Share

6. Gratisan [Bagian 1]

❤ Rina

"Ma, hari ini makan udang lagi ya?"

Aku langsung menolehkan kepalaku untuk melihat Elysia yang sekarang ini sudah memutar duduknya supaya sempurna menghadap ke arahku.

"Lagi? El suka banget ya sama udang goreng di Sari Laut?"

Dan ternyata, Elysia benar-benar langsung mengangguk dengan begitu semangatnya. "Iya Ma. Soalnya udangnya besar-besar, rasanya enak, terus kriuk-kriuk kalau dimakan."

Aku terkekeh melihat Elysia yang kini sedang meremas-remas tangannya di depan mulutnya. Mungkin dia seperti itu karena sedang membayangkan betapa renyahnya udang goreng tepung dari Sari Laut, sampai-sampai ia jadi memperagakannya.

"Oke. Nanti kita makan udang lagi. Mau dibungkus buat dimakan di rumah kaya biasa?"

Elysia terlihat seperti sedang berpikir dalam diamnya. Dan aku benar-benar selalu saja ingin tertawa setiap kali melihat putri kecilku memberikan ekspresi serius yang serupa.

Sedikit bercerita, jadi, aku dan Elysia sudah beberapa kali membeli seafood di Sari Laut. Setelah pertama kali makan di rumah Ibu dulu, Elysia benar-benar jadi ketagihan dengan udang goreng tepung yang dijual di sana. Setiap kali kami membelinya, bahkan Elysia selalu meminta dua porsi untuk jatahnya. Dan itu memang selalu habis ia makan tanpa sisa. Bahkan jika kami memakannya di rumah, maka udang goreng tepung yang kami beli sudah plus dengan nasi sebagai tambahannya.

Dan Elysia sungguh selalu lahap sekali ketika memakan udang goreng tepung yang kami beli di restoran seafood Sari Laut yang kini benar-benar sudah menjadi tempat favorite-nya.

Selain putri kecilku, aku juga setuju kalau seafood di Sari Laut memang enak. Tempatnya juga tertata dengan apik. Bukan tatanan resto mewah. Tapi di sana ditata seakan-akan kita sedang berada di rumah. Lokasinya nyaman dan sangat asri. Seperti rumah-rumah yang ada di pedesaan mungkin, karena di sana banyak sekali gazebo-gazebo, serta jalan setapak yang di kanan dan kirinya ada kolam berisi ikan koi. Dan tanaman-tanaman hijau yang sangat terawat.

Sari Laut benar-benar restoran yang nyaman, dan cocok sekali dijadikan sebagai tempat untuk makan bersama keluarga.

Jadi pantas saja Ibu sering sekali bercerita kalau beliau dan teman-teman arisannya senang berkumpul untuk makan bersama di sana.

"Makan di sana ya Ma? Boleh? Soalnya El pengin lihat ikan warna-warni di sana lama-lama."

Aku tersenyum senang. Karena ternyata, sekarang, ada list tambahan kesukaan Elysia di Sari Laut, yaitu ikan koi yang suka sekali berenang.

"Oke kalau gitu. Berarti sekarang kita ke supermarket dulu ya? Beli bahan makanan sama susu El yang udah habis," ajakku. Yang langsung diangguki dengan begitu gembira oleh putri tercintaku.

"Siap Ma. Ayo meluncur!"

Aku langsung tertawa. Karena saat ini aku melihat Elysia yang sedang memajukan kedua tangannya seakan-akan ia berubah menjadi seorang super hero yang akan bisa terbang sampai ke luar angkasa.

Dasar.

Elysia itu memang selalu semangat sekali jika diajak belanja.

Alasannya, katanya, karena Elysia jadi bisa duduk di atas troly. Padahal sekarang badannya sudah semakin tinggi. Tapi tetap saja, setiap kali ikut belanja, maka Elysia akan selalu meminta untuk didudukan di atas troly seperti adik bayi.

*****

Kini, aku dan Elysia sudah berada di supermarket dengan keranjang belanjaan kami yang sudah mulai penuh terisi.

"Sabun udah. Sampo udah. Pasta gigi udah. Detergen udah. Pewangi udah. Susu El udah. Daging udah. Buah udah. Bumbu juga udah," aku mulai mengabsen setiap list barang belanjaanku sambil terus bergumam supaya jangan sampai ada yang terlewat satu pun.

"Ma, El mau astor sama wafer ya Ma."

"Oke. Habis ini kita ke tempat snack ya sayang. Tapi nggak boleh banyak-banyak ya coklatnya? Supaya gigi El nggak sakit."

"Oke Ma. Nanti El ambilnya satu-satu ya? Boleh?"

Aku langsung mengangguk untuk mengiyakan permintaan Elysia yang memang sudah paham betul tentang bagaimana harus meminta izin terlebih dahulu setiap kali ia menginginkan sesuatu. Dan aku sungguh bangga sekali dengan sikap baik dari putriku yang seperti itu.

