Share

Mine

Author: Kardinah
last update Last Updated: 2024-03-26 22:54:34

Langit mengejar Bulan, sayangnya dia berhasil masuk lebih dulu ke dalam lift.

“Sial.”

Gagal sudah rencana Langit membalas perlakuan Bulan padanya. Sampai di ruangannya, Langit melempar tasnya sembarangan. Atasannya itu yang tak lain dan tak bukan adalah istrinya, meminta semua orang pergi ke ruang meeting. Entah apa yang akan dilakukannya pagi ini, hal gila apalagi yang akan dia minta dari anggota lainnya.

“Bisa nggak, kamu itu datang lebih awal, sama seperti yang lainnya,” ucap Bulan pada Langit.

“Baik, Bu.”

Langit tak ingin berdebat dengan Bulan di depan orang banyak, tak mau mereka curiga pada mereka berdua.

Meeting yang berakhir pada pukul sepuluh itu membuat banyak orang termasuk Langit, pusing sendiri. Mereka memang sedang menangani banyak klien dengan macam-macam masalah. Namun tak seharusnya Bulan meminta mereka menyelesaikannya dalam waktu yang singkat.

“Konyol,” ucap Langit sembari berjalan menuju ruangannya.

Langit tak menyadari kehadiran Bulan yang berjalan di belakangnya.

“Apa maksudmu, ini kerja cerdas, bukan konyol. Setidaknya kita tak membuang banyak waktu hanya untuk menangani satu klien.”

Langit melengos, dia berpura-pura tak mendengar dan melanjutkan langkah, masuk ke dalam ruangannya yang kebetulan berseberangan dengan ruangan Bulan.

Bulan yang hendak duduk menatap Langit tajam. Namun, Langit acuh tak acuh dan menganggap gadis gila itu tak ada di hadapannya.

Bulan sungguh kesal dibuatnya. Dia mendudukkan tubuhnya dengan kasar.

“Aduh, sakit,” ucapnya mengusap kakinya yang terantuk kursi miliknya.

Bulan menghela nafas, sepertinya mulai hari ini dia harus memiliki banyak stok sabar untuk menghadapi Langit.

Baru saja dia fokus pada pekerjaannya, sahabatnya yang berada di lantai atas kini sudah berada di ruangannya.

“Kenapa,sih, masih pagi begini mukamu kusut, belum di setrika, tuh lihat bibirmu kelihatan keriting.”

“Aku jomblo sejati, Mine.”

Mine tergelak, dia satu-satunya yang tahu rencana konyol Bulan yang pada akhirnya menjadi bumerang bagi dirinya sendiri.

“Jangan sampai kamu membuka mulut di mana-mana Mine. Aku bisa merobeknya!”

Lagi, Mine tergelak mendengar ancaman sahabatnya. Baginya, kalimat yang terlontar dari mulut Bulan adalah sebuah candaan yang cukup menghiburnya,

“Jadi, bagaimana malam pertama kalian?”

Bulan mendongakkan kepalanya menatap Mine, dia menyandarkan tubuhnya pada kursi miliknya.

“Menurutmu?”

“Melihatmu seperti sekarang, aku yakin kalian tak melakukan malam pertama seperti pengantin pada umumnya.”

“Nah, itu tahu, please jangan sampai kamu mewarisi kegilaan Mamaku. Aku muak dengan kalimat yang baru saja kamu lontarkan barusan. Bisa nggak, pertanyaannya diganti. Kamu tahukan pernikahan ini terjadi gara-gara Mama.”

Bulan mendecap, hari ini emosinya benar- tidak stabil. Mine yang melihat wajah kusut dengan bibir yang mengerucut itu pun makin penasaran.

Bulan yang mulai mengerti bahwa sahabatnya sedang kepo akut pun menceritakan apa yang terjadi dengannya dan Langit, tak lupa dia juga menceritakan Mamanya yang sudah memasang kamera CCTV di kamarnya.

Mine yang mendengarnya tak sanggup menahan tawanya, dia tergelak sembari memegangi perutnya yang sakit karena tertawa terus-menerus.

