Menikahi Ayah Temanku

Menikahi Ayah Temanku

Oleh:  Juni Rev  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
22Bab
218Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Menikahi saudagar kaya dan ganteng merupakan mimpi buruk bagi Sofia! Bagaimana tidak, ia harus hidup satu atap dengan orang paling galak dan keji di kampungnya. Dan lagi, Sofia harus berurusan dengan anak Mahawira, Brian, temannya sendiri yang nakalnya minta ampun! Mendapati sang ayah menikah dengan temannya, membuat Brian kerap membangkang. Hingga suatu hari, Sofia mengetahui rahasia terbesar Mahawira yang bisa saja ia gunakan sebagai senjata memukul balik juragan tanah tersebut, dan menyelamatkan masa depannya sendiri. Bagaimana kisah Sofia selanjutnya? Mampukah ia bertahan di sisi Mahawira, duda keren kaya raya, dan anaknya yang nakal? Ataukah Sofia akan pergi meninggalkan Mahawira setelah tahu rahasia terbesar suaminya itu?

Lihat lebih banyak
Menikahi Ayah Temanku Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
22 Bab
001. Pernikahan tak Diinginkan
“Dulu kamu selalu bilang ingin jadi seperti dia, sekarang kamu berkesempatan jadi istrinya!” Dasimah, ibu Sofia, menekan dahi sang anak dengan ujung telunjuk.“Sofia ingin kuliah ke luar negri kayak dia, bukan jadi istrinya, Bu! Lagian, dia sudah bangkotan, Sofia nggak mau!”“Bangkotan dari mana, jaga mulutmu, Fia! Usianya baru tiga puluh sembilan, lagi matang-matangnya itu, sembarangan saja kalau ngomong!” omel Dasimah kesal.Sofia jauh lebih kesal lagi. Ia melirik tidak senang pada pantulan wajahnya yang tertutup riasan tebal pengantin di balik cermin.“Kita beruntung karena Juragan Wira tidak mengusir kita dari kampung ini, Fia.” Dasimah berlemah lembut lagi. Pasalnya, ia harus segera menggiring Sofia ke luar kamar karena penghulu dan pengantin pria sudah siap di ruang tengah, menunggu kehadiran sang mempelai wanita yang masih merajuk.“Fia, Ibu minta maaf karena telah melibatkan kamu ke dalam masalah keluarga. Kalau kamu nggak mau, ya nggak apa-apa. Kita bisa batalkan pernikahan i
Baca selengkapnya
002. Sentuhan Pertama
Sofia menatap Wira ketakutan. “K-karena aku harus pakai baju.”“Pakai saja.”“T-tapi Om gak boleh lihat.”“Om lagi!” keluh Wira menggaruk kepalanya gusar.Sofia menunduk. Ia ingin berlari keluar kamar, dan bersembunyi di balik punggung orangtuanya seperti biasa ia lakukan setiap kali dimarahi oleh ajudan Juragan Wira saat menghalangi jalan sang juragan yang tengah keliling kampung kala tengah bermain.“Sofia, aku ini suamimu. Jangankan cuma lihat, aku bahkan berhak atas seluruh tubuh kamu.” Wira balik badan, dan kembali naik ke atas ranjang tidur Sofia yang berkeriut lemah ketika tubuh tegap Wira merebah.Wira menepuk ruang kosong di sisinya, dan tersenyum. “Kemarilah, Sofia, berbaring di sisiku.”Sofia semakin merapat ke daun pintu, berharap bisa menembus ke baliknya.“A-aku … belum siap, Om, maksudku … Bang.”Wira berdecak tidak sabar.“Sofia, aku akan melakukannya dengan lembut. Kemari, Sayang.”“Nggak mau.”“Kok nggak mau? Itu kewajiban kamu!” suara Wira kembali meninggi, persis s
Baca selengkapnya
