Share

5. Makan Enak

❤ Rina

"Rin, besok masih nginep di sini kan?"

"Nggih Bu. Rina sama El nginep di sini sampai hari minggu."

Ibu langsung tersenyum dengan sangat bahagia setelah mendengar jawaban memuaskan dariku.

"El sering-sering aja ya libur sekolahnya. Jadi kamu sama El bisa nginep di sini lama."

Aku terkekeh pelan. "Maunya El juga begitu, Bu. Kalau lagi bosen, mintanya libur. Tapi kalau kelamaan libur, El repot minta berangkat sekolah terus."

"Mirip kaya Papanya."

Aku langsung menganggukan kepalaku tanda setuju. "Iya Bu. Mirip banget sama Mas Rama. Kalau udah minta sesuatu, pokoknya harus. Repot kalau belum diturutin. Dulu si, kalau sekarang, alhamdulillah udah nggak."

Ibu tertawa setelah mendengar ceritaku tentang bagaimana miripnya Elysia dan Mas Rama.

"Iya. Soalnya Rama anak mbarep. Terus dulu, almarhum Bapak juga alhamdulillah usahanya dikasih lancar sama Allah. Jadi ya begitu, Rama minta apa aja keturutan. Njaluk opo wae neng Bapak langsung dituruti."

(Mbarep = Pertama, Njaluk opo wae neng Bapak langsung dituruti = Minta apa saja sama Bapak langsung dituruti)

Aku terkekeh kembali, "Mas Rama juga seneng banget manjain El, Bu. Shinta juga. Makannya kalau lagi di sini, El jadi seneng banget ngalem. Soalnya ada banyak yang manjain."

(Ngalem = Manja)

Ibu tertawa, juga memberikan anggukan kepalanya. "Ya begitu. Soalnya Shinta juga dimanja sama Masnya. Jadi sama ponakan wedoknya juga nggak eman-eman dia. Selagi dia bisa, ya pasti bakal langsung dikasih sama Shinta."

(Ponakan wedok = Keponakan perempuan)

"Nggih Bu. Tapi kalau sama Rina, Rina nggak selalu nurutin apa maunya El. Ada kalanya El harus nunggu dulu, walau sebenarnya Rina bisa kasih saat itu juga. Rina bersikap seperti itu, karena Rina pengin El tahu, kalau di dunia ini ada saatnya kita harus sabar terlebih dahulu. Harus berusaha dulu untuk mendapatkan apa yang kita mau. Kalau apa yang El mau selalu langsung dikasih, Rina cuma takut kalau nanti El malah jadi manja dan gampangin sesuatu."

Ibu masih tersenyum ke arahku, lalu mengelus lembut kepalaku. "Iya Rin. Pokoknya Ibu setuju sama apapun keputusan kamu untuk El. Selagi itu memang baik, maka Ibu pasti akan dukung kamu. Yang penting jangan terlalu keras. Dan Ibu lihat, hasil didikanmu memang bagus untuk El. Salah satu contohnya, sekarang, El udah pinter banget kalau ngomong. Padahal dia masih TK, tapi udah pinter banget kalau diajak diskusi."

Aku langsung terkekeh, bahkan jadi ingin sekali untuk tertawa saat ini iuga. "El cerewet kaya Rina ya Bu?"

"Tapi justru itu yang bikin Ibu sering kangen. Soalnya kamu sama El selalu berhasil buat rumah jadi rame."

Aku dan Ibu langsung tertawa di waktu yang sama.

"El tambah mirip sama kamu Rin. Pantes aja Rama sering protes. Jare Rama, nak wedok nggak mirip blas sama aku, Bu. Kabeh mirip Rina. Sak wajahe, sak polahe, sak ngguyune, kabeh mirip Rina. Aku kebagian irung sama bibirnya aja Bu."

(Kata Rama, anak perempuanku sama sekali nggak mirip aku, Bu. Semua diambil Rina. Ya wajahnya, ya tingkahnya, ya senyumnya, semua mirip Rina. Aku kebagian hidung sama bibirnya aja Bu)

Ternyata, suara tawaku kembali mengudara. "Nggih Bu. Mas Rama memang sering ngomel begitu. Katanya, pas hamil El, Mas Rama yang sering lemes karena mual dan muntah, yang pusing kalau Rina lagi ngidam juga. Tapi pas keluar, El malah banyakan mirip Rina."

Aku jadi tertawa kembali karena langsung teringat bagaimana kalimat protes dari Mas Rama.

"Terus Rina jawab begini Bu, lha kan sing mbobot Rina, Mas. Sing nggawa bayine El awit piyik kanti lahir kan Rina, ya nek El mirip Mamanya ya nggak papa lha."