“Sialan, kamu menertawaiku sejak tadi, dasar teman nggak ada akhlak. Teganya kamu tertawa di atas penderitaanku.”

“Tapi ini lucu, Bulan. Kenapa Tante bisa sekreatif itu. Sekarang aku jadi tahu, dari mana sifat gilamu itu. Dari mamamu.”

Bulan yang kesal dengan Mine melemparkan kertas yang sudah dia gulung ke arah sahabatnya. Namun, dengan cepat Mine berhasil menangkapnya.

Baru kali ini Mine melihat Bulan uring-uringan sejak pagi. Padahal itu semua konsekuensi dari apa yang dia rencanakan sejak awal.

“Kalau boleh jujur, aku ingin bebas seperti kamu. Kamu tahu, memiliki hubungan itu rumit dan mengekang. Semua ini gara-gara Mama.”

Mine tersenyum, dia mengerti bagaimana perasaan Bulan sekarang. Namun, dia yang memiliki sifat hampir sama dengan Bulan malah menggodanya.

“Coba nikmati pernikahanmu dengannya, secara fisik Langit tampan, apa yang kurang darinya? Cuma sedikit kurang duit.”

Di luar dugaan Bulan, dia tak menyangka sahabatnya itu memiliki pemikiran di luar nalar. Baginya, menikah membuat beban hidupnya bertambah, apalagi dengan Langit yang cerewet, sebelas dua belas dengan Mamanya.

“Kalaupun di dunia ini hanya dia satu-satunya pria. Aku lebih baik jadi jomblo sejati, Mine.”

Mine terkekeh, ”Jangan denial, awal cinta itu berasal dari benci dan penolakan yang kamu lakukan terus-menerus.”

Bulan menghela nafas, dia selalu kehabisan kata-kata setiap kali berbincang dengan Mine. Gadis itu selalu punya jawaban yang bisa membantahnya.

Bulan memalingkan wajah, ruangannya yang dikelilingi kaca transparan membuatnya mampu menatap wajah suaminya yang tampaknya sedang berbicara dengan kliennya.

Di saat yang bersamaan Langit pun menoleh dan menatap ke arahnya. Awalnya Bulan ingin berpura-pura tak melihatnya, tapi, rupanya Langit tersenyum ke arahnya. Bulan pun segera mengganti mimik wajahnya, dari yang datar menjadi melotot.

Mine yang melihatnya tak sanggup menahan tawa, lagi dan lagi dia tertawa terbahak-bahak. Tak menyangka bulan akan melakukan itu pada Langit.

“Mine keluar saja dari ruanganku, sejak kamu datang kemari, kamu terus-terusan meledekku,” ucapnya kesal.

“Bukankah sejak tadi aku menghiburmu.”

“Ck.. kamu bukan menghiburku, tapi membuatku makin kesal. Dari tadi aku yang terlihat menghiburmu.”

Tok..tok..

Mereka berdua menatap ke arah sumber suara. Bulan dan Mine saling melempar pandang. Lelaki yang sejak tadi menjadi bahan pembicaraan mereka kini sudah berdiri di depan pintu.

“Masuk. Ada apa!”

“Bisa nggak sih, bicaramu nggak ketus begitu, ini di kantor.”

“I don’t care.”

“But i care,” balas Langit tak mau kalah.

Mine yang menyaksikan perdebatan mereka mengulum senyum. Tanpa bertanya pada suaminya, Bulan mengerti maksud kedatangan Langit ke ruangannya. Dia mengulurkan tangan meminta berkas yang berada di genggaman suaminya.

Sembari menunggu Bulan memeriksa berkas, dia pun mendudukkan tubuhnya di kursi yang tepat berada di depan meja Bulan.

“Eh..eh siapa yang menyuruhmu duduk,” hardiknya.

Langit menghela nafas, dia menurut. Langit bangkit dari duduknya, dan berdiri di dekat Mine.

“Begini amat jadi bawahan,” keluhnya seraya mengusap dadanya yang bidang.

“Sabar, Langit, semua ada masanya. Nanti kalau dia sudah sadar, dia pasti berubah.”

