Share

Daratan Genezula

Daratan Genezula. Sebuah tempat yang sangat luas, di mana di dalamnya berdiri beberapa perguruan. Ada lima perguruan besar, dan kurang dari sepuluh perguruan kecil. Setidaknya itu untuk saat ini. Kalau ditanya mengapa jumlahnya tidak pasti, tentu saja itu karena sebuah pertarungan.

Biasanya di dalam perguruan kecil tidak memiliki banyak kesatria di dalamnya. Meski terkadang ada yang memiliki jumlah hampir sama dengan perguruan besar, jarang ada yang mencapai level tinggi.

Itulah sebabnya perguruan kecil jumlahnya sering berkurang. Tetapi bisa juga karena hal lain. Misalnya, sebagai benteng pertahanan mereka gabung ke perguruan besar. Tentu hal ini tidak bisa diremehkan, karena kelima perguruan itu sangatlah kuat.

Dan sebagai bayaran, perguruan kecil tersebut berganti nama seperti perguruan yang diikutinya. Pada akhirnya, perguruan itu pun dianggap musnah.

Di Daratan Genezula, tepatnya di ujung timur terdapat Hutan Saga yang kaya akan unsur-unsur yang bisa memperkuat fondasi. Namun diperlukan mental yang kuat serta siap untuk mati kapan saja jika berani menginjakkan kaki di sana.

Dari cerita yang beredar, di sana terdapat sosok binatang buas level bintang atas tertidur di sebuah gua. Tidak ada yang tahu pasti di gua yang mana. tetapi yang pasti pernah ada sebuah rombongan pedagang berisi lima puluh orang dari luar Daratan Genezula yang melewati hutan tersebut hilang tanpa jejak.

Selain itu di pinggiran sungai—bagian yang membatasi Hutan Saga di sebelah utara, sering muncul kabut tebal yang seringkali menyebabkan orang menjadi tersesat. Sehingga tak jarang dari mereka malah masuk ke hutan.

Dan kalian tahu apa yang terjadi? Aden ada di hutan itu!

Lebih tepatnya, dia berada di pinggiran hutan. Tetapi tetap saja itu berbahaya bagi dirinya yang tidak tahu apa-apa soal dunia ini. Cuma bermodalkan kekuatan fisiknya? Itu tentu tidak ada bedanya dengan para bandit gunung.

Untung saja nasibnya baik sehingga kabut tidak muncul. Setelah bertemu dengan Emily dia berjalan sebentar dan mendengar suara gemericik air mengalir. Mengikuti asal suara, akhirnya dia menemukan sungai dengan air yang sangat jernih.

Tiba-tiba dia merasa haus. Ingin minum tetapi kan air sungai masih mentah. Apalagi biasanya di dalam sana sudah tercemar dengan berbagai barang dan kotoran.

Tetapi ya mau bagaimana lagi. Ketimbang dia mati kehausan lebih baik dia meminum air sungai itu. Semoga saja tampilannya yang jernih tidak menyembunyikan kotoran di dalamnya.

"Pwah ..." selain minum Aden juga membasuh wajahnya. Rasa segar dan dingin menyambut kulitnya. Ketika ingin membasuh lagi bayangan yang terpantul membuatnya kaget setengah hidup.

"Siapa kau?!" teriaknya.

Wajah seperti miliknya sewaktu kecil dahulu, pakaian lusuh layaknya anak telantar yang sering ditemuinya di kota tetapi lebih kuno, serta oh tidak. Bibir di pantulan itu bergerak sesuai apa yang dia ucapkan. Lalu apakah ini artinya dia kembali muda?

Sungguh tidak masuk akal. tetapi mengingat dia yang hidup kembali itu juga tidak masuk akal. Belum lagi pedang berselimut petir, cambuk yang menyebabkan orang pingsan, itu sudah diluar nalar.

"Apa ini abad di mana aku pernah bereinkarnasi?" pertanyaan itu muncul di pikirannya. "Tetapi apa perubahannya sedrastis ini?"

Image tegas, keras, dingin, dan tidak tersentuh lenyap. Ucapan serta tingkah lakunya lebih mirip anak-anak. Mungkinkah ini efek setelah hidup kembali?

"Tidak masalah. Yang penting saat dewasa nanti semua sifat itu harus ada padaku. Eh ngomong-ngomong sekarang usiaku berapa?"

Seperti bertanya pada angin tentunya, tidak ada yang menjawab. Sudahlah itu urusan belakangan. Setidaknya dia harus menemukan rumah warga untuk meminta pakaian yang lebih layak. Kalau mereka tidak mau, tinggal pukul saja.

Toh kekuatan fisiknya tidak menghilang. Itu terbukti sewaktu berjalan ke sungai tiba-tiba kerah bajunya tersangkut ranting kayu yang cukup besar. Tidak bisa melepas karena pijakan tanah di bawahnya berlumpur, alhasil Aden mematahkan ranting tersebut.

