Share

05. Pergi

Author: ZuniaZuny
last update Last Updated: 2024-05-03 04:35:07

Liam memutuskan bersiap untuk menghadiri jumpa pers tanpa memikirkan Alesya. Teringat belum sarapan, Liam hendak makan pagi namun meja dapur terlihat bersih sekali, tak ada makanan.

Liam berjalan menuju kamar Alesya, ruangan itu juga tertata rapi. Tak ada tanda tanda jika Alesya di kamar. "Ale, dimana kamu?"

"Ale?!"

"Alesya!"

Liam berteriak mencari Alesya hingga menggema namun istana itu nampak sepi tak berpenghuni. Liam menyerah, memutuskan pergi ke Perusahaan.

"Selamat datang Tuan Liam. Kami sudah menunggu Anda," ucap Master Ceremony saat Liam tiba di Perusahaan. "Silahkan duduk Tuan Liam. Mari kita mulai jumpa persnya."

Banyak sekali reporter, mereka melakukan siaran live dan semua saluran televisi meliput acara tersebut.

"Baiklah mari kita berikan pada Nyonya Bella selaku istri Tuan Liam untuk mengklarifikasi berita tentang donor sumsum tulang belakang yang diberikan pada Tuan Liam," jelas MC.

Salah satu Reporter mulai bertanya, "apakah berita ini benar Nyonya Bella?"

"Jika benar, mengapa berita ini baru terungkap sekarang?" tanya Reporter lain.

"Mengapa Anda menghilang selama tiga tahun ini?" tambah Reporter ketiga.

"Bukankah ini Jumpa pers mengenai sakitnya Tuan Liam? Lalu mengapa Nyonya Alesya, istri kedua Tuan Liam tidak hadir?"

"Tenang, tenang. Semua pertanyaan sudah di tampung dan Nyonya Bella akan menjawab semuanya tanpa terkecuali. nyonya Bella silahkan!"

Bella sangat gugup saat ini, tangannya sedikit gemetar dan Liam melihatnya. Namun Liam sama sekali acuh, duduk menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi.

Bella berusaha tenang dan fokus menjawab semuanya tanpa kesalahan sedikitpun. Dia harus terlihat anggun, berkelas dan pintar jadi pertanyaan konyol itu tak bisa menggoyahkan impiannya.

Ekhem.

"Ya, benar sekali. Akulah orang yang mendonorkan sumsum tulang belakang pada Suamiku, Liam."

Semua reporter saling berbisik menilai Bella, ada yang setuju dan ada yang mencemooh dirinya.

"Mengenai masalah ini baru terungkap, aku juga tak mengerti. Namun satu hal yang pasti, saat itu suamiku baru menjabat CEO jadi kami khawatir jika berita ini mencuat akan berpengaruh pada perusahaan jadi kami merahasiakannya."

Reporter kembali berbisik. Bella melihat tatapan para reporter, tatapan penuh kekecewaan karena berita sebesar ini sengaja di rahasiakan.

"Mengenai aku menghilang selama tiga tahun ini, itu tidak benar. Aku sedang menjalani masa pemulihan dan sempat terjadi masalah pada tubuhku. Hal itu merupakan efek samping dari donor sumsum ini. Aku memutuskan fokus pada penyembuhanku dan kembali saat aku sehat."

Tak sedikit reporter yang mengangguk paham. Jika saling mengaitkan kejadian ini, jawaban Bella memang ada benarnya.

"Jawaban untuk pertanyaan terakhir. Alesya adalah adikku. Dia merebut Liam dariku tiga tahun lalu. Dia jelas tahu Liam suamiku tapi dia mau saja menerima perjodohan menjadi istri kedua Liam, lelaki yang masih sah menjadi suamiku."

Liam melotot tak percaya atas jawaban Bella tentang Alesya. Tangannya mengepal erat. Tak dapat dipungkiri jika Liam merasa marah saat Alesya diberlakukan tak adil oleh Bella.

Liam juga masih sakit hati pada Bella. Pengkhianatan yang dilakukan tak termaafkan namun keadaan memaksa Liam untuk mengikuti alur permainan Bella.

