Share

Kaisar Naga Langit
Kaisar Naga Langit
Penulis: greyy2

Kematian Aden

Di ruang bawah tanah yang pengap dan minim cahaya, seorang pria yang tubuhnya dipenuhi luka diikat di kursi. Matanya ditutup dengan kain. Tetapi kain itu dengan cepat dilepas oleh pria yang berdiri di depannya dengan kasar.

"T-tuan ..." ucapnya tersengal karena napasnya terasa tercekat. Siksaan yang diberikan oleh pria yang dia panggil tuan itu nyaris membuatnya kehilangan nyawa.

Tetapi dia belum mau mati sekarang ini. Dia harus meluruskan ah tidak meyakinkan tuannya itu.

"Sudah kubilang aku tidak mengizinkan siapa pun berkhianat. Dan meskipun kau tangan kananku sendiri aku tidak akan mengecualikannya!" Aden Tereo, seorang pengusaha kaya raya di negara Z itu menggeram marah.

"B-bukan ak-akhh!" pria itu kembali berteriak ketika Aden menancapkan pisau di paha kirinya. Darah segar pun mengucur.

Pria itu meringis. Tubuhnya terasa hampir mati rasa. Oh god tolong jangan biarkan dia mati dahulu. Dia tidak bisa membiarkan Aden mengalami kejadian yang buruk nantinya.

Dahulu Aden tidak akan membiarkan seorang pun menyakitinya. Tetapi dengan tangannya sendiri dia melukai fisik dan yah mungkin mental juga, seorang Maden Gezta.

Maden ini merupakan bocah pengemis yang ditemukan Aden saat berusia sebelas tahun. Maden yang meringkuk kedinginan di gang kecil yang becek, membuat Aden merasa iba. Apalagi dengan tubuh kurus yang terlihat hanya tinggal tulang.

Selain itu yang dilakukan Aden di rumah hanya mempelajari bisnis, bisnis, dan bisnis. Ayahnya bilang dia harus dibiasakan sejak kecil karena tak jarang sanak saudaranya sendiri berniat merebut perusahaannya.

Belum lagi ayahnya juga memiliki perusahaan bawah tanah—ini hanya istilah yang dimengerti Aden. Seperti yang diketahui mereka bergerak membuat semacam senjata ilegal, narkoba, dan barang lain semacamnya.

Jadilah Aden juga belajar bertarung untuk berjaga-jaga. Dan keseharian yang seperti itu membuatnya lelah. Seharusnya diusianya itu dia habiskan untuk bersama teman-temannya, seperti yang lain.

Aden akhirnya terdorong untuk membawa Maden ke rumahnya, meminta orang tuanya agar membolehkan Maden tinggal bersama. Mereka setuju saja. Lagipula kedepannya akan lebih baik jika Aden punya seseorang yang dipercayai yang berdiri di sampingnya.

Tetapi melihat Maden berkhianat, bah! Aden benar-benar sangat marah.

"Jer-i-co .." oke, Maden rasa Aden akan tanggap dan mau berpikir apa yang digumamkannya dengan lirih itu. Namun Aden malah kembali menancapkan pisau di paha kanannya.

"Dalangnya .." Maden mengumpulkan napas. Dia tidak bisa membuang waktu. Dia harus segera memberi tahu Aden karena bisa saja orang itu muncul. "Jeri-co..."

Aden yang mendengar itu tertawa terbahak-bahak. Bicara apa pengkhianat menjijikkan ini. Aden menarik pisau dari paha Maden dan beralih menggores pipi. Terus turun dan sampai ke bibir Maden.

Tangan Aden membuka paksa mulut Maden, berniat menarik lidahnya. Maden yang paham lantas menggigit jari Aden.

"Sialan kau!" Aden menampar pipi Maden hingga sudut bibirnya robek. Lagi-lagi darah mengalir keluar dari tubuhnya.

Ini tidak sakit. Yah, Maden mensugesti dirinya ini tidaklah sakit. Masih sakitan Aden jika itu benar-benar terjadi.

