itu untuk saat ini. Kalau ditanya mengapa jumlahnya tidak pasti, tentu saja itu karena sebuah pertarungan.Biasanya di dalam perguruan kecil tidak memiliki banyak kesatria di dalamnya. Meski terkadang ada yang memiliki jumlah hampir sama dengan perguruan besar, jarang ada yang mencapai level tinggi.Itulah sebabnya perguruan kecil jumlahnya sering berkurang. Tetapi bisa juga karena hal lain. Misalnya, sebagai benteng pertahanan mereka gabung ke perguruan besar. Tentu hal ini tidak bisa diremehkan, karena kelima perguruan itu sangatlah kuat.Dan sebagai bayaran, perguruan kecil tersebut berganti nama seperti perguruan yang diikutinya. Pada akhirnya, perguruan itu pun dianggap musnah.Di Daratan Genezula, tepatnya di ujung timur terdapat Hutan Saga yang kaya akan unsur-unsur yang bisa
"Jadi kau bukan Maden?""Tentu saja bukan." ini suara Emily. Pria itu hanya mengangguk tanda mengiyakan, sementara Aden sendiri kembali menampilkan raut sedihnya.Emily sungguh tidak peduli dengan suasana hati Aden, meski saat sedih dia mirip seperti anak kecil yang kehilangan permennya. Emily tidak tahu saja yang dirasakan Aden lebih dari itu.Sebelum Emily berkata lagi, pria itu lebih dahulu berbicara. "Namaku Edgar. Kau sendiri mengapa di sini? Tempat ini terlalu berbahaya bagimu."Melupakan rasa sedihnya, Aden menjawab. "Mungkin bagi kalian ini terdengar konyol. Tetapi ini memang faktanya,"Aden menjeda kalimatnya sebentar. Emily tampak gusar, menyuruh Aden agar segera mengatakannya. "Cepat bocah!""Aku hidup kembali.""Apa?""Beberapa saat yang lalu aku mati karena luka tembak. Dan entah mendapat keajaiban darimana, aku hidup kembali. Tetapi bukan dalam wujudku yang dahulu, melainkan aku menyusut. Yah seperti yang kalian l
"Lupakan saja bocah!" Dahi Aden berkerut. "Mengapa?" Lagi-lagi Edgar yang menjelaskan dengan sabar, karena sudah pasti Emily tidak mau bersusah payah. Menurutnya tidak ada gunanya juga jika Aden tahu. "Benda itu tidak ada satupun yang pernah melihatnya. Yah bisa dikatakan seperti dongeng yang diturunkan ke generasi oleh para leluhur. Konon, barangsiapa yang bisa mendapatkan mustika itu mereka juga bisa menduduki puncak hierarki. Beberapa orang pun ada yang tertarik untuk memilikinya. Jadi mereka mencari ....." "Bagaimana mereka mencarinya kalau tidak ada yang pernah melihat seperti apa benda itu?" tanya Aden memotong ucapan Edgar. "Banyak tanya kau!" geram Emily. Dia lantas mengambil sesuatu dari balik bajunya dan melemparkannya ke Edgar. Aden tidak tahu apa itu, karena Edgar langsung memasukkannya ke kantung. Setelahnya, Emily memanggil Max yang sejak tadi di pinggir sungai dan akan mencebur ke dalam untuk menangkap ikan yang lewat. M