Share

06. Kegundahan Liam

Penulis: ZuniaZuny
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-09 09:57:08

Liam memikirkan banyak hal tentang Alesya. Semua tak bisa dijelaskan dengan kata kata. Menghembuskan nafas berat dan berkata, "biarkan saja mereka."

"Tapi Tuan."

"Kamu, lekas kembali!"

Tut, tut, tut.

Panggilan telah berakhir. 

Hal itu membuat lelaki yang disuruh Liam menjadi bingung. Dia sudah jauh jauh mengikuti Alesya saat keluar rumah hingga terbang dari Amerika sampai tiba di Paris, Liam malah menyuruhnya kembali.

Lelaki itu tak tinggal diam, mengambil ponsel dan memotret Alesya sebagai bukti kinerja dirinya. Meski berat, ditinggalkan Alesya dan Zidan sendirian. Sedangkan mereka tidak tahu jika ada seorang yang sedang menguntit di belakangnya.

"Menangislah sepuasnya, Alesya. Setelah itu jangan menangis lagi. Oke."

Kalimat sederhana namun benar benar menggugah jiwa. Andai lelaki yang berkata adalah Liam, Alesya pasti makin cinta.

Alesya tersenyum manis meski Zidane tahu senyuman itu dipaksakan. Melihat Alesya saat ini, Zidan juga merasakan kesedihan mendalam. Seperti ada bagian tubuhnya yang patah, nyeri dan sakit sekali. 

"Kamu tinggal dimana?" tanya Zidane pelan.

Alesya menggeleng membuat Zidane mengerti. "Em, bagaimana jika kamu tinggal di rumah kontrakan yang aku sewa?"

"Apa?" Alesya tak habis pikir jika Zidane adalah lelaki yang suka to the point.

Zidane baru menyadari jika ucapannya sungguh lancang sekali. "Alesya bukan begitu, maksudnya adalah kamu tinggal di kontrakan yang lama tak aku tinggali, sedangkan aku tinggal disini. Jadi, kita tinggal terpisah. Jangan berasumsi tidak tidak."

Alesya tersenyum lebar, merasa jika Zidan sungguh konyol. Hati Alesya sedikit menghangat atas penuturan sederhana Zidan.

"Ayo Alesya!"

"Kemana?" 

"Tentu saja ke rumah kontrakan sederhana miliku. Kamu bisa istirahat disana. Aku lihat kamu lelah," ucap Zidan penuh pengertian. 

Alesya kembali memikirkan Liam. Mendapat perhatian dari Zidane, entah mengapa Alesya berharap jika Liam bisa seperti Zidan. "Baiklah, aku ikut denganmu." Alesya bangkit dari duduknya, hendak menyeret koper tapi…

Srekh.

Zidan sudah merebut koper itu dari tangan Alesya. "Ayo, ikuti aku!!"

Mereka pergi ke kontrakan sederhana yang lumayan dekat dengan kedai kopi.

Hanya beberapa langkah, kini mereka telah berdiri di depan pintu kontrakan.

Ceklek. 

Pintu dibuka, menampilkan ruang sederhana, semua tertata rapi, bersih dan satu hal yang pasti, perlengkapan elektronik di dalamnya terlihat seperti barang mewah. Alesya masuk ruangan dan melihat detail isi rumah sederhana itu.

"Apa kamu menempati rumah ini sendirian?" tanya Alesya bingung.

Zidan merasa kikuk, menggaruk tengkuk asal, "yah, tentu saja aku tinggal disini sendirian. Memangnya ada Apa?"

"Rumah kontrakan ini memang sederhana namun isi di dalamnya seperti apartemen saja, semua terlihat bersih, rapi dan berkelas membuat aku ragu jika kamu melemparinya sendiri," nilai Alesya sambil melihat lihat kumpulan buku yang berjejer di rak mini.

Zidan tersenyum manis dan berkata, "ya, aku memang tinggal bersama seseorang."

"Apa? Apa dia wanita?"

Zidan mengangguk. Alesya kaget mendengar jawaban Zidan, merasa tak nyaman mengganggu Zidan dengan kekasihnya, segera menarik kopernya.

"Kamu mau Kemana?"

"Tentu saja pergi. Aku tak ingin mengganggu-"

Ucapan Alesya terhenti saat Zidan menutup bibirnya dengan jari telunjuk, syarat akan untuk diam. "Aku belum selesai menjelaskan namun kamu sudah memutuskan sesuai pemikiranmu sendiri."

Zidan menata buku yang tergeletak setelah Alesya lihat tadi sambil berkata, "barang barang mewah ini dari Ibuku. Karena aku sibuk mengurus kedai, aku mempekerjakan art wanita untuk membersihkan tempat ini. Dia berangkat pagi dan pulang sore, kebetulan hari ini dia libur."

Alesya mengangguk paham. "Maaf, aku pikir…"

"Aku tak mempunyai kekasih jadi kamu tenang saja," ucap Zidan terkekeh.