Aden menarik pistol yang sejak tadi tergeletak di meja sampingnya. Dia hendak bermain-main dengan Maden dahulu tetapi memori mereka dahulu terlintas. Jadi dia akan mengakhiri hidup Maden sekarang saja.

Bukankah langsung mati lebih baik daripada mati perlahan-lahan kan?

Namun ponselnya tiba-tiba berdering. Alis Aden naik sebelah melihat siapa sang penelepon. "Ada ap-"

Sebelum kalimatnya selesai, suara di seberang sana memotong. Detik berikutnya ekspresi Aden menegang. Rahangnya mengeras, tangannya terkepal erat. Dan Maden melihat perubahan itu.

Apa jangan-jangan itu sudah terjadi? Pikirnya.

"Jerico ..!"

Aden menoleh ke Maden yang menyebutkan nama Jerico. Setetes air mata meluncur. Sungguh hal bodoh apa yang dia lakukan tadi. Melihat tubuh Maden yang seperti ini, bahkan lebih mengenaskan daripada saat mereka bertemu pertama kalinya.

Maden tersenyum tipis karena tubuhnya terasa sangat lemas. Dari senyuman itu dia memberitahukan bahwa dia baik-baik saja. Aden kembali meneteskan air mata. Dia mendekati Maden melepas ikatan pada tubuhnya.

Setelah semuanya terlepas, Aden mengucapkan permintaan maaf tetapi terhenti karena pintu yang didobrak. Lebih dari dua puluh orang berbaju hitam masuk sambil menodongkan pistol ke arah mereka. Tak lama kemudian sosok bernama Jerico muncul dan orang-orang tadi menyingkir memberi jalan.

"Hai Aden, hai... ah Maden ya?" itu suara Jerico. Beraninya bajingan itu menyapa mereka dengan senyum riang. Sungguh memuakkan!

"Kau!" Aden hendak melayangkan tinjunya ke wajah Jerico tetapi Maden menahannya.

"Tuan.. pergi lewat.. pintu... belakang... " ucap Maden lirih.

"Apa yang kau katakan, Maden!" Aden tidak habis pikir ketika melihat Maden yang berusaha berdiri di depan Aden, tampak melindunginya. Hal itu membuat Jerico tertawa makin keras.

"Meski kalah jumlah aku penembak jitu Maden. Aku bisa menghabisi mereka semua!" sungguh bodoh. mengapa Aden tidak membawa beberapa anak buahnya kesini tadi.

Kalau begini jadinya dia tidak bisa memastikan Maden bisa keluar dengan aman. Ya kalian pasti tahu bukan bertarung sambil melindungi seseorang itu hal yang sulit. Terlebih lagi jika orang itu dalam kondisi yang hampir sekarat seperti Maden saat ini.

"Aden." Aden mematung mendengar Maden memanggil namanya tanpa embel-embel tuan.

"Aku lebih tua dua tahun darimu, jadi boleh bukan aku memanggil namamu langsung?" Maden menarik napas lagi. Berusaha menguatkan pertahanan tubuhnya.

"Aku tidak membencimu. Sebelum kau meminta maaf, aku sudah mema-"

Dor!

Brukk.

Cratt.

Bunyi peluru yang dilepaskan. Dengan cepat peluru itu melesat melewati kepala Maden dan melubanginya. Membuat Maden langsung jatuh ambruk. Aden yang berdiri di dekatnya terkena cipratan darah Maden, mengenai wajahnya.

Matanya memerah. Di depannya, sosok yang telah dia ragukan kesetiaannya. Sosok yang membuat hari-harinya semasa kecil dahulu lebih berwarna. Sosok yang selalu sayang padanya layaknya seorang kakak. Sosok yang hampir dia bunuh dengan tangannya sendiri, telah mati.

Dan itu semua disebabkan olehnya. Jika dia mempercayainya. Jika dia mendengar kata-katanya. Jika dia tidak membawa orang itu ke rumahnya. Hal ini tidak akan terjadi. Benar, ini semua salahnya.