003. Tersesat
Rean menghela napas. Ia hanya bisa menatap hampa ke arah Sofia yang dipaksa Wira masuk ke dalam mobil.Setelah memastikan kedua tuannya masuk, barulah ajudan itu kembali ke balik kemudi dan memacu mobil dengan kecepatan tinggi, menyisakan kepulan debu di hadapan Rean yang merana.Sofia menatap ke luar jendela sambil sesekali mengusap air mata.Wira mengenakan kacamata yang menyembunyikan sorot tegas matanya, dan mendengus keras-keras.“Kamu nggak boleh berhubungan lagi dengan anak itu!” kata Wira tajam.Sofia tidak menjawab. Ia tahu, pucuk cintanya pada Rean harus ditebang habis.Setibanya mereka di rumah mewah Wira, Sofia langsung dibawa ke dalam kamar utama. Inilah pertama kali Sofia masuk ke dalam rumah kendatipun separuh hidupnya ia sering datang berkunjung untuk menemani sang ibu membayar cicilan utang. Seperti warga lainnya yang datang dengan keperluan serupa, ia hanya diizinkan masuk sampai batas balkon depan.“Sekarang ini rumahmu juga,” ucap Wira, merangkul Sofia ke dalam dek
Baca selengkapnya
004. Permintaan Sederhana
“Papa nggak pernah ajari kamu bersikap tidak sopan sama yang lebih tua.” Wira mengedikan kepala ke arah tangan Brian yang masih teracung di depan wajah Sofia.“Turunkan tanganmu,” perintah Wira tegas dan tenang.“Dia nggak lebih tua dariku, Pa!” ucap Brian membela diri.Wira bersidekap dengan rahang mengeras. “Tetap saja sekarang ini dia ibumu, Brian! Minta maaf, cepat!”Brian melirik Sofia yang tidak bisa menahan senyuman. Sambil membuang napas kasar, Brian balik badan dan berkata tajam, “Nggak sudi!”“Brian!”“Sudah, nggak apa-apa.” Sofia menahan lengan Wira yang hendak menghentikan Brian. “Dia memang terbiasa bersikap seperti itu.”“Anak itu memang sering bertindak berlebihan,” ucap Wira menggelengkan kepala. Ditatapnya Sofia yang masih memegang lengannya.“Apa yang tadi dia ucapkan padamu?”“Eh?” Sofia bergerak gelisah di tempatnya. “Itu … bukan apa-apa.”“Bukan apa-apa gimana? Aku lihat, tadi Brian hampir saja memukul kamu.”Sofia tertawa. “Dia memang begitu, suka mengancam. Tapi
Baca selengkapnya
005. Memetik Kembang Kegadisan
“Abang mau menyita tanah Mang Somad, ya?” Sofia mendekat pada Wira yang langsung menyambutnya ke dalam pelukan.“Dia harus membayar utangnya, Sayang.”“Tapi apa harus disita, Bang? Kasian Mang Somad, dia dan keluarganya bergantung pada hasil panen kebun mereka.”Wira menghela napas. Wajahnya menjadi serius, persis seperti yang dikenal Sofia selama ini.“Dia harus tanggung jawab atas utang-utangnya, gimanapun caranya.” Wira melepas pelukan dari bahu Sofia, dan kembali mematut diri di depan cermin.“Apa nggak bisa dibicarakan dulu? Siapa tahu Mang Somad punya cara lain untuk menyicil, Bang.”“Nggak bisa, dia sudah gagal panen selama lima bulan berturut-turut. Kamu sendiri yang bilang, mereka nggak punya penghasilan selain dari hasil kebun.”“Maka dari itu, Bang, kasihlah mereka tenggat waktu.” Sofia memelas pada ujung jas mewah Wira.Wira menangkup pipi istrinya, lalu berkata lembut, “Abang sudah kasih dia waktu lima bulan, lebih lama dari tenggat waktu yang Abang kasih pada orangtuamu.
