Share

2 Istri Pengkhianat

Author: Setia_AM
last update Last Updated: 2024-01-09 16:36:54

Nayara langsung berlari untuk menyerangnya dengan frontal.

“Puas kamu? Gara-gara kelancangan kamu masuk kamar sembarangan, Mas Andika jadi menceraikan aku! Tanggung jawab kamu!”

Elkan terperanjat ketika Nayara berteriak-teriak histeris di depan wajahnya.

“Itu benar, Dik?”

Andika mengangguk, membuat Elkan termangu. Pria itu merasa bahwa keputusan adik sepupu yang menceraikan istrinya karena sebuah salah paham, merupakan keputusan yang berlebihan.

Namun, sebagai orang lain, Elkan tidak ingin ikut campur dalam masalah rumah tangga mereka.

“Apa kamu kamu tidak mau memikirkan ulang keputusan kamu ini?” tanya Elkan ketika Nayara sudah pergi meninggalkan mereka.

“Aku nggak mau punya istri pengkhianat, El.”

“Tapi kami tidak berbuat apa pun, aku bersumpah ....”

“Kamu tidur kan tadi? Memangnya kamu tahu betul apa yang terjadi?”

Elkan sontak diam, dia memang sempat tertidur sehingga tidak mengetahui dengan pasti kapan Nayara masuk kamar.

“Daripada nanti kamu menyesal, Andika.”

“Aku nggak akan nyesal, itu memang kebiasaan buruk Naya.”

“Maksud kamu?”

“Dia nggak bisa setia jadi istri. Sebelum kamu, dia sudah sering curi-curi kesempatan sama pria lain. Aku sudah gerah dan hanya menunggu waktu yang tepat untuk menceraikannya.”

Sampai di sini, Elkan tidak bisa berkomentar apa-apa lagi.

Sementara itu Nayara sedang memasukkan baju-baju miliknya ke dalam koper, dia beberapa kali menyusut air matanya yang terus berjatuhan membasahi wajah.

Andika sudah menceraikannya, bahkan menyuruh Nayara untuk pergi dari rumah. Maka tidak ada alasan baginya untuk mengemis maaf, apalagi dia tidak pernah melakukan hal terlarang dengan Elkan.

“Kenapa cuma itu saja yang kamu bawa? Mana barang-barang lainnya?” selidik Andika ketika Nayara menuruni tangga dengan koper di tangannya.

“Besok-besok aku ambil lagi,” jawab Nayara dingin, dia melempar pandang penuh kebencian terhadap Elkan yang duduk tidak jauh dari Andika.

Elkan yang ditatap sedemikian rupa, jadi merasa dihakimi.

Karena tidak memiliki tujuan, mau tidak mau Naraya pulang ke rumah orang tuanya.

“Kok kamu bawa-bawa koper, apa yang terjadi?” sambut ibu Naraya ketika melihat putrinya yang berdiri di depan pintu rumah.

“Aku diceraikan, Bu.” Naraya menitikkan air mata meskipun rasanya sudah lelah menangis.

Alih-alih bertanya, ibu cepat-cepat membawa masuk Nayara ke dalam rumah dan langsung berpapasan dengan ayah tirinya.

“Ada apa ini, datang-datang kok nangis.”

“Naya Cuma kangen, biarkan dia istirahat di kamar.” Ibu segera menarik tubuh rapuh sang putri melewati suami keduanya.

“Bu, gimana kalau ayah tahu aku sudah diceraikan?” ratap Nayara begitu mereka tiba di kamar tamu.

“Memangnya apa alasan Andika menceraikan kamu, Nay?”

“Gara-gara ... kakak sepupunya Andika tidur di ranjang kami dan aku nggak tahu ... Aku masuk seperti biasa dan ....”

Ibu Nayara terbelalak. “Kalian tidur bersama?”

Naraya menggeleng kuat-kuat. “Sumpah, kami nggak melakukan hal kotor itu, Bu! Elkan bahkan juga mengakuinya.”

“Elkan siapa?”

“Kakak sepupu Andika.”

Ibu menarik napas. “Jadi Andika cuma salah paham? Kalau begitu jelaskan saja.”

“Sudah Bu, tapi Mas Andika nggak percaya! Dia tetap yakin sama penglihatannya kalau aku sudah tidur sama sepupunya!”