(Lha kan yang hamil Rina, Mas. Yang bawa bayinya dari El masih kecil sampai lahir kan Rina, ya kalau El mirip Mamanya ya nggak papa lha)

"Iya. Rama itu pas El masih bayi malah jadi seneng banget sensi dia. Apa-apa cemburuan," kata Ibu ikut menyetujui ucapanku.

"Iya Bu. Misal El nangis pas Mas Rama lagi gendong, pasti Mas Rama langsung mrebes mili. Katanya nak wedok emoh sama Papanya. Padahal El nangis karena pengin nyusu."

(Mrebes mili = Meneteskan air mata, Nak wedok = Anak perempuan, Emoh = Nggak mau)

"Ya gitu emang. Rama badannya aja yang kekar, sangar. Tapi hatinya mah lembek kaya adonan moci, gampang banget mellow."

"Kalau Mas Rama denger, pasti dia langsung protes ya Bu."

"Biarin. Biar Rama kupingnya jadi ndenging karena kita gosipin."

Untuk sesaat, aku dan Ibu jadi tersenyum sendu. Tapi tak lama, karena setelahnya, ada suara melengking yang sudah memanggilku.

"Mama!" Elysia berteriak seperti itu sambil menuruni setiap anak tangga.

"Jalan pelan-pelan aja El. Suaranya juga nggak usah keras-keras begitu ya sayang. Mama denger kok walau El nggak teriak," nasihatku.

Kini, Elysia sudah sampai di hadapanku.

Dan tentu saja, gadis kecilku langsung memasang cengiran penebus dosa seperti biasanya. Tampang-tampang memelas seperti yang biasanya dilakukan oleh Mas Rama. Memasang senyum polos supaya aku tak jadi marah pada merka.

Dasar, Elysia memang anak Papa.

"Kenapa? El mau bilang apa? Hm?" tanyaku, sambil mengusap rambut panjang milik putriku.

"El pengin makan seafood, Ma."

"Kenapa tiba-tiba jadi pengin makan seafood? Tadi kan El baru aja makan siang. El pengin makan seafood karena lapar, atau cuma pengin aja?" tanyaku ingin memastikan.

Karena setiap Elysia meminta sesuatu, aku memang akan selalu mencoba untuk mencari tahu terlebih dahulu apa maksud permintaannya. Apa dia meminta karena benar-benar membutuhkannya. Atau meminta hanya karena sekedar keinginan yang sepintas lalu saja.

Elysia tampak sedang berpikir setelah mendapat pertanyaan dariku. "El masih kenyang si Ma. Tapi El jadi pengin makan cumi sama udang. Soalnya Keira cerita habis makan seafood enak."

"Jadi?" tanyaku lagi.

"El pengin makan seafood. Tapi El masih kenyang."

"Terus?" pancingku, sambil menahan senyumanku.

"Kalau nanti malam atau besok, El pengin beli seafood, boleh nggak Ma? El juga pengin makan cumi sama udang."

Setelah mendapat jawaban jelas dari putriku, aku langsung menganggukan kepalaku. "Iya sayang, boleh. Tapi nanti makannya harus habis ya? Biar apa?"

"Biar nggak mubadzir."

Aku langsung tersenyum karena merasa bangga dengan jawaban tepat dari Elysia.

"Oke. Nanti malam atau besok, El boleh makan seafood."

Mendapat persetujuan dariku, Elysia langsung memeluk erat tubuhku. "Makasih Mama."

Dan setelahnya, putri kecilku langsung memberiku ciuman bertubi-tubi di seluruh bagian wajahku tanpa tersisa.

"Eyang nggak dicium juga El?" kata Ibu sambil mencolek-colek lengan kecil Elysia.

Elysia tersenyum bahagia, lalu segera beralih untuk memeluk Eyang Uti kecintaannya.

"Iya. Eyang Uti juga El kasih cium banyak-banyak."

"Pelan-pelan, El. Ini Eyang pipinya udah nggak sekenceng Mamamu," ucap Ibu sambil berusaha menahan tubuh Elysia yang kini sedang gencar sekali menciumi semua bagian wajah Ibu.

Aku juga jadi ikut terkekeh geli karena melihat tingkah Elysia saat ini.

"Pelan-pelan, El. Nanti Eyang Uti jadi sesek napas kalau El ciumnya begitu," ingatku.

Elysia sudah mengakhiri acara ciumannya. Dan sekarang dia sudah duduk tenang di samping Eyang Utinya.

"Kalau mau makan seafood, di Sari Laut aja Rin. Tapi besok aja. Soalnya kalau sekarang, nanti sayang. Kan Mba Tuti udah lagi mulai masak buat makan malam. Eman-eman kalau jadi nggak dimakan karena kita yang makan di luar."