"Baiklah mari kita meminta tanggapan dari Tuan Liam."

Pernyataan MC membuat Liam mengalihkan pandangan pada reporter, berpikir sejenak dan menjawab tegas, "Ake menjalani operasi sumsung tulang belakang dan berhasil selamat dari maut terlepas siapapun pendonornya. Aku harap setelah ini tak ada lagi berita tentang diriku dan keluargaku."

Prok prok prok.

Tanggapan Liam mendapat aplaus dari seluruh reporter tapi tidak untuk seseorang yang menonton siaran langsung ini.

Sementara itu di sebuah kedai kopi, Alesya tengah menatap sebuah berita yang ditayangkan di televisi kedai tersebut.

Alesya tersenyum getir melihat dan mendengar berita jumpa pers yang berlangsung.

"Kamu sungguh bodoh Ale," gumam Alesya.

Dia benar benar menyesali dirinya yang begitu naif.

Jika Liam ingin membuka hatinya, sudah pasti dia mengerti dan membalas cinta Alesya namun kenyataannya berbeda.

Dalam kesedihan yang teramat dalam, Alesya meratapi nasibnya yang terpuruk, menyesali keputusan yang telah ia ambil tiga tahun lalu.

Kali ini, keputusannya untuk pergi sangatlah tepat. Dengan begitu Alesya berharap kehidupannya tanpa Liam akan bahagia. Ya, dia akan bahagia dengan caranya sendiri.

Namun mendengar berita barusan, Alesya terus meneteskan air mata. Mengapa dunia terasa begitu kejam?

"Ini," ucap seorang lelaki berpostur tinggi sedikit membungkuk saat menyerahkan saputangan pada Alesya.

"Terima kasih."

Alesya segera melap air mata tanpa memperhatikan siapa pemberi sapu tangan tersebut.

"Sudah mendingan, Ale?" imbuhnya membuat Alesya segera menatap lelaki jangkung di belakangnya.

"Zidan?"

Alesya sungguh tak menyangka bisa bertemu dengan lelaki yang dulu begitu dekat dengannya.

Tiga tahun berlalu sejak terakhir kali Zidan dan Alexa bertemu. Zidan merasa bahagia saat akhirnya dapat bertemu kembali dengan cinta pertamanya.

"Kamu, kenapa kamu ada di sini? Bukankah kamu di Amerika?" tanya Zidan heran.

"Aku sedang berlibur," bohong Alesya, tersenyum manis menutupi kesedihan.

"Oh begitu rupanya. Berlibur kemana? apa ke Menara Eiffel, yang terkenal di kota Paris ini?"

Alesya terdiam dan menunduk sedih. Saat mereka bertatap muka, Zidan melihat bahwa Alexa tampak kacau dan terlihat sedih.

Zidan merasa jika Alesya tak mau membahas mengapa dia menangis jadi Zidan berusaha mengalihkan topik.

"Kamu tahu Alesya, kedai kopi ini milikku, kebetulan sekali kamu ada disini. Aku akan memberimu gratis."

"Terima kasih," jawab Alesya pelan.

Melihat Alesya tak antusias sama sekali membuat Zidan tak mampu menahan lagi, "Ada apa Ale? Katakan padaku apa yang terjadi?"

Alesya diam seribu bahasa.

"CEO Liam dikabarkan kembali rujuk dengan istri pertama yaitu Bella."

Kata-kata dari pembawa berita itu kembali muncul, membuat Zidan akhirnya tahu apa yang terjadi pada Bella.

Suasana hati Zidan yang semula ceria berubah seketika saat mendengar berita acara Televisi di depanya.

"Apa berita itu benar Ale?"

 Alesya mengangguk dan mulai menceritakan masalah dalam rumah tangga dengan suaminya, Liam.

Alesya bercerita bahwa Liam sama sekali tak peduli padanya, membuatnya merasa terabaikan dan tidak dihargai. Selama tiga tahun ini hidupnya terasa sia sia.

"Entahlah Zidan, mungkin aku terlalu bodoh menjadi wanita. Mencintai lelaki yang jelas sekali tak membalas cintaku, bahkan membenciku."