“Bu Mine bisa saja, berubah jadi apa, Bu? Power rangers pink?”

Mine tertawa, dia mengacungkan ibu jarinya pada Langit. Obrolan Langit dan Mine membuat Bulan tak konsentrasi memeriksa berkas klien milik Langit. Bulan mengambil kertas, menulis sebuah kata di atasnya, lalu memperlihatkan kertas itu pada keduanya.

Suasana yang tidak kondusif membuat Mine pun memilih berpamitan pada Bulan, dia tak mau mengganggu suami istri yang sedang dalam mode waspada level lima.

“Aku balik dulu, Langit jaga dia baik-baik. Singa ini kadang liar, tapi kadang mudah dijinakkan.”

Langit tak menjawab, dia malah mengedipkan sebelah matanya, mengiyakan ucapan Mine. Langit tersenyum, menatap lekat Mine hingga bayangannya menghilang dari pandangan. Bulan yang melihat keakraban mereka berdua memasang raut wajah tidak terima.

Setelah Mine menghilang, Bulan yang kesal pun menggerutu.

“Dasar gatal!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   I Love You

    Langit mendengarkan suara di seberang sana. Namun, tak butuh waktu lama, dia mengakhiri panggilan dari Baby.“Tumben?”Langit cengengesan, dia tak mau kehilangan momen bersama istrinya. Biar saja Baby marah dengannya. Kali ini dia tak mau menyesal lagi. Di saat dia sudah tahu pasti perasaan istrinya. Di tambah lagi Bulan datang jauh-jauh ke Korea hanya untuk memintanya tetap menjadi suaminya. Suaminya sebenarnya, bukan suami yang hanya tertulis di atas kertas.“Aku ingin waktu berhenti sejenak. Menikmati apa yang terjadi hari ini. Even itu hanya sebuah ekspektasi yang tidak mungkin terjadi.”“Ini bukan ekspektasi, Langit. Aku ada di depanmu. Kamu bahkan bisa menyentuhku, melakukan apa saja yng kamu inginkan dariku.”Langit tertawa dia memeluk istrinya lagi, menidurkannya kembali di sisnya sembari menaikkan selimut hingga menutupi kedua tubuh mereka berdua. Langit tak bisa tidur meski langit masih menggelap. Matahari seakan enggan menampakkan wajahnya, matahari tak ingin menggangg

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Touchdown Korea

    Kini Bulan sudah duduk di dalam pesawat yang sebentar lagi take off. Dia meremas kedua telapak tangannya yang sedikit berkeringat. Meskipun ini bukan pertama kalinya dia pergi ke Korea, tapi entah kenapa perasaannya menjadi gugup. Dia memiliki banyak ketakutan tersendiri. Takut misinya akan gagal kali ini dan pulang dalam keadaan terluka. Walaupun sudah membulatkan tekadnya tetap saja dia hanyalah manusia biasa.Perjalanan tujuh jam dua puluh delapan menit akhirnya berhasil dia lewati tanpa kendala apapun. Pesawat mendarat dengan sempurna. Bulan keluar dari imigrasi dan langsung menuju hotel yang sudah dia booking sebelumnya.“Seoul, im in love,” gumannya sembari menuju taksi yang akan mengantarkannya ke tempat dia akan beristirahat.Sampai di hotel dan check ini, Bulan mengirimkan pesan pada suaminya. Waktu seolah berputar terlalu lambat. Hamir sepuluh menit berlau dan suaminya masih belum membaca pesan yang dikirimkannya. Entah apa yang sedang dia lakukan sekarang. Mungkinkah sua