Jajanan Elysia sudah terambil semuanya. Dan Elysia benar-benar menepati janjinya, bahwa dia hanya akan mengambil satu untuk setiap jajan yang ia minta.

"Pinter. Karena El udah anteng nemenin Mama belanja, jadi nanti Mama kasih hadiah Bread Talk."

"Asik! Terimakasih Mama!" Elysia langsung berseru senang sekali sambil mengangkat kedua tangannya di udara. Dan aku jelas langsung dibuat tersenyum karenanya.

Dari dua hari yang lalu, Elysia memang sudah minta untuk dibelikan cake chantily yang ada di Bread Talk. Dan aku bilang, kalau Elysia bisa terus jadi anak yang baik, maka nanti Mama pasti akan membelikan.

Dan ya, aku memang akan selalu bersyukur karena Elysia adalah seorang anak yang baik dan penurut. Aku berlaku seperti itu, karena aku ingin melatih Elysia supaya bisa untuk bersabar. Walau aku bisa membelikannya saat itu juga, tapi aku akan tetap meminta Elysia untuk menunggunya. Dan Elysia benar-benar selalu menurut tanpa harus merengek berkepanjangan.

Memang perlu latihan, dan nasihat yang berulang. Karena dulu, saat masih kecil, Elysia juga sering sekali menangis setiap kali permintaannya tak langsung dipenuhi. Tapi semakin dia besar, Elysia mulai bisa bersabar dan tidak pernah marah lagi kalau aku tak langsung menuruti apa keinginannya. Elysia mulai mengerti, kalau ada kalanya, apa yang ia mau tak bisa langsung dituruti saat itu juga.

"Mama, itu ada Om Eky!"

"Mana?" tanyaku bingung karena tiba-tiba Elysia menyebut nama Mas Rezky.

"Itu Ma. Yang lagi pegang minyak goreng. Ayo Ma, kita ke sana susulin Om Eky."

Aku langsung mengalihkan pandanganku ke arah deretan perminyakan yang ditunjuk oleh Elysia. Dan ternyata benar, karena di sana, Mas Rezky terlihat sedang menunduk untuk memilah-milah minyak goreng mana yang harus ia bawa.

"Iya. Ayo kita samperin Om Rezky di sana," setujuku pada akhirnya.

Aku lekas mendorong troly belanjaanku ke arah Mas Rezky, karena Elysia yang kini terlihat seperti sudah tak sabar sekali.

"Om Eky!"

Mas Rezky sedikit tersentak di tempat berdirinya. Dan hal itu mungkin karena dia kaget dengan seruan yang Elysia berikan padanya.

"Oh halo El," sapa Mas Rezky pada Elysia.

Elysia langsung balas melambaikan tangan kanannya, "Halo Om."

Kini, Mas Rezky beralih menatapku dengan tatapan teduhnya. "Hai Rina."

"Halo Mas."

"Habis belanja?" tanya Mas Rezky setelah dirinya melirik sekilas pada troly belanjaan yang kubawa.

"Iya Mas. Mas Rezky juga?"

"Iya ini. Beli bumbu-bumbu di dapur yang udah hampir habis."

"Sendirian?"

Mas Rezky langsung menganggukan kepalanya, "Iya Rin. Aku sendiri. Kalian udah selesai belanjanya?"

"Udah Mas. Ini kita ke sini karena El yang tadi lihat Mas Rezky duluan. Makannya kita samperin."

Mas Rezky tersenyum bahagia, lalu memberikan usapan lembutnya di puncak kepala Elysia. "Wah, El udah mulai hafal ya sama Om?"

Dan Elysia juga langsung memberikan anggukan kepalanya. "Iya Om. El ingat."

"Terimakasih El karena sudah ingat sama Om Rezky," kata Mas Rezky tulus sekali.

"Sama-sama Om. Ayo Om, kapan-kapan, ajak El naik bis gede lagi punya Om Eky."

Mas Rezky terkekeh, "Oke. Nanti, kapan-kapan, Om Eky ajak El jalan-jalan naik bis ya? Mau?"

Tentu saja, kini Elysia langsung mengangguk sambil mengangkat kedua jari jempolnya.

"Kalau gitu, aku sama El permisi dulu ya Mas. Karena kita udah selesai, jadi mau ke kasir dulu buat bayar."

Mas Rezky kembali memberikan anggukan kepalanya ke arahku. "Iya Rina. Hati-hati ya. Dan sampai ketemu lagi."

Aku pun menganggukan kepalaku ke arah Mas Rezky. "Iya Mas. Sampai ketemu lagi."

"Dadahhh Om Eky. El pulang dulu ya," pamit Elysia sambil melambaikan kedua tangannya.

Dan Mas Rezky juga langsung balas melambaikan tangannya juga, "Dah El."

*****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status