Share

3 Kita Masih Suami Istri

Mobil sang calon mantan suami sudah terparkir di garasi, sehingga Nayara langsung masuk ke dalam rumah begitu saja, berharap tidak diusir lagi.

“Mas Andika?” Nayara pergi ke dapur, tapi tidak ada siapa-siapa di sana. Dia lantas menaiki tangga menuju kamar yang menjadi saksi bisu atas kesalahan besar yang tidak pernah dilakukannya.

Begitu tiba, Nayara lihat kamar itu terbuka lebar dan terdengar suara-suara cekikikan yang membuat bulu kuduknya berdiri semua.

“Nakal ih kamu ....”

“... makanya jangan genit kamu ....”

“Genit-genit begini, tapi kamu suka kan Yang?”

“Iya, Yang ... Nambah lagi boleh?”

Nayara mengerutkan kening, obrolan menjijikkan macam apa itu?

Didesak oleh rasa ingin tahu yang tinggi, Nayara menerobos masuk ke dalam kamar utama dan matanya terbelalak sempurna.

Jantung Nayara terasa seperti diiris-iris sebilah belati ketika dia menyaksikan dua insan berbeda jenis itu sedang saling membelit penuh gelora di hadapannya.

“Andika!” teriak Nayara dengan suara yang memekakkan telinga. “Jadi begini kelakuan kamu yang sebenarnya?”

Wanita yang berada di bawah impitan tubuh Andika tersentak dan tangannya memukul-mukul bahu lelaki itu.

“Ada penyusup, Yang!”

Andika menoleh dan mengerutkan keningnya saat melihat keberadaan Nayara di dalam kamar.

“Cih, ngganggu saja. Mau ngapain lagi kamu datang ke sini?”

Nayara tidak menyangka jika respons Andika akan sesantai itu, pada awalnya dia pikir suami yang telah menceraikannya itu akan gugup, ketakutan atau bahkan malu karena Nayara telah melihat kelakuan mesumnya dengan sangat jelas.

Namun, ternyata dia salah besar.

“Tadinya aku datang ke sini untuk meluruskan apa yang terjadi antara aku sama Elkan, tapi ... ternyata justru kamu yang ada main sama perempuan gatal ini!”

“Hei, siapa yang gatal?” sentak wanita yang menjadi rekan berbuat mesum dengan Andika tadi.

“Kamu lah, belum nikah kok mau-maunya disentuh. Terlalu murah, tahu nggak?”

Wajah wanita itu merah padam.

“Apa urusannya sama kamu?” hardik Andika. “Ingat ya Nay, kamu itu sudah aku ceraikan! Sadar diri makanya, masuk main nyelonong saja. Ini sudah bukan rumah kamu lagi, aku sudah usir kamu semalam! Lupa?”

Wanita itu terkikik. “Aduh, sudah jadi mantan istri ternyata?”

Nayara diam saja.

“Kamu tuh yang nggak punya malu, datang ke sini pasti mau ngemis cinta Andika lagi ya? Haduh, kayak nggak punya harga diri lagi ....”

“Tutup mulut kamu ya, situ nggak ngaca?” tukas Nayara dengan kedua bahu naik turun.

“Kamu yang seharusnya tutup mulut! Lika benar, kamu nggak ada harga dirinya sama sekali. Aku kan sudah bilang kalau kamu bukan istriku lagi, apa masih kurang jelas?”

“Tapi secara hukum, kita masih suami istri!”

“Itu kan maunya kamu, Andika sudah membuang kamu tuh!” Lika mencemooh dari balik selimut yang menutupi tubuhnya yang berpakaian minim.

Nayara menelan saliva dengan gusar, matanya memanas, tapi dia tidak ingin air matanya luruh demi lelaki seperti Andika.

“Baru semalam kamu marah besar karena aku nggak sengaja berada sekamar sama Elkan, itu pun kami nggak ngapa-ngapain ... Lihat apa yang kamu lakukan sama perempuan gatal ini, jauh lebih buruk tahu nggak!”

Andika berdecak, sementara Lika asyik menonton pertunjukan gratis itu.

“Aku berhubungan sama Lika setelah aku menceraikan kamu, jadi perbuatanku nggak bisa kamu anggap sebagai pengkhianatan. Beda sama kamu yang berhubungan sama Elkan di saat kita masih suami istri, paham kamu?”