Zidan merasa sedih melihat keadaan Alexa yang begitu rapuh. Ia segera meraih tisu di meja dan menyerahkannya pada Alexa, yang mulai menangis di hadapannya.

"Tenanglah Ale, aku ada disini," ucap Zidan tak tahan melihat Alexa menangis. Mereka duduk di sebuah kedai kopi, berbicara tentang banyak hal.

Sementara itu, sesosok pria berpakaian biasa namun mengenakan kacamata hitam menatap Alesya dan Zidan yang masih saling berbincang.

Ia lalu mengambil gawainya dan berbicara pelan, "Tuan, aku menemukan Nyonya Alesya. Dia bersama seorang lelaki."

"Lelaki katamu?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   120. Malam ke-dua, penuh gairah

    Matahari telah tenggelam ketika Liam akhirnya sampai di rumah. Kepenatan terlihat jelas di raut wajahnya setelah lembur panjang di kantor. Namun, ketika ia membuka pintu kamar dan melihat Alesya, istrinya yang cantik, terbaring lelap dalam kedamaian, rasa lelah itu seolah sirna. "Alesya!" Liam duduk di tepi ranjang, menatap lembut wajah yang damai itu. Dengan hati-hati, Liam mengulurkan tangannya, mengelus pipi Alesya dengan penuh kasih. Dia tersenyum, merasa begitu bersyukur memiliki istri secantik dia, meski seharian ini Alesya marah padanya. Ya, Liam mengetahuinya dari Angel dan Devano.Sambil terus memandang, Liam tidak menyadari bahwa gerakan tangannya yang lembut telah membuat Alesya merasa tak nyaman. Tiba-tiba, Alesya membuka matanya, memandang objek yang mengganggunya sedangkan Liam yang terkejut, segera mengalihkan pandangannya."Alesya kenapa kamu bangun? Itu …. Itu, aku tidak bermaksud, em …."Liam bergumam dengan kata-kata yang tidak jelas, mencoba menyembunyikan kebing

  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   119. Malam pertama

    "Aku tak sabar untuk memulai kembali malam pertama kita.""Liam!"Liam tersenyum menggoda, pergi ke tempat Marco. Mereka berbisik-bisik, entah membicarakan apa, Alesya tak bisa mendengarnya. Setelahnya, Liam kembali dan memegang tangan Alesya."Liam, apa yang baru saja kamu katakan pada Ayah?""Tidak penting. Ayo kita pergi.""Tapi …."Liam terus menyeret sang istri menuju kamar mereka. Baik Liam maupun Alesya terkejut bukan main saat masuk kamar. Ruangan yang semula rapi itu terlihat acak acakan dengan banyaknya kelopak bunga yang semburat seisi kamar. Ulah siapakah ini? Tentu saja ulah kedua anak mereka. Devano dan Angel, mereka sengaja menyulap kamar Liam yang biasa menjadi luar biasa. Bahkan tempat tidur mereka juga penuh kelopak mawar. Banyak juga balon beterbangan di langit langit kamar dengan berbagai tulisan. "Happy wedding, with love, I love you, making love dan masih banyak kata-kata cinta lainnya."Semua ini pasti ulah Angel dan devano," tebak Liam, mencoba menyingkirkan k

  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   118. Pernikahan ulang

    "Ale, apa menurutmu kita harus menikah lagi?""Apa?"Alesya tidak mengerti, mengapa Liam tiba-tiba ingin menikah ulang? Mungkin karena perpisahan yang terlalu lama."Bagaimana, Sayang?""Terserah kamu saja, Liam.""Baiklah aku akan membicarakannya dengan Angel, Devano dan Ayah Marco."Liam tak mau menunggu lebih lama lagi. Dia segera menuruni tangga, menuju lantai bawah, di mana Marco berada. Terlihat jika lelaki yang berstatus mertua itu sedang menonton Televisi sendirian."Ayah, anak-anak sudah tidur?""Sudah.""Apa Ayah ada waktu sebentar?""Tentu saja. Ada perlu apa? Bicaralah!""Terima kasih telah meluangkan waktu sebentar.""Tidak masalah, jika ada yang ingin kamu bicarakan, bicara saja."Liam menghela napas panjang dan mulai berkata, "Baik, Ayah. Seperti yang Ayah tahu, aku dan Alesya telah berpisah selama lima tahun ini. Meskipun kami belum resmi bercerai dan masih dianggap suami istri, aku ingin meminta izin Ayah untuk mengadakan ritual pernikahan kami lagi.""Oh, begitu. Apa

  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   117. Menikah lagi?