Ibu mengusap-usap bahu Nayara untuk menenangkannya.

“Sudah, berhenti nangisnya. Jangan cerita apa-apa sama ayah tiri kamu, nanti dia ngomel panjang lebar kalau tahu masalahmu sama Andika.”

Nayara mengangguk karena ayah tirinya itu memang hobi mengomel, apa saja bisa dia komentari dengan mulut lemasnya.

***

“Apa-apaan ini anak kamu nggak pulang-pulang ke rumah suaminya?”

Pagi itu ayah tiri Nayara mengawali hari yang cerah dengan mengomel.

“Istri macam apa, suami ditinggal pergi, ngadu masalah ke orang tua? Harusnya kamu paham di umur-umur segini, sudah saatnya menyenangkan hati orang tua! Kasih cucu kek, kasih aset, uang bulanan ....”

“Stop, sudah cukup. Mas nggak perlu berisik, Naya putriku. Biar aku yang didik dia, oke?”

“Cih, didik apaan? Didik tuh yang benar!” Ayah tiri Nayara terus mengomel, membuat telinga Nayara terasa panas mendidih.

“Ibu kok betah banget sih punya suami kayak ayah?” Nayara bergidik.

“Sudah, kok jadi membicarakan ibu? Kamu sarapan, terus kompres mata kamu pakai timun. Setelah itu coba kamu hubungi Andika baik-baik.”

Nayara menggeleng, dia sudah diceraikan. Dia tahu itu, jadi untuk apa menghubungi Andika lagi?

“Sekalian suruh sepupunya untuk bersaksi kalau kalian nggak melakukan apa-apa.”

“Sudah, Bu. Elkan sudah bersumpah, tapi Mas Andika yang nggak mau percaya!” pekik Nayara emosional. “Sakit hati aku, Bu. Kayak laki-laki cuma tinggal dia saja!”

Ibu menarik napas. “Kamu sudah siap jadi janda di usia muda?”

“Justru karena aku masih muda kan, Bu? Pasti suatu saat nanti banyak yang mau sama aku.”

“Kok percaya diri sekali kamu?”

Nayara mengangkat bahu. “Aku sudah minta maaf berkali-kali sama Mas Andika, tapi dia tetap menuduhku melakukan perbuatan haram itu ... Jadi buat apa aku merendahkan harga diri aku, Bu?”

“Kamu siap jadi bahan gunjingan satu komplek? Mulut mereka tajam-tajam, Nay!”

“Masih lebih tajam tuduhan Mas Andika, aku nggak akan peduli omongan orang selagi aku nggak ganggu hidup mereka.”

Ibu mengusap puncak kepala Nayara.

“Yang penting Ibu percaya sama aku, kan?” tanya Nayara lirih.

“Tentu, anak ibu nggak mungkin bohong.”

Nayara memeluk ibunya, lagi dan lagi air matanya luruh membasahi bumi.

Sorenya, ketika kondisi wajah sudah tidak lagi bengkak, Nayara menelepon sahabatnya untuk ketemuan di kafe langganan.

“Menyedihkan banget itu muka, aku ikut sedih sama apa yang kamu alami, Nay ....”

Kalisa menatap Nayara yang sedang menghabiskan jus jambu.

“Makanya habis ini, tolong temani aku ambil barang-barang di rumah Andika ya?”

“Beres, aku masih nggak percaya kalau dia setega itu sama kamu.”

“Biarlah Lis, aku sudah lelah menangisi Andika semalam suntuk. Pagi tadi ibuku menyarankan aku untuk mencoba bicara lagi baik-baik sama dia, siapa tahu dia emosi sesaat gara-gara sakitnya itu.”

Kalisa mengangguk-angguk setuju. “Nggak ada salahnya, hubungan kalian kan sudah tahap rumah tangga.”

Nayara sependapat. Biarlah, ini untuk yang terakhir. Bukannya dia takut menjadi janda, tetapi dia lebih khawatir lagi jika fitnah itu terus tumbuh subur setelah dirinya berpisah dari Andika nanti.

“Sudah siapkan mental?” tanya Kalisa kepada Nayara ketika taksi yang mereka tumpangi mulai melaju menuju rumah Andika.

“Siap nggak siap,” angguk Nayara.”