“Aku sama Elkan nggak melakukan apa-apa!” bantah Nayara untuk kesekian kalinya. “Aku cuma masuk ke kamar kita di waktu yang salah, cuma itu ....”

“Cukup ya, aku bilang kita pisah ya pisah! Kamu ngerti bahasa manusia nggak sih? Begini nih kalau asal mungut perempuan yang pendidikannya rendah kayak kamu, suka telat mikir!”

Lika terkikik saat menyaksikan Andika bicara buruk dengan menoyor keningnya menggunakan ujung jari.

Namun, setelah itu ....

Plak!

Tangan Nayara balas menampar wajah menyebalkan Andika hingga lelaki itu mengumpat kesakitan.

“Berengsek ya kamu!” Andika menarik lengan Nayara dan menyeretnya keluar kamar.

“Dadah, mantan menyedihkan!” Lika bersorak penuh kemenangan.

“Istri nggak tahu diuntung! Jangan pernah datang lagi ke rumah ini ....”

“Tapi sebagian barang-barang aku masih di sana!”

“Nanti aku paketkan, sambil mengurus berkas perceraian kita!”

Andika mengempaskan Nayara begitu saja ke jalan, Kalisa yang melihatnya langsung keluar dari taksi dan mendatangi mereka.

“Kok kasar banget sih kamu?”

“Ajarin tuh teman kamu, masuk rumah nggak pakai permisi!”

Andika yang hanya mengenakan celana pendek saja, tiba-tiba meludah di depan kaki Nayara.

“Ingat omonganku baik-baik, aku haramkan kamu untuk datang lagi ke rumah aku! Awas kalau kamu memperlihatkan muka kamu lagi selain di sidang cerai nanti!”

“Orang gila!” umpat Nayara dengan dada bergemuruh hebat. “Aku akan bikin kamu nyesal, Dika! Andika berengsek ....”

Kalisa mengusap-usap punggung Nayara yang tergugu di jalan, lalu membujuknya untuk masuk ke dalam taksi.

“Suami kamu sudah nggak waras,” gumam Kalisa sambil bergidik. “Sabar ya, Nay?”

“Dia yang nuduh aku nggak setia lah, selingkuh lah, pengkhianat ... Sedangkan tadi aku lihat sendiri dia mesra-mesraan sama simpanannya!”

Kalisa mengangguk sambil terus menenangkan Nayara. “Kita ke apartemen aku saja.”

Nayara tidak menjawab, dia merasa kecewa untuk yang kedua kalinya.

Niat hati menuruti nasehat ibu untuk menyelamatkan rumah tangganya dari perpisahan, tapi yang dia lihat justru Andika sudah secepat itu mencari wanita lain untuk menggantikan kedudukannya.

***

Setelah dua hari cuti kerja, Nayara memutuskan untuk kembali beraktivitas seperti biasa. Itu juga karena ayah tirinya selalu berkomentar miring terkait keberadaannya di rumah sang istri.

“Sudah mau dicerai, sebentar lagi jadi janda ... Eh, kerja malas-malasan pula.”

Meski baru beberapa hari tinggal menumpang, telinga Nayara seakan sudah kebal dengan ocehan ayah tirinya yang tidak bermanfaat itu.

“Ibu kamu sudah tua lho, kamu nggak kepikiran untuk cari uang buat masa tuanya nanti?”

Nayara sibuk mengunyah roti selai dan tidak menjawab.

“Aku belum setua itu, Mas!” Ibu yang protes. “Nayara anakku, sudah sering aku bilang kan? Jadi biar aku yang urus. Kamu juga cepat berangkat sana, ada aku yang harus kamu nafkahi.”

Ayah tiri Nayara bersungut-sungut tidak terima, meski begitu dia tetap menuruti perintah istrinya juga.

“Terima kasih sudah mau bela aku, Bu.”

“Sudah sewajarnya kan? Ibu sangat berat mengatakan ini sama kamu ....”

“Soal apa, Bu?”

“Ibu nggak tega kamu jadi janda di usia muda, tapi kalau dengar cerita Kalisa tentang bagaimana Andika memperlakukan kamu bahkan sampai meludah, ibu jauh lebih rela kamu jadi janda daripada harus jadi istri laki-laki kasar itu.”

Nayara tersenyum haru, lagi-lagi matanya memanas. Ah, dia memang mudah sensitif akhir-akhir ini.

“Sejak kapan perangai Andika seperti itu sama kamu, Nay?”

Bersambung—

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status