Lagi lagi gurauan Zidan membuat Alesya tersenyum. Namun, sikap hangat yang Zidan berikan semakin mengingatkannya pada sosok dingin Liam.

"Baiklah. Aku akan kembali ke kedai, bersihkan tubuh dan istirahat dulu!"

Zidan pergi meninggalkan Alesya, hatinya begitu bahagia hingga terpancar pada wajahnya yang terus berseri.

Sedangkan Alesya kembali memandangi dinding ruangan dengan cat warna pastel kombinasi abu abu, terasa hangat dan sejuk. Dibuka jendela rumah, terlihat hamparan tanah dengan ilalang selutut yang bergoyang setiap tertiup angin. Pikiran Alesya menerawang jauh, memikirkan seseorang. 'Apakah dia mencariku? Apakah dia merasa kehilangan saat aku tak ada disampingnya?'

Amerika.

"Tuan ini foto Nyonya Ale."

Liam melihat beberapa foto Alesya bersama seseorang. Liam hanya melihat sekilas dan tak penasaran dengan siapa lelaki yang bersama Alesya. Saat foto terakhir, Liam tertegun melihat wajah lelaki yang terlihat jelas di foto.

"Kenapa Ale bersama Zidan? Apa Ale menemuinya?" tanya Liam pada pengawal bernama Edo.

"Bukan Tuan. Aku mendengar percakapan mereka, sepertinya mereka tak sengaja bertemu. Hal itu terlihat dari keterkejutan keduanya saat mereka bertemu," jelas Edo.

"Kamu boleh pergi!"

Sepeninggal Edo, Liam kembali melihat foto Alesya. Ada satu foto, Alesya tersenyum bahagia bersama Zidan. Senyuman yang tak pernah Liam dapati tiga tahun ini. Senyuman tulus tanpa adanya kebohongan di dalamnya.

Ada rasa yang tak bisa dijelaskan. Liam berusaha menekan rasa itu meski terasa nyeri di ulu hati. Alesya pergi tanpa menjelaskan apapun, meninggalkan misteri tak terpecahkan.

Meski pendonor sumsumnya telah diketahui, Liam masih terlihat ragu pada Bella. Rasa sakit dikhianati membuat Liam sulit percaya padahal bukti sudah di depan mata.

Liam mengambil ponsel dan menghubungi seseorang. 

"Halo Tuan Liam."

"Bagaimana? Apa kamu menemukannya?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   120. Malam ke-dua, penuh gairah

    Matahari telah tenggelam ketika Liam akhirnya sampai di rumah. Kepenatan terlihat jelas di raut wajahnya setelah lembur panjang di kantor. Namun, ketika ia membuka pintu kamar dan melihat Alesya, istrinya yang cantik, terbaring lelap dalam kedamaian, rasa lelah itu seolah sirna. "Alesya!" Liam duduk di tepi ranjang, menatap lembut wajah yang damai itu. Dengan hati-hati, Liam mengulurkan tangannya, mengelus pipi Alesya dengan penuh kasih. Dia tersenyum, merasa begitu bersyukur memiliki istri secantik dia, meski seharian ini Alesya marah padanya. Ya, Liam mengetahuinya dari Angel dan Devano.Sambil terus memandang, Liam tidak menyadari bahwa gerakan tangannya yang lembut telah membuat Alesya merasa tak nyaman. Tiba-tiba, Alesya membuka matanya, memandang objek yang mengganggunya sedangkan Liam yang terkejut, segera mengalihkan pandangannya."Alesya kenapa kamu bangun? Itu …. Itu, aku tidak bermaksud, em …."Liam bergumam dengan kata-kata yang tidak jelas, mencoba menyembunyikan kebing

  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   119. Malam pertama

    "Aku tak sabar untuk memulai kembali malam pertama kita.""Liam!"Liam tersenyum menggoda, pergi ke tempat Marco. Mereka berbisik-bisik, entah membicarakan apa, Alesya tak bisa mendengarnya. Setelahnya, Liam kembali dan memegang tangan Alesya."Liam, apa yang baru saja kamu katakan pada Ayah?""Tidak penting. Ayo kita pergi.""Tapi …."Liam terus menyeret sang istri menuju kamar mereka. Baik Liam maupun Alesya terkejut bukan main saat masuk kamar. Ruangan yang semula rapi itu terlihat acak acakan dengan banyaknya kelopak bunga yang semburat seisi kamar. Ulah siapakah ini? Tentu saja ulah kedua anak mereka. Devano dan Angel, mereka sengaja menyulap kamar Liam yang biasa menjadi luar biasa. Bahkan tempat tidur mereka juga penuh kelopak mawar. Banyak juga balon beterbangan di langit langit kamar dengan berbagai tulisan. "Happy wedding, with love, I love you, making love dan masih banyak kata-kata cinta lainnya."Semua ini pasti ulah Angel dan devano," tebak Liam, mencoba menyingkirkan k