Setelahnya mereka berdua tidak bicara apa-apa lagi selama perjalanan.

“Aku tunggu di sini, Nay? Sukses pokoknya!”

“Doakan aku.” Nayara melangkah gugup seakan-akan memasuki rumah orang asing yang tidak dia kenal, padahal rumah berlantai dua yang dikelilingi pilar megah itu adalah tempat tinggalnya selama membina rumah tangga bersama Andika.

Mobil sang calon mantan suami sudah terparkir di garasi, sehingga Nayara langsung masuk ke dalam rumah begitu saja, berharap tidak diusir lagi.

Bersambung—

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kakak Sepupu di Ranjang Suamiku    101

    "Ya, hiduplah dengan lebih baik lagi bersama keluarga kecil kamu." Gio mengangkat tangannya sebagai isyarat bagi Nia untuk segera pergi.Sesaat setelah Nia keluar, sebuah taksi menepi di depan Kafe dan Kalila melangkah turun."Aku sudah sampai, nih ... Masih lama? Ya sudah, aku tunggu!" Kalila mengakhiri percakapan dengan seseorang, kemudian menyimpan kembali ponsel miliknya ke dalam tas.Namun, langkah Kalila sontak terhenti saat seseorang menabraknya tepat setelah dia melangkah masuk ke dalam kafe."Gio! Kok main tabrak saja?"Kalila terhuyung sebentar sebelum akhirnya bisa menyeimbangkan diri."Hati-hati kalau jalan!" imbuhnya sedikit kesal.Gio menyipitkan matanya."Mentang-mentang kita sudah bercerai, apa harus kamu seangkuh ini di depanku?"Kalila balas menatap Gio yang wajahnya sedikit memerah."Aku tidak mengerti kamu ngomong apa."Kalila bergegas pergi menjauh untuk mencari meja yang masih kosong. Jika sesuai rencana, seharusnya Zia akan menyusul lima belas menit kemudian.Na

  • Kakak Sepupu di Ranjang Suamiku    79

    "Terus kenapa menatapnya penuh curiga begitu? Saya ini bukan tukang tipu," sela Elkan sedikit tersinggung. "Bukan curiga, Pak. Aneh saja, kenapa tidak ambil pegawai lain saja untuk jadi asisten pribadi?" "Suka-suka saya, hanya saya lihat akhir-akhir ini kerjaan kamu beres semua ...." "Yang kemarin-kemarin tidak beres memangnya?" potong Nayara berani. "Beres sih, tapi akhir-akhir ini kamu gesit. Kebetulan saya akan sangat sibuk ke depannya." Nayara langsung memegang keningnya. Bayangan seberapa banyak pekerjaan jika menjadi asisten pribadi Elkan membuatnya tegang duluan. "Kenapa wajahmu begitu, seharusnya kamu bahagia karena ini penawaran langsung dari bos." Nayara memutar bola matanya dengan malas. "Gajinya berapa, Pak?" "Soal gaji, saya tidak pernah mengecewakan. Saya naikkan lima belas persen, lumayan kan?" "Cuma lima belas persen?" "Kenapa, kurang?" Nayara sibuk menimbang-nimbang. "Gimana, ya? Kalau dua puluh lima persen saya mau, Pak!" "Wah, mata duitan." Nayara ce

  • Kakak Sepupu di Ranjang Suamiku    78

    "Aku tidak bilang begitu, hanya saja apa kalian sudah mampu dari segi modal?"Pertanyaan Elkan tak urung membuat Andika dan Lika diam membisu."Justru itu! Kami sedang berusaha mencari investor yang mau kasih pinjam modal ke kita," kata Andika pongah."Kenapa tidak mengumpulkan modal sendiri dari gaji kalian? Minim risiko dan jelas lebih aman.""Kelamaan kalau kami harus mengumpulkan uang dulu, El." Kali ini Lika yang menjawab. "Berapa sih gaji pegawai seperti kami ini?""Tentu lumayan kalau digabungkan berdua," sahut Elkan kalem. "Saranku, kalian menabung dulu sambil memikirkan gambaran bisnis apa yang ingin kalian wujudkan. Investor kaya sekalipun, dia akan tetap mempertanyakan proposal bisnis kalian."Andika melirik Lika dengan isyarat seolah dia sudah menduga jika menemui Elkan adalah perbuatan yang sia-sia saja.Jaka tiba untuk mengantarkan minuman sesuai permintaan Nayara."Maaf menunggu lama, Pak ....""Apa Nayara tidak kasih tahu kamu kalau saya ada tamu?" tanya Elkan."Sudah

