“Mi, kalian sudah menjenguk Runa?” tanya Hanzel saat sarapan bersama keluarganya. “Jenguk? Memangnya Runa kenapa?” tanya ibu Hanzel. Hanzel terkejut karena orang tuanya tidak tahu. Dia sampai menatap keluarganya bergantian. “Jadi, kalian tidak tahu?” tanya Hanzel balik. “Ada apa? Apa terjadi sesuatu dengan Runa?” tanya ayah Hanzel. “Bintang juga tak memberitahu apa pun,” timpal nenek Hanzel. Hanzel mendadak merasa bersalah sudah menanyakan soal Aruna. Dia menebak jika keluarganya memang belum diberitahu. “Kemarin aku dapat kabar kalau Runa keguguran,” jawab Hanzel. Keluarga Hanzel pun sangat terkejut mendengar jawaban pria itu. “Tapi kenapa tak ada yang memberitahu oma?” Wanita tua itu tak percaya dengan yang dikatakan Hanzel. “Kupikir kalian sudah tahu. Mungkin memang tidak memberitahu karena ada alasan lain. Bisa saja Bibi takut kalau Runa semakin sedih jika kita ke sana menjenguk,” ujar Hanzel menjelaskan. Semua orang pun sedih mendengar penjelasan Hanzel. Mereka memikir
“Kamu tahu soal kecelakaan di belakang panggung waktu itu. Entah ini kebetulan atau tidak, kamu melihat pria yang mencurigakan. Apa kamu tidak berniat memberitahu seperti apa wajahnya?” Ansel mulai bertanya tapi sikapnya terkesan sedang mengintimidasi. Dia hanya mencoba bersikap tegas agar tidak ada satu pun yang menyepelekannya. Clay menatap Ansel sambil mendengarkan apa yang dikatakan oleh pria itu. Dia membuang napas kasar, lantas membalas, “Aku tidak bilang kalau melihat wajah pelaku. Aku hanya melihat bayangan di sekitar tiang sebelum lampu itu jatuh.” Ansel memperhatikan Clay yang bicara dengan begitu santai. “Saat aku sedang bicara dengannya. Aku melihat sekelebat bayang aneh yang menurutku mencurigakan. Lalu, lampu itu jatuh. Bukankah bisa dibilang kalau memang ada yang ingin mencelakainya,” ujar Clay lagi. Ansel diam mendengarkan apa yang dikatakan Clay. Semua video yang merekam tempat kejadian, tak ada yang mencurigakan dari orang-orang yang ada di sana. “Aku masih syo
“Kamu sudah pulang.” Aruna menyambut Ansel penuh senyum saat suaminya itu baru saja masuk kamar. Ansel sampai berhenti melangkah melihat Aruna tersenyum seperti itu. Aruna mendekat ke Ansel sambil mempertahankan senyumnya. Dia mengambil jas yang ditenteng Ansel, lantas melepas dasi suaminya itu. “Kamu sudah lapar? Mau minum kopi atau teh? Biar aku buatkan,” ujar Aruna sambil menarik dasi dari kerah. Ansel tak membalas ucapan Aruna. Dia masih menatap Aruna dengan ekspresi wajah cemas, apalagi sikap Aruna berbeda dari pagi tadi. “Kenapa aku tanya tidak dijawab? Apa ada yang salah?” tanya Aruna sambil menatap Ansel yang hanya diam. “Kamu sudah baik-baik saja?” tanya Ansel dengan tatapan cemas. Aruna tersenyum mendengar pertanyaan Ansel. Dia lantas memeluk suaminya itu. “Aku baik-baik saja, terima kasih karena sudah ada di sampingku saat masa terpurukku. Aku menyadari jika ada beberapa hal yang tak bisa aku ubah juga sesali. Aku bersyukur ada kamu dan Emi yang selalu menghiburku,”
“Makan yang banyak,” kata Ayana saat makan malam bersama Aruna di rumah. “Iya, Ma.” Aruna tersenyum menanggapi perkataan sang mertua, apalagi Ayana sampai mengambilkan lauk untuknya. “Papa tidak tahu seperti apa seleramu, jadi ya semoga kamu suka,” ujar Deon yang susah payah memasak setelah pulang kerja demi menyenangkan hati menantunya. Aruna menoleh ke Deon sambil memulas senyum saat mendengar ucapan mertuanya itu. “Aku suka semua masakan Papa, tidak masalah seleraku atau bukan, aku juga tidak pilih-pilih makanan,” balas Aruna sambil memulas senyum. Deon mengangguk senang. Dia dan sang istri sedikit merasa lega karena Aruna sudah tidak sedih lagi. Mereka makan malam bersama, tak ada yang membahas soal keguguran lagi. Mereka membahas masa lalu ayah Ansel yang dulu memang seorang koki dan bercita-cita punya restoran bintang lima yang akhirnya bisa diwujudkan. Setelah makan malam. Aruna dan Ansel di samping rumah duduk di bangku