    Siang itu, langit tampak cerah seolah turut merayakan kebahagiaan yang dirasakan oleh Liam. Liam dengan langkah gembira mendekati Alesya yang sedang berdiri di samping mobilnya. "Aku datang, Sayang."Liam langsung memeluk Alesya dengan erat, seolah tak ingin melepaskan lagi. "Alesya, kabar baik! Mona akhirnya di penjara," bisik Liam dengan suara yang bergetar, mencampurkan rasa lega dan kebahagiaan.Wajah Alesya yang semula teduh itu berubah menjadi sangat cerah. Senyum lebarnya menghiasi wajah cantiknya, matanya bersinar-sinar menunjukkan kegembiraan yang tak terbendung. "Benarkah, Liam? Ini benar-benar kabar terbaik!" serunya, tidak bisa menyembunyikan antusiasme yang membanjiri hatinya.Liam mengangguk, matanya terpejam sejenak menikmati kehangatan dari orang yang dicintainya. Namun, Liam segera melihat sekitar. "Di mana Angel dan Dev?""Mereka pergi ke taman dengan Ayah Marco, mungkin pulang larut. Katanya akan bersenang-senang.""Wah mereka curang. Kita harus membalasnya.""Memb

  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   116. Memberi balasan yang setimpal

    "Ini berkas berkas gugatan dari saya." Liam menggenggam erat berkas-berkas di tangannya, pandangannya tajam tertuju kepada Nyonya Mona yang duduk di sisi ruangan yang berlawanan. Tension di ruangan itu kian terasa ketika Hakim memasuki ruangan dengan wajah serius. Liam berniat menyerahkan berkas itu pada pengadilan."Pak Liam dan Nyonya Mona, saya memutuskan untuk memberi waktu kepada kedua belah pihak untuk mempertimbangkan kembali kasus yang diajukan hari ini," ujar Hakim dengan tegas. "Kita akan melanjutkan sidang esok hari."Liam, yang merasa keadilan harus segera ditegakkan, mendapati kekecewaan mendalam. Dia menatap Mona yang terlihat tenang dan tidak terganggu. Hal itu membuat Liam frustasi membara.Di sisi lain, Mona berusaha menampilkan ekspresi tenang. Namun, matanya sesekali berkedip cepat, menandakan kecemasan yang dia coba sembunyikan.Keduanya berdiri dan meninggalkan ruangan dengan langkah yang berat, masing-masing tenggelam dalam pikiran mereka sendiri tentang bagaiman

  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   115. Akhirnya ....

    "Bagaimana, Hakim?""Diperbolehkan."Mata Angel terlihat berkaca-kaca saat dia berdiri di depan ruangan persidangan yang penuh sesak. Suara kecilnya bergetar, namun penuh tekad saat dia mulai berbicara. "Yang Mulia, saya ingin tinggal bersama ayah saya, Liam," ujarnya, menatap hakim dengan mata yang memohon.Liam, yang duduk di bangku belakang, memperhatikan putrinya dengan penuh kebanggaan dan sedikit kekhawatiran. Wajahnya yang biasanya tenang, kini tampak tegang."Sejak saya masih bayi, hanya ayah yang selalu ada untuk saya. Ayah yang mengajari saya berjalan, ayah yang selalu menyembuhkan luka saya," lanjut Angel, suaranya semakin mantap. Ruangan itu terdiam, semua mata tertuju padanya.Dia mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, "Ibu saya, Bella, dia... dia sudah meninggal. Tapi sebenarnya, sejak saya masih kecil, dia jarang ada untuk saya. Saya tidak merasa dicintai olehnya." Air mata mulai mengalir di pipi mungil Angel, tapi dia cepat-cepat menghapusnya."Saya tidak mau

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status