(Eman-eman = Sayang/Takut jadi sia-sia)

"Nggih Bu," jawabku setuju.

Aku beralih menatap Elysia. "El, makan seafood-nya besok ya? Soalnya Mba Tuti udah masak buat nanti malam. Jadi El sabar dulu ya nunggu besok? Mau?"

Elysia juga langsung mengangguk tanda setuju. "Iya Ma. El mau."

Aku tersenyum dan segera memberikan anggukan kepalaku pada Elysia yang mau langsung mengerti tanpa harus bertanya panjang terlebih dahulu.

"Sari Laut, itu di mana Bu? Ibu udah pernah makan di sana? Makanannya enak?"

"Di deket sekolahnya El. Ibu pernah makan di sana, sama temen-temen arisan Ibu juga. Rasanya enak kok. Seafood-nya juga seger-seger. Soalnya kalau kita datang langsung ke sana, kita bisa milih sendiri mau dimasakin seafood yang mana."

"Kok Rina malah nggak tahu kalau ada restoran seafood yang enak di deket sekolahnya El ya Bu?"

"Ya kamu kan paling biasanya habis jemput El, langsung pulang. Atau kalau nggak, ya kalian mampirnya ke toko. Jajan juga delivery order, jarang makan di tempat. Jadi ya wajar aja kalau kamu nggak tahu ada restoran rame dan makanannya enak di deket sekolahnya El."

Aku langsung cengengesan. Karena yang dikatakan oleh Ibu memang adalah sebuah kebenaran.

*****

"Ma, El mau makan udang lagi yang kaya kemarin. Soalnya udangnya enak. Terus besar-besar. Jadi El kenyang," celoteh Elysia sambil memegangi bagian perutnya. Mungkin dia seperti itu karena sedang membayangkan bagaimana enak dan nikmatnya makan udang goreng tepung yang kini telah jadi kesukaannya.

Aku menganggukan kepalaku. "Iya sayang. Nanti, kapan-kapan, kita makan seafood lagi ya? Mau beli yang kaya kemarin? Atau mau coba yang lain?"

"Yang kaya kemarin aja Ma, soalnya rasanya enak-enak semua. Eyang Uti sama Tante Shinta juga suka. Mama juga."

"Oke deh. Kapan-kapan, kita coba makan langsung di sana ya? El mau?"

Dan tentu saja, Elysia langsung berseru dengan begitu girangnya. "Asik! Hore! El mau makan udang enak lagi!"

Ya. Udang enak yang sedang diceritakan oleh Elysia adalah seafood yang akhirnya memang aku beli dari restoran Sari Laut, sesuai dengan rekomendasi yang Ibu berikan sebelumnya.

Kita delivery order, bukan beli langsung di tempatnya. Karena kemarin hujan deras dari siang sampai malam, sehingga aku dan semua anggota keluargaku jadi malas untuk keluar rumah. Jadilah semua makanan yang ada di Sari Laut kita beli melalui aplikasi pemesanan dan pengantaran makanan. Dan memang seperti yang Ibu katakan, kalau seafood yang mereka jual rasanya enak dan fresh sekali. Terlihat betul kalau hewan yang dimasak di sana masih dalam keadaan segar.

Sekarang, aku dan Elysia sedang berada di mobil, dalam perjalanan pulang ke rumah. Karena kemarin, selama 3 hari, aku dan Elysia menginap di rumah Ibu karena sekolah Elysia yang memang sedang libur.

"Ma, apa beli udang goreng tepungnya besok aja ya Ma? Kan kata Eyang, restorannya ada di deket sekolahnya El."

Aku tersenyum sambil mengerutkan hidungku.

"El udah nggak sabar ya pengin makan udang lagi?"

Dan aku tak menyangka, kalau saat ini Elysia akan langsung menganggukan kepalanya. "Iya Ma. Soalnya udangnya enak, jadi El kebayang-bayang terus."

Aku langsung terkikik geli.

"Terus, El juga jadi pengin makan kepiting kaya yang Mama dan Tante Shinta makan kemarin. Tapi jangan yang pedes."

"Iya sayang. Besok, waktu Mama jemput El pulang sekolah, kalau nggak hujan, kita mampir ke sana ya?"

Elysia langsung mengangguk semangat sekali. "Iya Ma. Ayo. El mau!"

Tiba-tiba, kini, Elysia jadi mengangkat kedua tangannya untuk berdoa. "Ya Allah, besok siang jangan hujan dulu ya. Biar El sama Mama bisa makan udang dan kepiting enak lagi. Aamiin."

Aku langsung tersenyum mendengar doa dari Elysia.

Dan sepertinya, gadis kecilku memang benar-benar telah jatuh hati dengan seafood dari Sari Laut yang padahal keberadaannya baru diketahui oleh kami berdua.

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status