Kalau Cinta Jangan Gengsi

Kalau Cinta Jangan Gengsi

Oleh:  Kardinah  Baru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel12goodnovel
Belum ada penilaian
42Bab
481Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Demi menolak perjodohan yang dilakukan Mamanya, Bulan meminta Langit menjadi pacar pura-puranya. Sayangnya rencana yang sudah dia susun rapi berubah menjadi bencana saat Mamanya meminta mereka berdua menikah. Bagaimana kisah mereka selanjutnya? Apa yang akan terjadi dengan Bulan? Apakah mereka menuruti permintaan Mamanya?

Lihat lebih banyak
Kalau Cinta Jangan Gengsi Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
42 Bab
Tawaran Menggiurkan
Bulan melempar segepok uang di hadapan Langit. “Aku mau menyewamu menjadi kekasihku malam ini.” Langit mendongakkan kepalanya, menghembuskan nafasnya kesal. Dia merasa terhina dengan perlakuan Bulan padanya. “Kamu bisa nggak, sih, menghargai orang lain, jangan mentang-mentang aku menyewakan jasa kekasih pura-pura, kamu bisa bersikap semaumu. Aku nggak mau!” “Aku sudah menghargaimu, lihat uang di depanmu. Jadi ini kurang? Berapa lagi yang kamu minta dariku!” Bulan masih saja bersikap arogan, bukannya membujuk Langit agar mau menerima tawarannya, dia malah makin menyulut emosi Langit. Langit hendak beranjak dari duduknya. Namun Bulan menarik lengannya. “Mau ke mana, jadi pacarku semalam saja.” “Enggak! Jangan gila, Bulan.” “Dari dulu aku memang gila, Langit.” Langit berjalan meninggalkan Bulan yang tampak kesal, tapi, Bulan tak bisa begitu saja membiarkan lelaki itu pergi saat ini. Dia butuh Langit untuk membantunya menolak perjodohan konyol yang di lakukan orang tuanya. Bulan m
Baca selengkapnya
Penolakan Langit
Sekeras apa pun Bulan berusaha. Mamanya tetap pada keinginannya. Ingin mereka berdua menikah. Mama Bulan memiliki pertimbangan bahwa selama mengenal Langit, lelaki itu cukup baik. Mereka berdua keluar dari rumah dengan langkah gontai. Keduanya duduk di teras memikirkan langkah selanjutnya. “Kamu gila, bukankah kamu bilang padaku, hanya malam ini saja. Tapi kenapa Mamamu malah menyuruh kita menikah!” “Aku mana tahu kalau bakalan begini, Langit. Sudahlah, menikah saja denganku, aku pasti membayarmu berkali-kali lipat.” “Aku belum gila, Bulan. Menikah denganmu, dunia kiamat pun aku nggak akan melakukannya.” Bulan yang mendengar ucapan Langit barusan pun kesal, dia marah, merasa bahwa Langit sudah menghinanya. Tak mau kalah dengan Langit, Bulan pun membalasnya. Sembari mendorong dada Langit, dia pun berkata pada lelaki itu, “Kamu pikir aku mau menikahimu! Jangan bangga dulu, aku hanya membayarmu sesuai dengan pekerjaan yang kamu lakukan!” Bulan sungguh frustrasi dibuatnya, satu si
Baca selengkapnya
Mendadak Menikah
Bagaikan mimpi, kini keduanya sudah sah menjadi pasangan suami istri. Mama bulan memeluk mereka berdua bergantian. Rona bahagia tak bisa ditutupinya sama sekali. “Akhirnya anak Mama satu-satunya menikah. Malam ini kalian harus membuatkan cucu untuk Mama.” “Ma, malu, Ma!” “Kenapa harus malu, kalian sudah sah menjadi suami istri. Mama akan tetap mengawasi kalian. Biar Mama yakin kalau kamu benar-benar melakukan malam pertama dengan suamimu. ” Mama Bulan mengarahkan jari telunjuk dan tengahnya ke arah putrinya lalu ke arah matanya sendiri. Pertanda Bulan dan Langit tak akan bisa lolos dari pengawasannya. Mama Bulan pun menyuruh keduanya naik ke kamar Bulan. Walaupun tak ada perayaan apapun, tetap saja Mama Bulan tahu kalau keduanya cukup lelah, sehingga menyuruh mereka beristirahat. “Jangan coba-coba membohongi Mama, Mama sudah memasang CCTV di kamarmu.” “Apa! Mama mau menonton kami live streaming, Ma, jangan lupa ada UU pornografi. Mama! Apa perlu Bulan mengantarkan Mama periksa?