  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   118. Pernikahan ulang

    "Ale, apa menurutmu kita harus menikah lagi?""Apa?"Alesya tidak mengerti, mengapa Liam tiba-tiba ingin menikah ulang? Mungkin karena perpisahan yang terlalu lama."Bagaimana, Sayang?""Terserah kamu saja, Liam.""Baiklah aku akan membicarakannya dengan Angel, Devano dan Ayah Marco."Liam tak mau menunggu lebih lama lagi. Dia segera menuruni tangga, menuju lantai bawah, di mana Marco berada. Terlihat jika lelaki yang berstatus mertua itu sedang menonton Televisi sendirian."Ayah, anak-anak sudah tidur?""Sudah.""Apa Ayah ada waktu sebentar?""Tentu saja. Ada perlu apa? Bicaralah!""Terima kasih telah meluangkan waktu sebentar.""Tidak masalah, jika ada yang ingin kamu bicarakan, bicara saja."Liam menghela napas panjang dan mulai berkata, "Baik, Ayah. Seperti yang Ayah tahu, aku dan Alesya telah berpisah selama lima tahun ini. Meskipun kami belum resmi bercerai dan masih dianggap suami istri, aku ingin meminta izin Ayah untuk mengadakan ritual pernikahan kami lagi.""Oh, begitu. Apa

  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   117. Menikah lagi?

    Siang itu, langit tampak cerah seolah turut merayakan kebahagiaan yang dirasakan oleh Liam. Liam dengan langkah gembira mendekati Alesya yang sedang berdiri di samping mobilnya. "Aku datang, Sayang."Liam langsung memeluk Alesya dengan erat, seolah tak ingin melepaskan lagi. "Alesya, kabar baik! Mona akhirnya di penjara," bisik Liam dengan suara yang bergetar, mencampurkan rasa lega dan kebahagiaan.Wajah Alesya yang semula teduh itu berubah menjadi sangat cerah. Senyum lebarnya menghiasi wajah cantiknya, matanya bersinar-sinar menunjukkan kegembiraan yang tak terbendung. "Benarkah, Liam? Ini benar-benar kabar terbaik!" serunya, tidak bisa menyembunyikan antusiasme yang membanjiri hatinya.Liam mengangguk, matanya terpejam sejenak menikmati kehangatan dari orang yang dicintainya. Namun, Liam segera melihat sekitar. "Di mana Angel dan Dev?""Mereka pergi ke taman dengan Ayah Marco, mungkin pulang larut. Katanya akan bersenang-senang.""Wah mereka curang. Kita harus membalasnya.""Memb

  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   116. Memberi balasan yang setimpal

    "Ini berkas berkas gugatan dari saya." Liam menggenggam erat berkas-berkas di tangannya, pandangannya tajam tertuju kepada Nyonya Mona yang duduk di sisi ruangan yang berlawanan. Tension di ruangan itu kian terasa ketika Hakim memasuki ruangan dengan wajah serius. Liam berniat menyerahkan berkas itu pada pengadilan."Pak Liam dan Nyonya Mona, saya memutuskan untuk memberi waktu kepada kedua belah pihak untuk mempertimbangkan kembali kasus yang diajukan hari ini," ujar Hakim dengan tegas. "Kita akan melanjutkan sidang esok hari."Liam, yang merasa keadilan harus segera ditegakkan, mendapati kekecewaan mendalam. Dia menatap Mona yang terlihat tenang dan tidak terganggu. Hal itu membuat Liam frustasi membara.Di sisi lain, Mona berusaha menampilkan ekspresi tenang. Namun, matanya sesekali berkedip cepat, menandakan kecemasan yang dia coba sembunyikan.Keduanya berdiri dan meninggalkan ruangan dengan langkah yang berat, masing-masing tenggelam dalam pikiran mereka sendiri tentang bagaiman

  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   115. Akhirnya ....

    "Bagaimana, Hakim?""Diperbolehkan."Mata Angel terlihat berkaca-kaca saat dia berdiri di depan ruangan persidangan yang penuh sesak. Suara kecilnya bergetar, namun penuh tekad saat dia mulai berbicara. "Yang Mulia, saya ingin tinggal bersama ayah saya, Liam," ujarnya, menatap hakim dengan mata yang memohon.Liam, yang duduk di bangku belakang, memperhatikan putrinya dengan penuh kebanggaan dan sedikit kekhawatiran. Wajahnya yang biasanya tenang, kini tampak tegang."Sejak saya masih bayi, hanya ayah yang selalu ada untuk saya. Ayah yang mengajari saya berjalan, ayah yang selalu menyembuhkan luka saya," lanjut Angel, suaranya semakin mantap. Ruangan itu terdiam, semua mata tertuju padanya.Dia mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, "Ibu saya, Bella, dia... dia sudah meninggal. Tapi sebenarnya, sejak saya masih kecil, dia jarang ada untuk saya. Saya tidak merasa dicintai olehnya." Air mata mulai mengalir di pipi mungil Angel, tapi dia cepat-cepat menghapusnya."Saya tidak mau

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status