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Menepati Janji

    Bulan ingin sekali pergi menjenguk mertuanya, dia sendiri masih bingung kenapa Ibu Langit bisa sampai masuk ICU.Bulan ingin bertanya pada Langit tapi dia berusaha menahan jarinya untuk tak mengirimkan pesan pada suaminya.“Nanti malam sepulang kerja bagaimana?”Bulan bertanya pada Mine, sebab dia yang tahu di mana ibu mertuanya di rawat. Lagi pula selama Langit pergi dia selalu kesepian di rumah. Rumahnya kosong. Mamanya belum pulang dari Jepang, sedangkan Mine sekarang sudah memiliki kekasih yang tiap malam selalu datang ke apartemennya.“Boleh, tapi aku tak bisa menemanimu lama-lama. Aku ada janji kencan malam ini.”Bulan melemparkan map ke arah sahabatnya. Mine tertawa, dia berhasil menghindar dan menangkap map milik Bulan lalu meletakkannya kembali ke atas meja.“Aku kembali dulu ke ruanganku, nanti aku kemari, aku ada janji dengan klien. Oiya, kalau aku jadi kamu aku akan menyusul suamimu dan membawanya pulang bersamamu. Cinta itu tak memandang gender, mau siapa pun yang m

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Alasan Langit

    “Good morning. Semangat, Bulan, dunia masih berputar meski tak ada Langit di sisimu. Ada langit lain yang selalu mengayomi kamu.”“Sial.”Bulan mengumpat kesal.Mine terkekeh, dia bukannya menghibur Bulan yang sedang patah hati, tapi malah menggodanya terus-menerus.“Kenapa tak membalas pesan darinya?”Bulan menghela nafas, dia teringat terakhir kali melihat Langit saat senja di tepi pantai. Dia sadar betul bahwa Langit memiliki perasaan yang sama dengannya, tapi kenapa lelaki itu mau menerima begitu saja permintaan Baby padanya. Berapa banyak uang yang Baby bakar untuknya?“Malas, untuk apa dia berbasa-basi nggak jelas, padahal dia sedang sibuk menyuapi dan meninabobokan bayinya.”Mine tak mampu menahan tawanya, dia tertawa terbahak-bahak. Di saat kesal begitu, amarah Bulan malah membuatnya tertawa terpingkal. Bulan mendesah melihat sahabatnya cukup terlihat puas dan bahagia dengan kalimatnya barusan.“Bagus, lanjutkan saja kebahagiaanmu menertawai penderitaanku. Kamu mema

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Pengkhianatan

    Selesai makan, mereka berdua berbincang santai setelah sejak tadi berada pada kecanggungan yang hakiki. Setelah beberapa menit berlalu, Langit membuka suara kembali. “Ayo, aku akan mengajakmu ke suatu tempat.” “Ke mana?” “Nanti kamu juga akan tahu.” Mereka berdua bangkit dari duduknya dan melangkah keluar. Menggunakan mobil Langit keduanya kini sudah berada di kemacetan yang cukup panjang. Bulan menghela nafas, dia memandang keluar jendela, menatap masa depannya yang masih tampak buram. Sesekali Langit melirik istrinya yang beberapa kali terlihat menghela nafas. Seolah sedang berusaha melepaskan beban hidup yang cukup berat yang sedang dipikulnya. “Ada yang kamu pikirkan?” tanya Langit memecah keheningan di antara mereka. Bulan menggeleng pelan. Tepat di lampu merah mereka berhenti, Langit menatap lamat-lamat wajah cantik istrinya. Selama beberapa tahun terakhir, dia mengagumi perempuan itu. Dan pada akhirnya dia bisa dipersatukan oleh keadaan. Perempuan keras k

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Keinginan Terakhir

    Setelah malam itu entah kenapa keduanya menjaga jarak, bahkan sudah beberapa malam langit memilih tidur di sofa meski tersiksa. sementara bulan tidur sendirian di ranjang dengan kebisuannya.Walau keduanya sama-sama tak nyaman, tak ada satu pun dari mereka yang mengubah keadaan. Langit apatis dan Bulan yang egois membuat keadaan semakin sulit.Tepat di hari yang sudah ditunggu Langit. Hari ini adalah hari kepergiannya ke Korea bersama Baby. Mungkin semuanya memang harus berjalan seperti yang takdir inginkan. Sekuat apapun Langit menunjukkan perasaannya, si keras kepala itu masih saja tak peka.“Aku pergi hari ini,” pamit Langit pada istrinya yang masih mengenakan bathrobe miliknya seraya memencet tombol remote bergantian.Ada sesak merundung dadanya tapi dia berusaha keras mengalihkannya.“Aku tak perlu mengantarkan kamu ke bandara, kan?”Langit menggeleng pelan, dia duduk menyandarkan punggungnya pada sofa yang didudukinya. Memandang ke arah istrinya yang baru saja selesai