Baca selengkapnya
Malam Pertama
Langit mengekori Mama mertuanya keluar dari kamar. Sampai di depan pintu, Mama mertuanya tiba-tiba berhenti dan berkata, “Tidak jadi, kamu tidur saja. Awas kalau Mama dengar kalian ribut. Kalian akan menerima akibatnya. Bulan, dia suamimu, jadi layani dia dengan baik.” “Tapi, Ma.” “Mama nggak mau dengar alasan darimu lagi. Langit, nikmati malam pertamamu, buat dia tak berkutik dan kelelahan. Kalau dia macam-macam, katakan pada Mama.” Langit tersenyum dan mengangguk, saat mertuanya menutup pintu dia tak sanggup lagi menahan tawanya. Langit tertawa terbahak-bahak. Bulan yang kesal melemparkan bantal ke arah Langit. Namun, Langit berhasil menangkapnya, hal itu membuat Bulan makin kesal. Bibirnya mengerucut, dengan wajah merah padam. “Jangan marah, marah bisa membuatmu cepat tua dan makin kurus. Segini saja kamu rata apalagi kalau kurus. Aku tak bisa membayangkannya.” “Dasar omes, pikiranmu nggak jauh-jauh dari sana!” Bulan menendang lelaki yang sudah menjadi suaminya itu. Langit y
Baca selengkapnya
Mine
Langit mengejar Bulan, sayangnya dia berhasil masuk lebih dulu ke dalam lift. “Sial.” Gagal sudah rencana Langit membalas perlakuan Bulan padanya. Sampai di ruangannya, Langit melempar tasnya sembarangan. Atasannya itu yang tak lain dan tak bukan adalah istrinya, meminta semua orang pergi ke ruang meeting. Entah apa yang akan dilakukannya pagi ini, hal gila apalagi yang akan dia minta dari anggota lainnya. “Bisa nggak, kamu itu datang lebih awal, sama seperti yang lainnya,” ucap Bulan pada Langit. “Baik, Bu.” Langit tak ingin berdebat dengan Bulan di depan orang banyak, tak mau mereka curiga pada mereka berdua. Meeting yang berakhir pada pukul sepuluh itu membuat banyak orang termasuk Langit, pusing sendiri. Mereka memang sedang menangani banyak klien dengan macam-macam masalah. Namun tak seharusnya Bulan meminta mereka menyelesaikannya dalam waktu yang singkat. “Konyol,” ucap Langit sembari berjalan menuju ruangannya. Langit tak menyadari kehadiran Bulan yang berjalan di bela
Baca selengkapnya
Salah Tingkah
Langit menatap bulan penuh selidik, “Kamu sedang cemburu denganku?”“Ish, ge-er, jangan terlalu percaya diri.”“Lalu kenapa mengataiku seperti itu barusan.”“Memang ada kalimatku yang menyebut namamu? Nggak, kan?”Langit menghela nafas, istri jadi-jadiannya itu memang suka sekali menyulut pertengkaran antara mereka. Walaupun dibayar dengan nilai yang tak biasa, tetap saja dia jengkel. Dia merasa tak dihargai sama sekali. Bulan tetap sama, baginya uang bisa membungkam siapa saja yang membantahnya. Perlahan Langit mendekati Bulan, berusaha mengikis jarak yang tercipta antara mereka meski dipisahkan sebuah meja kerja di depan Bulan. Namun, setidaknya Langit bisa melihat dengan jelas wajah ayu milik istrinya yang tampak serius membaca berkas di hadapannya.“Cantik, tapi sayang....”Bulan mendongakkan kepalanya, manik matanya menatap lekat ke arah suaminya.“Apa? Mau mengataiku apa? Bukankah kita sudah sepakat untuk tidak mencampuradukkan urusan pekerjaan dengan urusan pribadi.”