Sudah beberapa hari semenjak kejadian di event. Aruna terlihat sudah semakin baik, serta seperti biasanya.“Bolehkah besok aku mulai kerja?” tanya Aruna saat sedang duduk di ranjang untuk bersiap tidur.Ansel baru saja keluar dari kamar mandi saat mendengar pertanyaan Aruna. Dia memilih mendekat lebih dulu ke ranjang, lantas duduk di dekat Aruna.“Kamu yakin sudah baik-baik saja?” tanya Ansel memastikan.Aruna melebarkan senyum lantas menganggukan kepala.“Iya, aku sudah baik-baik saja. Aku bosan selama beberapa hari ini hanya di rumah, kalau kamu mengizinkan, aku ingin mulai berangkat kerja,” jawab Aruna menjelaskan.“Kalau kamu merasa sudah baik-baik saja, tidak apa jika memang ingin kembali bekerja,” balas Ansel sambil mengusap rambut Aruna.“Terima kasih,” ucap Aruna tampak senang.Ansel mengusap-usap rambut Aruna saat melihat istrinya itu tersenyum. Dia pun mengaj
“Bagaimana menurut Daddy? Bukankah semua ini terasa aneh?” Ansel pergi menemui Langit sebelum ke ruangan Aruna.“Memang, rasa-rasanya aneh jika mendadak lampu itu jatuh begitu saja tanpa sebab. Soal tali yang memang tak layak pakai, pihak event tak mungkin mengabaikan keselamatan seperti yang seharusnya mereka lakukan,” ujar Langit mengemukakan pendapatnya setelah membaca informasi dari Ansel.“Aku pun berpikiran sama, Dad. Aku merasa jika ini bukan hanya kebetulan semata. Hanya saja, kita tak punya banyak bukti, belum lagi kamera Cctv di lokasi juga tak merekam apa pun, kecuali di bagian depan,” balas Ansel mengemukakan pendapat.Langit pun diam berpikir. Dia juga sama dengan Ansel yang mencari petunjuk tapi tak ada satu pun petunjuk yang didapat.“Aku mulai ragu, tapi aku tidak mau menyerah karena ini tentang Aruna,” ucap Ansel lagi.Langit menatap menantunya yang terlihat serius menanggapi masalah
Rio pergi ke toko majalah milik perusahaan Langit. Dia ke sana untuk mengecek lokasi sekalian mencari sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk kecelakaan yang menimpa Aruna. Rio mengamati Cctv yang terpasang di beberapa titik toko besar itu, hingga melihat karyawan toko yang naik tangga sedang membersihkan kamera Cctv. “Siapa yang menggeser posisi kamera?” tanya karyawan pria itu ke karyawan lain yang ada di bawah. “Mana kutahu. Aku juga tak pernah menyentuhnya,” jawab karyawan yang ada di bawah. “Berarti orang-orang yang mengatur event yang menggeser posisinya,” ujar karyawan yang membersihkan kamera Cctv itu sambil membetulkan posisi yang seharusnya. “Bisa jadi,” balas karyawan satunya. Rio mendengarkan percakapan dua karyawan itu. Dari percakapan keduanya, akhirnya Rio tahu kenapa tak ada video berarti yang terekam karena posisi kamera itu diubah ke titik buta. Rio pun mendekat ke dua karyawan itu, lantas menyapa ramah. “Maaf, boleh aku menanyakan sesuatu?” tanya Rio sopan. Dua
Aruna keluar dari ruangan setelah jam kerja berakhir. Dia berjalan sambil menenteng tasnya menuju lift. Dia masuk lift bersama staff lain, hingga saat sampai di lobi, Aruna bertemu dengan Clay yang ternyata masih ada di perusahaan.“Sudah mau pulang?” tanya Clay saat bertemu Aruna.“Ah, ya.” Aruna mengangguk menjawab pertanyaan Clay.“Kenapa jam segini kamu masih di perusahaan?” tanya Aruna.“Sebenarnya tadi ada pemotretan ulang, jadi aku datang kemari lagi dan ini baru selesai,” jawab Clay menjelaskan.Aruna mengangguk-angguk pelan mendengar jawaban Clay. Dia lantas perlahan melangkah untuk menjaga jarak dengan pria itu sesuai instruksi Ansel.“Aku bertemu suamimu tak hanya sekali, kenapa aku merasa dia tak menyukaiku?” tanya Clay tiba-tiba.Aruna cukup terkejut mendengar pertanyaan Clay. Dia pun menghentikan langkah sambil menatap pria itu dengan tanda tanya besar di kepala