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Kecupan Langit

    Setelah puas melampiaskan kekesalannya, Bulan meminta maaf pada dirinya sendiri. Dia sudah menyakiti tubuhnya yang senantiasa menemaninya setiap hari.Hampir tengah malam saat dia mematikan komputer miliknya. Baru saja pintu lift terbuka, suaminya sudah berdiri di dalam sana.“Aku pikir kamu nggak pulang. Makanya aku menyusulmu ke sini.”“Aku mau pulang sekarang.”Bulan masuk ke dalam lift yang sama dengan suaminya. Mereka berdua mengatupkan bibirnya rapat. Hening, hanya ada suara helaan nafas mereka berdua. Langit memberi waktu pada Bulan menikmati kediamannya.“Naik mobilku, kamu pasti lelah, biar aku yang menyetir.”“Aku nggak capek, tenang saja, naik mobil masing-masing saja.”Bulan membantah, dengan langkah lebarnya dia berhasil mendahului Langit dan langsung masuk ke dalam mobil miliknya. Dia menghidupkan audio, memutar lagu kesukaannya, sesekali dia ikut bernyanyi melampiaskan emosinya yang sudah sejak pagi tak tersalurkan. Saat berhenti di lampu merah dia memandangi s

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Realita Bukan Expectasi

    Bulan masih menyibukkan dirinya, seperti ucapannya sebelumnya, dia sama sekali tak ingin ikut bergabung dengan Mine dan Langit yang sekarang sedang makan malam. Walaupun Mine membujuknya dengan seribu cara, tetap saja Bulan tak berminat ikut dengan mereka. Rasanya dia terlalu kecewa dengan Langit hingga ingin sekali menjauh. Ponsel di sampingnya bergetar menampilkan gelembung chat dari suaminya dan Mine. Mereka kompak sekali bertanya pada Bulan. Bulan hanya membacanya sekilas tanpa mau membalasnya. Dia memegangi perutnya yang mulai keroncongan. Cacing-cacing di perutnya sudah meminta haknya. “Mau sampai kapan kamu begini, Bulan?” Langit sudah berdiri di depan pintu. Bulan menatapnya sekilas lalu berusaha menyibukkan dirinya kembali. Membiarkan Langit masuk ke dalam ruangannya. “Kenapa tak membalas pesanku? Ayo, makan dulu.” Langit menyiapkan makan malam untuk istrinya. Membuka paperbag yang dibawanya. “Kamu boleh marah denganku, tapi jangan menyiksa dirimu sendi

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Bukan Milikku

    Langit melewati Bulan begitu saja, pikirnya itu lebih baik. Mungkin saat ini adalah saat yang tepat untuknya memberi jarak antara keduanya. Langit berpikir dengan begitu dia akan lebih tenang meninggalkan Bulan selama dia pergi ke Korea. Mungkin dengan memberi jarak, perempuan itu menjadi lebih tahu sisi hatinya, bagaimana keinginannya. “Kamu lihat, kan?” “Tentu saja aku melihatnya. Kamu pikir aku buta.” Bulan menghela nafas mendengar ucapan Mine. Mine menatap sahabatnya dengan tatapan penuh selidik. Melihat kelakuan sahabatnya, Bulan pun merasa jengah. “Katakan cepat!” Mine terkekeh geli, Bulan dengan cepat mengerti dengan bahasa isyarat yang diberikan padanya lewat tatapannya. “Aku tak tahu alasan pastinya, kenapa tiba-tiba dia menerima ajakan gadis bermuka dua pergi ke Korea. Dan aku juga tak ingin bertanya tentang alasannya. Titik, jangan lagi kamu sematkan koma di akhir kalimatku.” Mine mendesah pelan, mau sampai kapan keduanya salah paham terus mener

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status