Baca selengkapnya
006. Lidah Setajam Pedang
Walaupun selama memasak Wira terus menggoda Sofia, ia tetap berhasil memasak sayur sawi putih, ayam goreng sederhana dan sambal lezat.“Wah, Abang nggak sabar ingin menyantap habis semuanya!” Wira menggosok tangan penuh semangat saat Sofia menyajikan sepiring penuh nasi dan lauk pauk ke hadapannya.“Jangan dong, Brian kan belum makan. Sisakan buat dia,” ucap Sofia mengingatkan.Wira berdecak, “Ah, dia bilang akan pulang terlambat karena ada acara trekking sama teman-teman sepedanya. Biar saja anak itu beli nasi goreng di tempat si Mamat kalau pulang nanti.”Sofia tersenyum, namun ia tetap menyisihkan sepotong ayam goreng dan semangkuk sayur untuk Brian.“Sayang, Abang ada urusan di kota malam ini, mungkin baru pulang besok siang. Kamu nggak apa-apa, kan, tidur sendiri malam ini?”Sofia kembali tersenyum. “Nggak apa-apa, Bang.”“Kamu jangan senyum terus, nanti Abang nggak mau pergi.”“Lho, ya nggak usah pergi saja,” timpal Sofia santai. Ia sudah mulai terbiasa dengan guyonan menggoda d
Baca selengkapnya
007. Mencari Brian
“Dia pakai ini untuk kasih sumbangan ke warga, Pa!” ucap Brian yang mendadak muncul dari lorong kamarnya. Wira bangkit berdiri, dan mengambil kartu debit Sofia dari tangan Brian. “Benar itu, Sofia?” Sofia menunduk. Air matanya menggenang lagi tanpa bisa ditahan. Hinaan Brian semalam, kembali menggaung di telinganya. “Sofia, kamu nggak boleh asal memberi seperti itu pada warga kampung. Nanti mereka ngelunjak! Kamu harus menjaga nama baik Abang di kampung ini, Sofia.” Brian tertawa mengejek. Ia berdiri jumawa di sisi sang ayah, dengan tangan menyuruk saku celana tidurnya. Melihat Sofia menangis, Wira memeluk istrinya tersebut dan berbisik penuh kasih, “Jangan menangis, Sofia, asal tidak kamu ulangi perbuatan itu, Abang maafkan.” Wira menyodorkan kartu debit ke tangan Sofia yang langsung menola
Baca selengkapnya
008. Permintaan Maaf Sang Jagoan
Sofia menatapnya lega. “Brian! Papamu nyari-nyari sampai kampung seb⸻” “Sssst!” Brian meraih bahu Sofia, dan menyeretnya menjauh. “Kamu mau bikin aku malu di depan teman-teman, hah?” omelnya jengkel. Sofia mengerutkan kening. “Ayo pulang, papamu pasti khawatir.” “Bawel, deh! Dasar ibu tiri!” “Terserah kamu mau ngomong apa, aku nggak akan marah. Yang penting kamu pulang, ya,” bujuk Sofia, meraih tangan Brian yang langsung menepisnya kasar. “Nggak mau! Ini kan tujuan kamu, menyingkirkan aku agar kamu bisa menguasai papa seutuhnya?” “Brian ….” Sofia memijat keningnya putus asa, “Aku nggak ada niat buruk sama sekali, sungguh. Pernikahan aku sama papamu, murni karena masalah utang yang nggak bisa dibayar orangtuaku. Kamu benar, aku ini
Baca selengkapnya
009. Anak Perajuk
“Terus, apa hubungannya denganku?” seloroh Brian cuek. Sofia menggeleng lemah. “Keluarga kamu satu-satunya orang berduit di kampung ini. Kalian bisa bantu orang-orang seperti Mang Somad.” “Orang-orang seperti Mang Somad lah yang bikin usaha papa bangkrut! Coba kamu bayangin kalau warga kampung kredit macet semua, papa kena imbasnya, tahu! Makannya, jangan sok baik kamu sama warga kampung.” “Membantu sesama nggak akan bikin kamu jatuh miskin, Brian,” ucap Sofia tegas. Brian hanya berdecak mengejek. Mereka tiba di pekarangan luas rumah, dan mendapati mobil mewah Wira sudah terparkir di sana. Mahawira Anggabaya bergegas keluar rumah saat mengetahui kedatangan Sofia dan Brian. “Dari mana kamu, Brian? Papa mencari kamu sampai ke kampung lain!” “Sudahlah, Ban
Baca selengkapnya
010. Suara Hati
“Hm?” “Soal kuliah, boleh nggak aku ngambil jurusan pertanian?” Sofia memasang tampang lugu, tahu betul hal itu bisa dengan mudah meluluhkan hati sang suami. Benar saja, Wira langsung menjawil hidung Sofia gemas, dan menanggalkan sikap arogannya tadi. “Kan sudah Abang bilang, Abang ingin mengembangkan sektor peternakan di kampung ini. Ada baiknya, kamu dan Brian belajar soal peternakan yang Abang sendiri nggak kuasai. Jadi, kalian berdua bisa mengurusnya dengan baik di kemudian hari, Sayang.” “Tapi, dari dulu cita-citaku ingin seperti Abang, belajar tentang pertanian sampai ke luar negeri, dan pulang kampung untuk membawa tanah kelahiranku ini menjadi lebih baik.” Sofia membuat nada suaranya seimut mungkin. Sampai-sampai ia mual sendiri mendengarnya. “Memangnya, apa yang mau kamu tahu, Sofia? Abangmu ini bisa mengajarimu lebih
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status