Setelah membersihkan diri, Aden melanjutkan langkahnya. Berbekal feeling dia berjalan ke arah kiri. Namun baru lima langkah, sesuatu yang besar jatuh di depannya dengan keras.

Brukk.

"Sialan!" pekik seseorang.

Orang lagi? Kali ini si wanita penunggang beruang atau pria yang tadi pingsan?

"Aku bukan keduanya. Lagipula apakah pria itu terkejut sampai pingsan karena wanitanya memilih naik beruang daripada duduk di atas kuda bersama dengannya?"

Rupanya yang jatuh tadi seorang pria terbukti dari suaranya. Dia memegangi lututnya lalu berdiri. Aden tidak bisa melihat wajahnya karena pria itu masih membelakanginya.

"Apa kau jatuh dari langit?" pertanyaan konyol keluar dari mulut Aden.

Pria itu tertawa. Dia membalikkan tubuhnya untuk melihat Aden. "Apa otakmu tertukar dengan ranting pohon sewaktu kau mematahkannya?"

Entah apa sebabnya pria itu masih saja tertawa. Kini sambil memegangi perutnya. "Meski dewa bisa melakukannya, tingkat pelatihanku belum sampai kesana."

Mulut Aden terbuka. Dia tidak menyangka sosok itu muncul di depannya. Yah, orang yang sangat disayanginya. Tanpa babibu Aden lantas memeluknya sangat erat. Bahkan air matanya keluar. Aden menangis.

"Maden, itu kau. Kau ada di sini juga. Maaf, aku minta maaf. Maaf, aku tidak sempat mengucapkan permintaan maaf sebelum kau mati." Aden terisak. Kini tidak hanya air mata, ingusnya bahkan keluar. Persetan, dia tidak peduli jika ada yang mengenalnya dan mengatainya bocah.

Baginya bertemu dengan Maden di sini sudah cukup.

Pria itu tentu saja kaget dipeluk Aden. Mereka saja baru bertemu tetapi Aden seperti mengenalnya dengan baik, mungkin terlihat layaknya saudara sendiri. Maden yang tidak tega balik memeluk Aden sambil mengelus rambutnya.

Bahkan ketika ingus Aden keluar dan mengotori bajunya, dia tidak marah. Padahal setitik saja noda ada di pakaiannya, dia akan sangat marah. Namun entah mengapa ada perasaan hangat saat Aden memeluknya.

"Aku janji akan selalu mempercayaimu, Maden. Tidak peduli apa yang dikatakan orang lain. Kau adalah kakakku, keluargaku." ucap Aden masih di pelukan pria yang dianggapnya Maden.

Pria itu hendak membuka mulutnya saat suara cempreng yang sangat dihapalnya terdengar.

"Kau ternyata di sini! Menyebalkan! Aku sudah mencarimu ke mana-mana, Tereo!"

Mereka berdua menoleh.

"Wanita penunggang beruang? Mengapa kau di sini? Bukannya kau tadi sudah pergi?" berbagai pertanyaan diajukan Aden. Posisi mereka tetaplah sama. Masih saling berpelukan.

Emily sangat kesal. "Panggilan itu sangat tidak sopan, dasar bocah sialan! Namaku Rednight. Ya, panggil aku Rednight!"

"Rednight apanya? Namamu itu Emily,"

Emily mendelik ke arah pria itu. Dia baru sadar mereka berdua tengah berpelukan, dengan bocah itu yang menangis di sana.

"Pfft. Untung saja aku menolakmu sewaktu mengatakan kau mencintaiku. Rupanya itu hanya dalih. Kau ingin menggunakanku sebagai tameng agar terlihat normal di mata orang lain. Sementara itu di belakang kau berhubungan dengan bocah ini, kan?"

"Em!" teriak pria itu. Apa-apaan ucapannya tadi. Maaf saja ya dia itu normal.

"Dia Maden, kakak angkatku." Aden melepaskan pelukannya, menatap ke pria itu dan Emily bergantian. "Maden, apa kau mengenal wanita penunggang beruang ini?"

Pria itu kembali tertawa melihat Aden yang rupanya bandel. Masih memanggil Emily dengan sebutan tadi. Emily sendiri ingin menghabisi Aden, tetapi dihalangi oleh pria itu.

"Dia bocah awam, Em. Tahan emosimu." suruhnya.

Emily nurut. Setelah emosinya reda, dia menatap Aden yang berdiri tidak jauh darinya karena mengikuti pria itu. Bah, kayak tidak mau jauh-jauhan saja. Tetapi saat itu juga Emily paham bahwa ada kesalahpahaman di sini. Aden dan pria itu bukanlah adik kakak.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status