Suara tawa memenuhi ruangan. Mata Aden menggelap. Dia bahkan belum sempat meminta maaf ke Maden atas perlakuannya. Dan saat dia mendengar kalimat terakhir Maden, kalimat itu tidak pernah terucap sampai selesai karena Jerico membunuhnya.

Jerico!

Pandangan Aden memusat ke Jerico. Tawa Jerico berhenti. Gerakan tangannya mengisyaratkan agar anak buahnya bersiap di posisi mereka. Tentu saja Jerico tidak bisa meremehkan Aden.

Meski sendiri, Jerico tahu bagaimana kekuatan Aden. Dengan lima anak buah saja Aden bisa menorehkan luka ke tubuhnya. Maka dari itu sekarang dia membawa anak buah lebih banyak.

Tujuan Aden satu, yaitu membunuh Jerico. Dia sudah tidak peduli lagi dengan kabar dari sekertarisnya yang mengatakan bahwa di luar sana perusahaan Jerico hendak mengakuisisi perusahaannya.

Jadi terkait penyebab Aden menyiksa Maden dan mengatakan bahwa dia berkhianat adalah informasi mengenai perusahaannya. Hal itu sangat krusial. Sahamnya langsung turun drastis. Aden tentu saja marah.

Maden menjadi tersangka karena semua bukti mengarah padanya. Dan dimulailah kejadian Maden disiksa oleh Aden.

Tetapi mereka (orang-orang perusahaannya) tidak tahu kalau bukti-bukti itu sudah dipalsukan. Dan dalang yang sebenarnya baru diketahui setelah beberapa hari kemudian. Oh ya tadi selain mengabari soal akuisisi, perihal ini diceritakan oleh sekretarisnya.

Itulah penyebab Aden menangis tadi.

Aden menarik pistol dari balik jaketnya. Dua buah. Beberapa stok peluru juga terdapat di sana. Dia dan anak buah Jerico siap adu tembak. Begitu Jerico memberi aba-aba mereka mulai menembak ke arah Aden.

Aden tentu membalas tembakan itu dengan lihainya. Maju satu lawan satu. Maju semua tembakan beruntun dilepaskannya. Jerico tidak ikut campur. Dia mengambil kursi yang kebetulan tidak jauh darinya dan duduk.

Menyaksikan musuhnya terkepung memang menyenangkan. Tetapi dia akan menunggu sampai Aden benar-benar terpojokkan. Barulah dia akan turun tangan. Membayangkan Aden memohon ampun sambil berlutut, ah tidak lebih baik bersujud saja, membuatnya begitu bersemangat.

Dor dor dor!

Satu persatu anak buah Jerico tumbang. Kini tinggal lima belas orang. Aden segera memasukkan stok peluru karena sudah habis. Dan itu dimanfaatkan musuhnya. Satu tembakan melesat mengenai lengan kirinya.

Pistolnya pun jatuh. Tetapi Aden segera membalas dengan pistol di tangan kanannya.

Kedua belah pihak kembali melayangkan tembakan. Jerico yang melihat anak buahnya makin sedikit diam-diam mengambil pistol dari sakunya. Biarlah dia licik, toh itu memang sifatnya. Apalagi dia tidak mau mengambil risiko kalau Aden sampai membunuh semua anak buahnya.

"Tinggal tiga lagi." senyum remeh Aden. Hanya dengan satu pistol dia akan membunuh ketiganya dan berlari ke Jerico.

Bertepatan dengan Aden membidik, Jerico melesatkan peluru ke Aden.

Dor!

Peluru itu mengenai tepat jantung Aden. Sama seperti Maden, dia langsung ambruk. Sudah jelas dia akan mati. Tetapi tidak terpikir dia mati tanpa bisa membalas Jerico.

Sampai di kehidupan berikutnya dan berikutnya, akan kupastikan kau mati di tanganku!

Sumpah Aden sebelum dia menutup matanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status