  • Kakak Sepupu di Ranjang Suamiku    77 Ayah Tiri Nayara

    “Sudah dari tadi, Bu!” Nayara sengaja mengeraskan suaranya, seraya melirik ayah tirinya. “Anak datang kok nggak disuruh masuk sih,” omel ibu sambil menggamit lengan Nayara. “Ngomel terus perasaan, bikin pusing lama-lama di rumah ....” “Jangan di rumah kalau begitu, kerja sana!” “Aku ini suami lho, kepala keluarga, kok dibentak-bentak begini ... Kualat gimana?” “Nggak akan kualat kalau kepala keluarganya kayak kamu,” gertak ibu. “Yuk Nay, kita masuk saja.” Ayah tiri Nayara melengos, kemudian keluar dari rumah sambil mengentakkan kakinya. “Kok kayaknya aku datang di saat yang salah ya, Bu?” tanya Nayara tidak enak. “Aku pikir sudah lama nggak nengok Ibu, makanya sengaja datang. Tapi ayah malah marah-marah nggak jelas, memang aku yang salah sih ... Nggak pernah kirim kabar, apalagi kirim uang.” Ibu mengembuskan napas panjang. “Ibu lihat kamu sehat begini saja sudah senang, kamu tambah kinclong ... Itu artinya kamu bahagia, kurang apa lagi, coba?” “Kurang membaha

  • Kakak Sepupu di Ranjang Suamiku    76 Kunjungan Kerja

    Andika hanya meringis, dia bersedia melakukan segala cara supaya bisa meraih simpati Elkan kembali. “Besok Anda ada kunjungan kerja, Pak.” Nayara memberi tahu Elkan di hari pertama akhir bulan. “Bersama Pak Kalandra dari Lazuardi, agenda kegiatannya meninjau pabrik daur ulang ... Saya tidak ikut kan, Pak?” Nayara mendongak menatap Elkan yang sedang menyeruput kopinya. “Pak?” Elkan hanya balas menatap Nayara dengan cangkir masih menempel di bibirnya. “Pak!” “Ohok!” Elkan langsung tersedak dan terbatuk-batuk. “Eh maaf, Pak!” Nayara jadi merasa bersalah karena memanggil Elkan di saat atasannya itu sedang minum kopi, buru-buru diulurkannya beberapa lembar tisu kepada Elkan. “Kamu ini ya ...” Elkan masih terbatuk-batuk. “Mau bunuh saja?” “Kejam amat, tersedak saja tidak akan membuat Anda lewat, Pak!” Elkan tidak menjawab, melainkan sibuk membersihkan tumpahan air kopi sembari masih terbatuk-batuk kecil. “Saya pesankan kopi baru ya, Pak!” Lagi-lagi Elkan tida

  • Kakak Sepupu di Ranjang Suamiku    75 Selalu jadi Penghalang

    Elkan mendengus. “Saya kok tidak percaya.” “Lho, itu terserah Anda. Tidak ada yang memaksa untuk percaya, apalagi orangnya juga belum saya temukan.” Elkan tidak bicara lagi, melainkan fokus mengemudi karena sudah ada pekerjaan yang menunggunya di kantor. “Argh, menyebalkan!” Lika memukul-mukul tangannya sendiri dengan kesal. “Kenapa sih janda satu itu selalu saja nempel sama Elkan? Bikin aku jadi susah untuk melancarkan pesonaku, padahal aku yakin kalau Elkan sebenarnya ramah ... Semua gara-gara si janda!” Lika mengembuskan napas gusar, dia memperbaiki posisi duduknya kemudian mengambil bedak untuk merias ulang wajahnya yang merah padam. “Semoga saja apa yang aku lakukan baru-baru ini bisa bikin Andika mendapatkan jabatan sekretaris lagi, uang jajanku sudah menipis ... Aku nggak mau hidup hemat kayak orang susah,” gumam Lika yang tidak bisa menutupi perasaan gusarnya. Salah satu alasan dia bersedia menjalin hubungan dengan Andika adalah karena pria itu sangat loyal da

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status