Baca selengkapnya
Karma Dibayar Kontan
Matahari mulai tergelincir ke arah barat, senja yang indah pun mulai menyapa. Jam dinding menunjukkan waktu di mana jam kerja mereka berakhir.Setelah perdebatan sengit yang terjadi beberapa jam yang lalu keduanya tampak acuh tak acuh.Bulan memilih pulang lebih dulu. Baru saja dia keluar dari ruangannya, ponselnya bergetar, mamanya mengirimkan pesan yang menyuruhnya untuk pulang bersama Langit. “Argh, sial, bagaimana aku bisa lupa kalau dia suamiku sekarang. Damn it!”Bulan memutar tubuhnya, dia mendorong pintu ruangan Langit.“Langit, ayo pulang!”“Nggak, aku masih ada urusan setelah ini.”“Mama menyuruh kita pulang bersama.”“Bilang saja pada Mama kalau aku sibuk. Aku mau ketemu calon pacarku yang baru.”“Gila ya, kamu. Bukankah kita baru saja menikah, dan kamu mau bekerja begitu lagi. Bagaimana kalau Mama tahu, bisa nggak sih kamu menahannya sebentar. Apa masih kurang uang yang kamu terima dariku?”Langit mengendikan bahunya, dan mulai merapikan barang-barangnya. Saat h
Baca selengkapnya
Saling Menggoda
“Ah, lupakan aku mau masuk ke kamar.”Bulan mengelak, dia mengalihkan perhatian mereka. Langit yang masih penasaran mengekori istrinya hingga masuk ke kamar. “Jadi kecurigaanku benar? Kamu mengambil keuntungan dariku?”“Enggak, aku nggak melakukan apa pun. Coba ingat-ingat kembali, bukankah tadi pagi aku yang menendangmu hingga terjatuh. So, you know what i mean.”Langit tampak berpikir, dia mengingat dengan jelas kejadian tadi pagi. Kalau dipikir-pikir memang tak mungkin Bulan melakukan sesuatu padanya. Mengingat gadis itu memperlakukannya dengan kasar.Dari pada lelah berpikir tentang hal yang tidak penting, lebih baik dia membersih diri sebelum Bulan masuk lebih dulu ke kamar mandi.Sayangnya, baru saja dia hendak meraih handle pintu, suara Bulan menyapa telinganya.“Langit, aku dulu.”“Tadi pagi kamu sudah duluan, kan, sekarang giliranku,” protes Langit, “Daripada kita ribut terus bagaimana kalau kita mandinya bareng. Lebih adil, kan?”Bulan tersenyum mencurigakan, dia
Baca selengkapnya
Unboxing
Bulan diam saja, dia tampak berpikir siapa yang mamanya temui malam ini.Dia yang melamun tak sadar kalau tangannya menggenggam tangan langit di dalam box pop corn.“Ini tanganku, bukan pop corn.”“Oh, sorry.”“Tumben lembut.”“Sudahlah jangan menyulut pertengkaran, kamu nggak ingat pesan Mama mertuamu tadi? Ngit, Kira-kira surprise Mama apa, ya? Apa mungkin kita mengenalnya?” “Kamu pikir aku cenayang, aku mana tahu, dia mama mertuaku, tapi dia ibumu, seharusnya kamu lebih tahu dari aku.”Bulan menaikkan kedua alisnya, lalu acuh tak acuh. Kembali menyeruput cola dan melanjutkan menonton film yang tersaji di hadapan mereka. Dia tak mau menerka-nerka lebih dalam lagi, tapi perasaannya mengatakan bahwa dia tahu siapa yang mamanya temui.“Ngit, pulang, aku bosan.”“Sebentar lagi, aku masih menunggu adegan unboxing.”“Sialan!” seru Bulan melempar pop corn yang hendak masuk ke mulutnya.Mau tak mau Bulan mengikuti arah pandangan Langit. Bulan memutar bola matanya malas. Melirik
Baca selengkapnya
Tahan Godaan
Bulan mendorong tubuh Langit menjauh, memberi jarak antara mereka berdua.“Apa saya mengganggu kalian?”Langit dan Bulan menggeleng. Terlihat Mama Bulan bersama dengan pemilik firma hukum di mana mereka bekerja.“Selamat malam, Pak,” sapa Bulan dan Langit bersamaan.“Kompak sekali kalian.”“Langit memang suka begitu, Pak, ikut-ikutan.”Bulan melotot ke arah Langit seakan menyuruhnya mengiyakan ucapannya. Langit menurut, dia mengangguk pasrah. Mereka berpamitan, lagi pula Bintang harus pulang dan tak mau mengganggu mereka bertiga.Selama perjalanan pulang ke rumah, Bulan yang penasaran pun mencecar mamanya dengan banyak pertanyaan.“Jadi yang Mama katakan tadi itu Pak Bintang?”Mama Bulan mengangguk, dia makin penasaran. Ada urusan apa mamanya dengan Bintang?“Ada urusan apa mama dengannya?”“Kenapa? Mau tahu atau mau tahu banget?”“Apa urusan pekerjaan?”Mama bulan tak menjawab, dia hanya tersenyum tipis, hal itu justru ikut membuat Langit penasaran. Entah kenapa di hati
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status